NovelToon NovelToon
The Final Entity Never Regrets In Reality

The Final Entity Never Regrets In Reality

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Keluarga / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: RiesSa

"Namaku ya..."

Siapa nama dari tubuh gadis yang Kumasuki ini? Apa maksud dari semua mimpi buruk sebelum aku masuk ke tubuh ini? Lalu suara yang memanggilku Himena sebelumnya itu, apakah ada hubungannya denganku atau tubuh ini?

"Vıra...panggil saja aku Vıra." Jawabku tersenyum sedih karena membayangkan harus menerima kenyataan yang ada bahwa aku di sini. Benar, inilah Kenyataanku sekarang.

Semua tentangku, dia, dan tragedi pengkhianatan itu, akan terkuak satu-persatu. PASTI....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RiesSa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Asli, asli 'kan?

Uuh… menyesal tidak akan mengubah apa pun untuk sekarang. Semua harus diselesaikan secara bertahap dimulai dari yang paling dasar. Adaptasi. Hanya itu yang aku dan orang-orang yang tidak sengaja aku bawa punya. Berbekal ilmu tentang dimensi dari Ibunda di pecahan salah satu ingatan, aku harus menyiapkan beberapa hal yang diperlukan untuk kembali ke dimensi nyata.

Pulang adalah prioritas utama.

“Tapi tempat apakah ini sebenarnya, apa kamu tahu tentang tempat ini Looqe?” Tanya Pangeran Thorlad.

Orang yang ditanya menggeleng penuh kebimbangan. Tentu saja dia tidak tahu, karena aku yakin ini adalah kali pertama mereka semua ke dimensi lain. Kecuali satu orang aku rasa, yaitu Si kakek tua yang terlihat tenang-tenang saja di depanku ini. Dia pasti pernah mampir ke sini dulu.

“Yang Mulia Raja Oevin, bersediakah anda?” Tanyaku meminta izin.

“Silahkan Vira, tidak usah pikirkan Orang tua ini. Lakukan apa yang perlu kamu buat.” Jawab Raja Oevin memberi izin. Aku mengangguk dan mendekati beliau.

“Kenapa? Ada masalah apa Ayah?” Tanya Pangeran Thorlad.

“Kalian bertiga ke sinilah atau nanti kalian pulang dengan tubuh tidak lengkap.” Suruh Raja Oevin.

Aku sedikit mengeluarkan AURA perak kebiruan yang kali ini bisa aku kontrol sepenuhnya, lalu mengeluarkan pisau kecil untuk mengiris telapak tanganku dan menyerahkan pisau itu ke Raja Oevin untuk hal yang sama. Kami menyatukan kedua telapak tangan kami agar darah yang keluar saling terhubung. Ini adalah kontrak paling dasar dari pengetahuan dimensi di pecahan ingatan.

Astraleum...

“Aku mulai Yang Mulia.” Peringatku.

“Silahkan.”

Pangeran Thorlad, Looqe, dan Teer saling pandang bingung dengan apa yang akan kami lakukan. Namun mereka bertiga tetap diam tidak mengganggu.

Ya, lebih baik seperti itu.

Kalau ada kesalahan sedikit saja yang terjadi, maka aku dan Raja Oevin bisa-bisa tidak pulang selamanya ke dunia nyata. Karena nyawa kami adalah asuransi yang harus dibayar pada perjalanan kali ini.

“Gerbang Limbo.” Ucapku pelan.

Aku sedot cepat AURA milik Raja Oevin lalu mencampurkannya dengan AURA milikku, hingga.... Blar! Memicu ledakkan cahaya yang menutupi kami semua.

Hitam…

Putih…

“Uh…. aku berhasil?”

Aku terbangun di atas sebuah kasur. Mataku melihat sekeliling dan merasa nostalgia dengan apa yang aku lihat, ini mirip dengan dunia lamaku saat masih menjadi Viraka. Bedanya adalah segalanya sekarang hanyalah warna hitam, abu-abu, dan putih. Dunia monokrom, dunia perantara antar dimensi, dunia Limbo.

Saat melihat tubuh sendiri, untunglah warna dari tubuhku masih tidak hilang untuk sekarang. Namun perbedaan ini cukup berbahaya…

“Aku harus segera keluar dari sini sebelum warnaku pudar.”

Waktuku tidak banyak, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari portal keluar dari dimensi ini. Karena dunia Limbo tidak menerima apa pun yang mempunyai makna hidup. Segala cara akan dilakukan oleh dunia ini agar semua yang di dalamnya mati. Termasuk aku.

Semua pengetahuan ini berasal dari ajaran Ibunda yang ada di dalam pecahan ingatan mimpi. Dalam pecahan ingatan itu aku selalu merengek bosan karena harus terus menghafalnya, tapi tidak kusangka hari di mana aku bersyukur telah diajar ilmu itu tiba juga.

“Langit malam tak berujung dan tempat yang dipenuhi kuburan-kuburan. Meski ini kota sekalipun, tetap menyeramkan sekali rasanya. Warna monokrom ini malah terasa sangat tidak normal untuk makhluk hidup. Ya Tuhan…”

Berhari-hari aku berlari menelusuri sudut kota mulai dari naik-turun gedung, masuk ke dalam gorong-gorong, hingga menyusuri ke gang-gang sempit. Semua hanya untuk satu pintu keluar yang entah kenapa sangat sulit sekali ditemukan. Hanya itu!

Beberapa kejadian aneh pun mulai terjadi seiring berlalunya waktu, dimensi Limbo ini mulai beraksi menolak kehadiranku.

Pikirkan coba! Gedung tinggi yang runtuh tiba-tiba di depanku, benda-benda mati yang tidak tahu alasannya tiba-tiba terlempar ke arahku, jalan-jalan yang terasa memanjang sendiri, ataupun aku yang berlari tapi malah terasa melompat-lompat lambat! Belum lagi jumlah kuburan yang semakin bertambah setiap hari! Semua ini apa coba kalau bukan tanda-tanda? Warna lengan dan kakiku pun mulai berubah pucat keabu-abuan, membuat sensasi mati rasa dan kaku untuk sekedar digerakkan.

Aku benar-benar tidak punya waktu banyak lagi.

Cuma satu tempat tersisa yang masih belum diperiksa, sekolah lamaku. Tempat di mana terakhir kalinya aku pergi dari dunia sebelumnya.

Kreeek…

Bunyi gerbang sekolah berdecit keras menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Tempat ini tidak ada bedanya dengan yang lain, kuburan-kuburan yang bahkan tetap ada di dalam gedung berjejer rapi di setiap aku lewati.

“Di mana? Di mana portal untuk keluar?”

Tap… tap…

Tap!

Aku berhenti.

Seorang gadis bewarna hitam, putih, dan abu-abu berdiri tegak di depan ruangan UKS, dia membawa sebuah pedang besar yang berukuran dua kali dari tubuhnya. Gadis itu menatap kosong ke tengah lapangan tanpa bergerak.

Gadis itu…

Wajah, postur, rambut, semuanya sama. Dia…

“Aku?”

Gadis itu membuang pedang besarnya dan menatap ke arahku yang bersembunyi di balik dinding. Tangannya melambai-lambai memberi isyarat agar aku mendekat. Dia tahu aku di sini?!

Gluup…

Sekarang bayangkan kamu pergi ke sekolah malam-malam, dan dari kejauhan kamu menjumpai seseorang yang sama persis sepertimu. Tubuhnya bewarna hitam, putih, dan abu-abu dengan tatapan orang mati. Kembaranmu tersebut melambai-lambai ke arahmu seakan tahu kamu ada di situ, dan menyuruhmu agar menemuinya. Catatan! Dia melambai dengan muka tanpa ekspresi. Semua yang bisa digambarkan darinya hanyalah kematian.

“Bohong kalau tidak akan terjadi apa-apa! Dia pasti melakukan sesuatu nanti.”

Aku terus mengintainya dari kejauhan dan menunggu apa yang akan terjadi, hingga setengah jam kemudian dia baru berhenti melambai dan mengambil kembali pedang besarnya.

‘Apa dia mau menyerangku?’

Aku segera bersiaga dan bersiap-siap untuk segala kemungkinan yang akan terja-

Trang!!!

“H-hah!!?” Responku kaget.

Gadis kembaranku tersebut mematahkan pedang besar miliknya jadi dua dengan kaki dan membuangnya tak peduli. Dia kembali melambai dan tidak bergerak satu senti pun dari tempat itu. Dia…

Menangis?

Uh… hanya ruang UKS itu yang masih belum kuperiksa, tapi... “Tuhan, tolong lindungilah hambamu ini…” Mohonku pasrah.

Aku memberanikan diri keluar dari persembunyian dan pergi menemuinya. Takut? Tentu saja! Siapa yang tidak takut?! Uh… bahkan sedari tadi aku berkeringat dingin karena was-was takut terjadi sesuatu.

“Hi-me-na.” Ucapnya kaku mirip robot.

“Siapa kamu?”

“I-bu, A-yah, Ka-kak Ra-i. Se-mu-a, per-gi. Hi-me-na sen-di-ri, Hi-me-na ke-se-pi-an. Hi-me-na ter-je-bak di-si-ni se-jak pe-ris-ti-wa i-tu. To-long Hi-me-na.” Kembaranku tersebut masih menangis tanpa emosi.

Dia mengangkat kedua tangannya seakan memintaku agar menyatukan kedua tangan kami. Aku sebenarnya tahu dia dipenuhi dengan MANA konsentrasi tinggi, tapi untuk alasan lain aku tidak bisa menolak permintaannya.

Aku harus meraih tangan itu.

Ya Tuhan, tolong lindungilah hambamu, tolong lindungilah hambamu…

Berulang kali aku berdoa dalam hati sebelum memegang kedua tangan kembaranku tersebut, yang ternyata malah berefek sebaliknya. Seakan kami menjadi satu kesatuan.

Dia adalah aku, aku adalah dia. Kami berdua asli, tidak ada yang palsu di antara kami. Dia bukanlah rapalan MANA yang tercipta menyerupai aku. Tubuhnya dipenuhi MANA karena ada kutukan aneh di tubuhnya, kutukan parasit di mana AURAnya selalu hilang dimakan oleh MANA. Karena itulah tubuhnya dipenuhi oleh MANA konsentrasi tinggi, bahkan jumlah MANA milik Banaspati hanya setetes air di samudra yang luas jika dibandingkan dengannya. Benar-benar tanpa dasar selama Ia selalu punya AURA!

Kutukan MANA itu juga mencegah Ia mati, tetapi juga tidak menyembuhkan. Dia selalu diambang sakaratul maut karena berada dunia Limbo, tetapi juga tetap tidak bisa mati karena kutukan MANA. Dia yang selalu merasakan sakitnya kematian tanpa henti…

“Kamu…”

Dia adalah....!?

1
RiesSa
Menyala gan
Hakim Zain
Menyala abangkuh!
Hakim Zain
Bagus thor
Hakim Zain
Nice
Linda Ika Widhiasrini
up gan
Linda Ika Widhiasrini
Doppelgangerkah? mirip banget
Linda Ika Widhiasrini
Up Thor
RiesSa: Siap, terima kasih
total 1 replies
Linda Ika Widhiasrini
lanjut thor
fayefae
penulisannya bagus thorr, aku mampir yaa, kalau berkenan boleh mampir balikk. semangat terusss
RiesSa
Terima kasih
👑Queen of tears👑
dalam bangettt ini thor /Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!