NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:77.6k
Nilai: 4.8
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebentar Saja

🦋🦋🦋

Siapa orang yang ingin bertemu denganku? Kupikir kak Radek, ternyata Maya. Meskipun bukan seperti yang aku harapkan, aku bahagia melihat temanku ini baik-baik saja. Ternyata ayah benar, Maya tidak apa-apa.

Kami berjalan di tepi jalan dengan langkah pelan sambil berbicara dalam gelapnya malam yang baru bersemi. Setelah maghrib, sengaja aku mengajak Maya keluar supaya bisa berbicara lebih leluasa karena tidak ingin om Zidan mendengar pembicaraan kami mengenai yang terjadi satu minggu sebelumnya yang bisa membuat om Zidan semakin membenci ayah.

"Benar kamu tidak bisa menghubungiku sebelumnya? Nomormu terblokir?" tanyaku, memastikan.

"Benar. Aku juga heran. Dari mana kamu tau?" tanya Maya kepadaku sampai memberhentikan langkah kakinya karena kaget.

"Hanya menebak," jawabku, tersenyum cengengesan.

"Kamu ke mana saja selama satu minggu ini? Kamu membuatku takut. Aku pikir kamu benar-benar terbakar di rumah penculik itu. Kami hanya tinggal dengar cerita kalau kamu disekap dan terbakar di sana. Kak Radek menemukan kalung yang kamu pakai di sana. Selain itu, ada jasad wanita yang polisi yakini itu adalah kamu. Tapi, kak Radek tidak percaya dan yakin kamu masih hidup," cerita Maya.

Tanganku langsung meraba dadaku. Kalung yang diberikan pria di kafe sudah tidak ada, aku baru menyadarinya.

"Kamu kenapa?" tanya Maya melihat aku diam membisu dengan wajah memikirkan sesuatu.

"Hmm ... bisa antar aku ke rumah kak Radek dan bantu aku mengambil kalung itu? Itu kalung pemberian orang yang mempercayakannya padaku untuk menyimpannya," kataku kepada Maya.

"Ke rumah kak Radek? Kamu yakin?" tanya Maya dengan wajah tidak yakin.

"Aku janji tidak akan berulah dan akan baik-baik saja. Tujuanku ke sana hanya ingin mengambil kalung," terangku, berharap Maya mau mengantarku ke sana, aku mengandalkan temanku ini untuk berhadapan langsung bersama pria itu nanti karena aku sudah berjanji tidak akan bertemu dengannya.

"Baiklah." Maya tersenyum sambil menganggukkan kepala.

***

Aku memainkan mata kepada Maya, memberikan kode kepada temanku ini untuk masuk ke pekarangan rumah kak Radek setelah kami memarkirkan mobil di samping gerbang rumah pria itu. Aku menyuruh Maya bertemu kak Radek untuk mengambil kalungku yang ditemukan pria itu.

Maya menatapku kesal, baru tahu tujuanku sebenarnya mengajaknya selain hanya mengantar.

"Dasar!" cercah Maya, kesal, dan memasuki gerbang rumah kak Radek, sedangkan aku berdiri di luar gerbang, di samping motornya.

Dilihat-lihat dari luar, kak Radek sepertinya di rumah, seperti yang aku harapkan. Lampu rumah semuanya menyala, terutama lampu ruang tengah, itu penandanya bagiku yang aku lihat dari lubang ventilasi di atas jendela.

Dahiku sedikit mengerut, menyadari sesuatu. Mobil kak Radek tidak ada di halaman rumah, mungkinkah di bagasi? Tidak mungkin secepat itu.

Suara mobil terdengar dari belakang, aku menoleh dan melihat mobil kak Radek baru tiba. Aku mengarahkan pandangan ke depan, berdiam diri di posisiku. Tubuhku seketika membeku, bingung harus bertindak bagaimana untuk menghadapi situasi yang tiba-tiba tidak aku duga itu. Maya yang sudah berada di teras rumah juga menoleh ke belakang, berdiri di posisinya, memperhatikan kami yang akan bertemu di gerbang rumah.

Kak Radek memberhentikan mobilnya tepat di depan gerbang, keluar dari sana, dan menghampiriku. Bergegas aku memutar arah badan ke sisi kiri, menghindari kontak mata dengannya.

"Kamu ke sini!" seru kak Radek, hendak muncul di hadapanku.

Ku putar arah badan menjauh dari keberadaan kak Radek, enggan menatap wajahnya. Kak Radek tidak berhenti ingin berdiri di hadapanku, pria ini melangkah ke samping, beriringan aku kembali memutar arah tubuh menghadap ke kiri, menghindarinya.

"Baiklah, kamu tidak mau menatapku, aku mengerti," kata kak Radek, menyerah, dan berdiri di sampingku dengan pandanganku mengarah ke depan bersama ekspresi dingin. "Kamu ke sini, mau apa?" tanya kak Radek, berusaha ramah dari nada bicaranya.

"Menjemput kalungku," jawabku, dingin.

Kulihat dan kusadari dari pandangan sudut mata, pria itu merogoh saku celananya, mungkin mengambil kalungku. Kemudian, kak Radek beralih ke belakangku, memasang kalung itu langsung ke leherku. Ketika itu aku diam, berusaha tidak goyah dengan sikap dingin yang aku perlihatkan, tidak ingin mencair dengan tingkahnya.

Setelah itu, kak Radek mendaratkan kedua tangannya ke bahuku dan menjalar hingga ke pergelangan tangan.

"Aku harap masih bisa melihat wajah ini," ucap kak Radek dan langsung memelukku erat dari belakang dengan dagu yang diletakkan di pundak kananku dan pandangannya mengarah ke wajahku yang dilihat dari samping.

"Satu kali saja, tatap aku, jangan menghindar," ucapnya dengan nada sedikit manja, membuatku merasa sedikit ngeri.

Cara kak Radek berbicara, meminta, membuatku merasa tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.

Maya tersenyum dari teras, wanita itu masih berdiam diri di sana dan tidak membantuku mencairkan suasana dengan hadir di antara kami. Mataku memandanginya dari kejauhan dengan kesal dan memainkan sedikit gerakan kepala, menyuruhnya datang.

"Tolong ingat statusmu sekarang. Menjadi suami orang, tidak pantas bagimu untuk begini," ucapku sambil berusaha melepaskan pelukannya yang erat.

"Biarkan aku seperti ini sebentar. Aku takut tidak akan pernah bisa merasakan kenyamanan ini lagi. Lima menit saja," pintanya, semakin membuatku merasa aneh juga kesal.

Baiklah, aku biarkan. Aku diam mematung sambil memperhatikan layar ponsel dalam kesunyian yang terasa, melihat waktu yang diinginkannya tanpa ingin kelewatan meski hanya satu detik.

"Masih memakai parfum seperti biasa?" tanyanya.

"Um," dehemku, dingin.

"Jangan terlalu kelelahan, jaga kondisimu, dan jaga kesehatan," pesannya.

"Um," dehemku, lagi, masih dengan wajah dingin tanpa menoleh ke samping, menatapnya.

Sejenak pria ini diam.

"Jika kamu sudah tidak menyukaiku. Temukan pria lain yang bisa membahagiakanmu, bukan pria yang selalu menyakitimu, pria yang tidak pengecut sepertiku," katanya, membuatku langsung melepaskan pelukannya.

"Masih ada dua menit lagi," ucapnya dan kembali memelukku.

"Perasaan itu sudah hilang sebelum kamu mengatakannya," terangku, judes.

"Bagus. Setidaknya aku bisa tenang," balasnya.

Kembali aku lepaskan pelukannya itu karena kesal.

"Masih ada satu menit lagi," ucapnya dan kembali memelukku.

"Peluk istrimu sana! Dasar serakah," ucapku sambil melepaskan pelukannya dan memutar badan, memperlihatkan bengisku dalam perasaan kesal dengan tingkah kekanak-kanakannya yang membuatku muak.

Kami saling menatap setelah satu minggu lebih tidak melakukannya, meskipun dalam keadaan marah. Pria itu tersenyum padaku, tetapi tidak melunturkan ekspresi marahku.

"Setelah menikah, tolong jaga batasannya. Mungkin istrimu tidak sanggup melihatmu begini sepertiku," ucapku Megan nada tajam.

"Benar. Hanya kamu istriku yang bisa menoleransi semua sikapku ini. Maafkan aku," ucapnya, menunjukkan ekspresi merasa bersalah.

"Bagus jika kamu sadar," balasku. "Maya! Ayo!" seruku, memanggil temanku itu dengan nada kesal.

Maya berlari menghampiri kami. Tanganku langsung menarik tangan Maya setelah keluar dari gerbang rumah, mengajak wanita itu bergegas meninggalkan keberadaan kak Radek. Desakanku membuat Maya bergerak cepat memakai helm dan menaiki motornya, begitupun dengan aku.

Setelah itu, Maya terdiam.

"Kenapa? Jalan!" suruhku.

"Iya," balas Maya, kesal.

Maya menoleh ke belakang, mengarahkan pandangan kepada kak Radek yang memperhatikan kami. Aku mengarahkan pandangan Maya ke depan, lalu menepuk pelan punggungnya, menyuruhnya menyalakan dan menjalankan motornya.

"Sabar, Lu ...," kata Maya sambil memutar kunci.

Setelah motor berjalan, aku menoleh ke belakang. Pria itu melambaikan tangannya ke arahku dengan senyuman.

1
Bertalina Bintang
weeew... uhuuuiii...
Hafizah Al Gazali
thor buat mereka berdua bahagia yaaa,sdh cukup galuh menderita thor,kasian galuh
Bertalina Bintang
bolak balik nunggu klanjutannya
Hafizah Al Gazali
ceritamu penuh dgn misteri thor,vi aku sukaaaa
Tinny
lanjutt truss thor😍
Arya Bima
ya ampun Galuh..... mau smpe kpan km bertahqn dgn Radek yg lagi n lagi sll percaya hasutan org lain dri pda istri sndiri....
jelas² bnyak yg tak mnginginknmu bersanding dgn Radek.... msa iya Radek g paham².... sll mnuduh tanpa mncari tau kebenarannya....
capek sndiri hidupmu Galuh.... klo harus berjuang sndiri...
Arya Bima
jgn smpe tak terungkap dalang yg sesungguhnya...... sangat tak adil untuk Galuh jga ayahnya.... harus mnanggung smua ksalahn dri org lain...
Tinny
sungguh membagongkan
Bertalina Bintang
jangan2 bpknya radek pelakunya
Mulyana
lanjut
Arya Bima
siapa laki² itu ya.... smoga bukan hal yg akn mnambh beban pikiran galuh ...
tidak cukup kah penderitaan yg di alami Galuh slm ini.....??
tak pantaskah Galuh untuk bahagia n mnjadi perempuan yg jauh dri segala fitnahan jga hinaan dri org lain...
Mulyana
lanjut
Tinny
selalu dibuat dag dig dug dorrr
Efelina Pehingirang Lantemona
galuh wanita ngk punya prinsip,lain di mulut lain dihati,miris
Mulyana
lanjut
Tinny
lanjut trus thorr seruuuu
Arya Bima
smua trgantung sikap radek....
Maria Ulfah
knp masih mau dekat dengan kak radek membuat susah move on
Mulyana
lanjut
Arya Bima
untuk melindungi n mmberi nyaman perempuan lain aja km bisa n sll km upqyakn radek....
tpi km seolah sulit mewujudknnya untuk galuh....
smoga kebenaran terungkap.... sblm ayah galuh di eksekusi.... biar melek tuh mata radek.... n sadar.... bahwa yg telihat mata blm lah tentu sebuah kbenaran....
biar makin nyesel seumur hidup si radek.... klo Galuh memilih mnyerah n pergi dri khidupsn suaminya yg menye².... g tegas...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!