Andra dan Trista terpaksa menikah karena dijodohkan. Padahal mereka sudah sama-sama memiliki kekasih. Pernikahan kontrak terjadi. Dimana Andra dan Trista sepakat kalau pernikahan mereka hanyalah status.
Suatu hari, Andra dan Trista mabuk bersama. Mereka melakukan cinta satu malam. Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Trista dan Andra terpaksa menyembunyikan kedekatan mereka dari kekasih masing-masing. Terutama Trista yang kekasihnya ternyata adalah seorang bos mafia berbahaya dan penuh obsesi.
"Punya istri kok rasanya kayak selingkuhan." - Andra.
"Pssst! Diam! Nanti ada yang dengar." - Trista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19 - Takut
Joe keluar dari kantor Andra dengan langkah berat. Bayarannya lumayan, tapi tugasnya meresahkan. Andra hanya memintanya untuk mengecek sebuah tempat, yaitu gedung tua yang katanya punya ruang bawah tanah tersembunyi. Dari caranya bicara, Joe paham ini bukan urusan biasa. Tapi duit adalah duit. Dan Joe tipe yang berani, selama ancamannya bukan mafia asli. Sayangnya, kemungkinan besar kali ini dia harus berhadapan dengan itu.
Sore hari, langit mendung dan angin kencang membuat suasana semakin tidak nyaman. Joe berdiri di depan gedung yang disebutkan Andra. Gedung tua terbengkalai, catnya mengelupas, jendelanya pecah, dan dindingnya penuh coretan. Namun bukan itu yang membuat bulu kuduknya berdiri, melainkan suasananya yang terlalu sepi.
“Tempat apa ini…” gumam Joe sambil berjalan mendekat, merasa ada yang mengawasi. Ia mengelilingi sisi gedung, berusaha menemukan pintu samping yang tadi disebutkan Andra. Menurut Trista, yang informasinya disampaikan lewat Andra, ada lorong kecil di bagian kanan gedung yang membawa ke ruang mesin, lalu ke lift tua menuju bawah tanah.
Joe akhirnya menemukan celah sempit di antara tembok yang hampir rubuh. Lorongnya gelap dan bau karat. Dia menyalakan senter.
“Ini sih… model-model tempat markas beneran…” gumamnya dengan ngeri.
Baru beberapa langkah masuk, sesuatu membuat langkah Joe terhenti. Bukan suara. Bukan bayangan. Tapi tattoo.
Di ujung lorong, tepat sebelum pintu besi besar yang setengah terbuka, Joe melihat seseorang lewat. Seseorang berbadan sangat kekar, memakai kaos hitam ketat. Di lengannya, jelas terlihat bahkan dari jauh, tato besar berbentuk macan mencakar.
Joe langsung memucat. “Anj— tidak mungkin…” napasnya tercekat.
Itu bukan tato sembarangan. Itu simbol salah satu kelompok mafia paling brutal di kota ini, Tigers Strong. Joe pernah bekerja sebagai kurir gelap beberapa tahun lalu, dan dia tahu persis siapa pemilik tato itu, anak buah Regan. Mereka sering berkeliaran di pasar gelap, dan sekali saja mereka merasa ada orang asing mencurigakan, akan hilang tanpa jejak.
“Astaga, beneran ini…” Joe mundur perlahan. Tapi sebelum ia sempat kabur, dari arah pintu muncul tiga orang lain, semuanya bertato macan. Mereka berbicara pelan, namun suara mereka bergema jelas.
“Bos bilang malam ini ada pergerakan.”
“Siapkan ruang bawah tanah.”
“Pastikan semua kamera aman.”
Joe langsung membeku. Keringat dingin turun dari tengkuknya. Dan kalau mereka ada di sini. Maka Regan dipastikan benar-benar bos mafia.
Jantung Joe berdentam keras. Ia tak ingin tertangkap. Tidak peduli berapa besar bayaran Andra, nyawanya jauh lebih penting.
Tanpa pikir panjang, Joe langsung memutar badan dan kabur sekencang mungkin. Rasanya dia hampir cepirit di celana. Ia memanjat keluar dari celah sempit, hampir terjatuh saking paniknya. Napasnya memburu. Ia tak berani menoleh. Ia berlari hingga melewati dua blok bangunan, baru kemudian berhenti sambil memegangi lututnya.
“Nggak, nggak, nggak… aku nggak mau mati gara-gara ini!” Joe gemetar. Ia langsung mengambil ponselnya dan menelepon Andra.
“Bos… Bos Andra… aku udah ke lokasi yang Bos bilang…” suaranya bergetar.
“Hasilnya?” tanya Andra santai dari balik meja kerjanya.
“Bos…” Joe menelan ludah. “Markas itu… beneran ada mafia di dalamnya.”
Andra tertawa kecil. “Kau serius? Jangan bilang kau cuma ketakutan lihat gelap.”
Joe menggeleng cepat meski tidak terlihat. “Tidak, Bos! Aku lihat dengan mata kepala sendiri! Orang-orang berbadan kekar… dengan tato macan di lengannya!”
Andra langsung terdiam. Tato macan. Itu sama persis seperti yang pernah disebut Trista. Simbol kelompok Regan.
“Aku kabur, Bos,” lanjut Joe panik. “Kalau aku nekat mendekat, saya bisa dilenyapkan! Mereka itu bukan preman pasar biasa. Itu mafia asli, Bos! Mafia!”
Prot!
Mendadak terdengar alunan nada dari celah pantat Joe.
"Apaan tuh? Kau kentut?!" timpal Andra.
"Maaf, Bos. Aku kalau ketakutan emang biasanya selalu sakit perut," jelas Joe.
"Ada-ada saja kau ini. Baunya rasanya sampai sini!" keluh Andra.
“Bos…” suara Joe makin lirih. “Saranku… hati-hati. Kalau benar pacar istri Bos itu pemimpin mereka… berarti dia orang besar. Orang berbahaya.”
“…Oke,” jawab Andra akhirnya. Suaranya kecil namun tegang.
“Maaf, Bos. Aku nggak bisa lanjut. Aku nggak mau mati.” Klik. Sambungan terputus. Joe bahkan memblokir nomornya sendiri setelah itu karena takut dimintai tolong lagi.
Andra menatap ponsel di tangannya, wajahnya pucat. Dia memikirkan semua kejadian secara runut, tatapan tajam Tika, nada tegas Trista, dan sekarang laporan Joe yang ketakutan setengah mati.
“Jadi… selama ini Trista nggak bercanda?” bisiknya pada diri sendiri.
Untuk pertama kalinya sejak pagi, Andra merasa tengkuknya dingin. Bukan takut pada Regan, melainkan takut pada situasi yang telah ia masuki. Tanpa sadar, ia menggenggam pelipisnya.
“Tuhan… aku tidur dengan pacar dari bos mafia…”
Bukan hanya sekali. Tapi lebih dari itu.