Eilaria gadis yang hidupnya penuh tekanan kini harus mampu memutuskan hubungan dengan keluarga Drake, hanya saja Davian Drake tak akan bisa melepas Eila begitu saja. Bagaimana pria red flag itu mengejar mati-matian gadis kesayangannya? Akan kah Eila dapat menerima Davian bersama nya?
- WARNING !!! Kalian bisa membaca dari BAB 51 - BAB 58 jika tidak suka alur maju mundur.
Ini untuk mempermudah pembaca yang tidak suka cerita rumit. Terima kasih semua yang sudah support. BIG LOVE
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuan La, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
“Terdengar akrab. Apa kau selalu bersamanya?” Tanya Davian yang kini menuang segelas wine, terlihat aura nya semakin emosi memendam kecemburuan.
“Apa saja yang telah ia lakukan dengannya?”
“Apa kau menyukainya?”
“Dia membuatmu nyaman?”
Pertanyaan tersebut terbesit dalam benak Davian saat menatap Eila yang berdiri di hadapannya.
Eila menonaktifkan panggilan masuk agar tidak ada satupun yang menghubunginya malam ini. Ia paham Davian tidak suka ada orang lain yang menghubunginya jika mereka sedang berbicara berdua. Terlebih pembicaraan serius seperti saat ini.
“Sudah sejauh mana hubunganmu dengannya?” Tanya Davian kembali
“Dav… berhenti mengurus hidup pribadi ku. Kau dan aku memiliki kehidupan masing-masing.”
“Aku rasa kau lupa siapa dirimu Eil. Kau tunangan ku. Apa kau berhak mengatakan hal itu.“
“Kau bahkan tidak pernah menganggapku. Berhentilah mengatakan hal semacam itu, kau selalu membuat ku bingung dengan sikap mu.”
“Jadi katakan dengan jelas, apa kau akan mengakhiri pertunangan kita?” Tanya Eila kembali.
“Menurutmu?” Davian kembali menenggak wine nya.
BIP BIP BIP
Davian mengangkat panggilan di ponselnya, tanpa melepas tatapannya dari Eila.
“Tuan… Kau sudah lihat berita? Nona Naya membuat media gaduh.” Ujar Rey panik menghubungi Davian.
Davian berusaha tenang dan membuka link berita yang dikirim oleh Rey. Sederet foto skandal antara Davian dengan Naya, begitu juga ungkapan bahwa mereka sedang menjalin hubungan. Berita yang sama pernah terjadi sebelum Eila dan Davian bertunangan.
“Kau urus dia.” Jawab Davian dan mengakhiri panggilan itu.
PING
Ivy : Kau baik-baik saja? Kenapa aku tidak bisa menghubungi mu? Kau sudah tahu berita tentang Davian dan Naya kembali bersama?
Pesan singkat atas kekhawatiran Ivy saat itu karena melihat berita yang sama, hanya beberapa link berita yang dikirim Ivy untuk Eila. Namun semua mampu membuat Eila salah paham,
“Kemarikan handphone mu.” Rampas Davian saat melihat pesan masuk Ivy dari tabletnya.
Ia tidak ingin Eila membuka lebih jauh link berita tersebut.
Eila menghela nafas. Ia rasanya mual. Jantungnya berdegup kencang. Hal ini pernah terjadi dulu. Dan kini terulang kembali. Membuat rasa traumanya kembali muncul. Sebisa mungkin ia mengontrol dirinya.
“Aku masih tidak mengerti Dav. Kau tidak pernah menganggap pertunangan ini. Kau bisa mengakhirinya. Aku tidak akan menuntut keluarga Drake.”
“Kau kira semudah itu lepas dari keluarga Drake.”
Eila masih tidak mengerti. Ia terjebak dalam situasi sulit. Perjanjian paman Drake dengan sang Ayah. Membawa hidupnya dalam belenggu keluarga Drake.
“Selama kau bisa mengakhirinya semua akan berakhir, kau tidak perlu repot-repot mengasihi ku. Dan lagi kau dan Naya bisa bersama tanpa ada aku.”
“Heh… jadi kau cemburu padanya?”
Eila memejamkan matanya. Menahan air matanya agar tidak tumpah. Namun ia tidak mampu melakukannya. Sejujurnya ia tidak tahu cemburu atau tidak. Yang ia tahu, ia pernah mencintai Davian sangat mencintainya namun perasaannya hancur saat Davian selalu bertindak arogan dan menindasnya.
“Kembalikan handphone ku.” Pinta Eila dengan air mata yang jatuh tak tertahankan.
“Jawab aku?” Davian melempar ponsel Eila ke atas ranjang.
“Ya aku cemburu. Cemburu padanya yang bisa memiliki hidupnya sendiri. Cemburu padanya yang bisa terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Kau sudah dengar. Aku tidak bisa sepertinya.” Eila mulai kesal dan melangkah mengambil ponselnya sebelum akhirnya tangannya ditahan oleh Davian.
“Kehidupan seperti apa yang kau cari?” Tanya Davian, ia merasa selama ini sudah memberikannya semua fasilitas yang terbaik.
Rumah, mobil, uang, pakaian, makanan, pendidikan bahkan kesehatannya selalu menjadi prioritas Davian semenjak Eila menginjakkan kaki di kediaman Drake. Bahkan saat pindah ke kota ini, Davian memastikan Eila tidak kesulitan. Semua fasilitasnya terpenuhi.
“Perasaan apa yang belum kau ungkap?” Kembali Davian menanyakan maksud Eila.
Eila masih tidak menjawab. Bukankah wanita itu sudah sering mengatakan bahwa dirinya menyukai semua yang ada pada dirinya. Bukankah sikapnya sudah cukup menunjukkan perasaanya. Kenapa Davian masih mempertanyakannya.
“Kau menyukai dia?” Suara Davian terdengar dingin dan berat, “Apa yang telah dia lakukan sampai kau menyukainya?” Davian menarik Eila.
“Lihat dan jawab pertanyaan ku Eil.” Davian mencoba menahan agar emosinya tidak meledak.
Dengan derai air mata, Eila memberanikan diri menatap kedua mata Davian. Sorot mata yang ia sukai. Terlihat dari sorot mata Davian yang menatap Eila lekat-lekat.
“Aku menyukai mu Dav. Tapi hati mu bahkan bukan untuk ku. Kau hanya mengasihi ku. Semua sikap mu sangat menyakitkan ku.”
Ingin Eila mengungkapkan itu semua. Namun kenyataan yang terjadi sudah sering membuatnya kecewa.
“Selama tidak ada dirimu dihidupku, itu yang ku inginkan.”
Davian mendengar jawaban Eila kini sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Terdengar sangat menyakitkan untuknya. Davian tidak pernah menyatakan cintanya untuk Eila, namun semua tindakannya seharusnya wanita itu dapat memahaminya. Davian lebih mengutamakan tindakan dibandingkan kata-kata. Namun cara Davian mencintai Eila sering dianggap keliru oleh Eila.
Davian tersenyum miring mendengar ucapan Eila. Ia menarik tubuh Eila kedekatnya.
“Lalu siapa yang kau harapkan? Pria itu?” Tanya Davian menghapus air mata Eila.
“Bagaimana jika aku tidak ingin mengakhiri semuanya. Sejak awal kau memang untuk ku, bahkan sampai kau mati kau hanya untuk ku.” Davian menarik lembut rambut Eila yang tergerai.
Eila mulai ketakutan melihat sorot mata Davian yang berubah. Sorot mata yang akan menindasnya seperti biasa, namun kali ini terasa lebih keji.
“Maaf Eil, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Kau tahu aku tidak pernah menarik perkataan ku. Terlebih untuk mu.”
“Saat pertunangan kita, aku sudah katakan akan melindungimu. Maka akan aku lakukan dengan cara ku.” Davian mulai mengendus tengkuk leher Eila. Aroma tubuh yang ia rindukan.
“Aku kira dengan mengikutimu ke kota ini semua akan berubah, kita bisa memulai awal yang baik. Ternyata semua sama saja Eil. Kau masih tidak mengerti perasaan ku.” Ungkap Davian dalam hatinya.
“Davian hentikan…” Eila mendorong tubuh Davian, namun pria itu mulai mencengkram lehernya.
“Aku sudah berikan semua kehidupan yang diinginkan para wanita untuk mu Eil, tapi bisa-bisanya kau menginginkan hidup mu sendiri. Kau tidak layak untuk iri padanya.” Davian mulai mencium tengkuk leher Eila dan meninggalkan jejak merah disana.
“Dan kau masih bermain dengan perasaan mu.” Davian mencium lembut wajah Eila.
Eila dapat merasakan nafas berat Davian menerpa wajahnya.
“Perlu ku tegaskan pada mu, perasaan mu. Waktu mu. Bahkan tubuh mu. Hanya boleh untuk ku.” Davian kini dengan memaksa mencium bibir Eila, ia sangat geram mengingat perkataan Eila.
“Kau tahu ucapan yang keluar dari mulut mu tadi tidak pantas kau katakan pada ku.” Davian menggigit bibir Eila hingga terluka, memberinya pelajaran bahwa perkataannya menyakitkan untuknya.
“DAVIAAAN…”
PLAAAAK!!
Eila sekuat tenaga memberontak. Ia tak pernah semarah ini pada Davian hingga tubuhnya gemetar hebat. Tamparan keras itu juga menyakiti telapak tangan Eila. Eila bergegas mengambil ponselnya yang berada diatas ranjang. Ia ingin keluar dari rumah itu.
“Heh… Kau sudah mulai berani pada ku. Sejak kau bertemu dengannya kau sudah sering melawan ku.”
BRAAAK!!
Davian mendorong tubuh Eila dan menindihnya. Ia sudah cukup bersabar terhadap wanita ini, wanita yang selalu mampu membuatnya terbakar api cemburu. Ia selalu menahan gejolak keinginannya untuk mencium wanita itu, meski ia tunangannya Davian akan menunggu kesiapan wanita itu menerimanya. Tapi ternyata…