Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belajar Berjalan
Keesokan harinya Aldo tak pergi ke kampus. Ia akan di rumah untuk melakukan terapi kaki pada istrinya itu. Jadwal hari ini adalah membantu Arlin untuk berjalan pelan-pelan. Walaupun mungkin nanti sedikit sakit namun proses ini harus segera dilakukan. Nantinya akan ada Mama Nei dan Papa Tito yang akan ikut mengawasi begitu pula dengan Kei yang menyemangati.
"Mama, angan nyelah. Da Kei dicini yang celalu ngin mama alan agi" seru Kei.
Kini mereka semua ada di halaman belakang rumah dengan Kei bersama dengan kedua orangtua Aldo duduk di gazebo. Sedangkan di dekat gazebo, Aldo tengah berusaha membuat Arlin berdiri sendiri tanpa pegangan apapun. Sedangkan Arlin sendiri kini masih memeluk erat leher Aldo karena belum berani untuk berdiri tegak. Padahal Kei dan Aldo sudah menyemangatinya namun dirinya masih takut apabila nanti malah jatuh.
Pasalnya ini berdiri saja masih dengan adanya tumpuan tubuh Aldo, Arlin merasa begitu kesakitan. Apalagi jika nantinya tak ada tumpuan apapun ditangannya dan harus berdiri sendiri. Kakinya ini terasa berat bahkan di telapaknya merasakan ada lem kuat sehingga tak bisa digerakkan untuk melangkah.
"Ayo pelan-pelan saja. Bisa dimulai pegang bahuku dulu baru nanti aku lepaskan pelan-pelan" instruksi Aldo.
Bahkan kini tiba-tiba saja Aldo langsung merenggangkan lilitan tangan Arlin dari lehernya. Meletakkan kedua tangannya pada bahunya kemudian sedikit menjauh dari istrinya itu. Arlin terlihat begitu panik melihat suaminya sedikit menjauh padahal kakinya sama sekali belum bisa ia angkat.
"Jangan panik, Arlin. Percaya sama Aldo kalau dia takkan membiarkanmu jatuh" teriak Mama Nei.
Sedari tadi mereka terus memperhatikan sesi terapi ini. Menurut Papa Tito, sudah benar cara Aldo memberikan terapi ini. Namun melihat kepanikan dari Arlin tentunya ia belum percaya pada suaminya itu. Kemungkinan besar ketakutan Arlin ini begitu mendominasi sehingga tak percaya pada suaminya sendiri.
"Kakinya berat, mama" adu Arlin dengan mata berkaca-kaca.
"Nggak papa, itu emang awalnya kaya gitu. Tapi harus dilatih terus biar nggak kaku. Ayo semangat... Emangnya kamu mau kaya gini terus" seru Mama Nei memberi semangat pada menantunya itu.
"Ayo mama. Anti talo bica alan, ita alan-alan ke lual negli cama oma dan opa" seru Kei sambil bertepuk tangan ceria.
"Papa ajak juga dong Kei. Masa cuma oma dan opa saja" keluh Aldo membuat Kei tertawa.
Ia bahagia karena dengan sorakan seperti ini saja ia bisa berinteraksi dengan kedua orangtuanya. Bahkan kini oma dan opanya langsung memeluknya dengan erat seakan bahagia dengan perubahan ini. Arlin terkekeh geli sehingga melupakan rasa sakit yang ia alami sejak tadi. Bahkan tanpa ia sadari, Arlin sudah melepaskan kedua tangannya untuk menutup mulutnya saat tertawa.
Melihat hal ini tentunya Aldo dan kedua orangtuanya langsung saja membulatkan matanya. Sedangkan Arlin sendiri masih tertawa tanpa menyadari posisinya sekarang. Aldo langsung menjauh dari Arlin membiarkan istrinya itu bisa menyamankan posisinya dalam berdiri.
"Arlin, semangat terus berdirinya" seru Mama Nei dengan mata berkaca-kaca.
Tentunya ia begitu bahagia saat menantunya sudah mampu berdiri dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan Arlin sendiri langsung menghentikan tawanya kemudian menyadari kalau dirinya berdiri tanpa ada pegangan dari suaminya. Bahkan Aldo langsung tersenyum saat Arlin melihat kearahnya dengan tatapan tak percaya.
"Arlin udah bisa berdiri sendiri" serunya dengan pancaran mata yang bahagia.
"Iya, ayo coba angkat kakimu lalu tapakkan lagi ke tanah" titah Aldo.
Arlin dengan semangat menganggukkan kepalanya mengerti. Apalagi kini ada banyak dukungan dan dorongan dari orang-orang terdekatnya membuatnya bisa melupakan rasa sakit juga takutnya. Ia harus percaya pada Aldo yang nantinya akan menjaganya. Kalau pun ia jatuh, pasti Aldo takkan membiarkan tubuhnya menyentuh tanah. Terutama Kei yang harus ia bahagiakan setelah bisa berjalan nantinya.
Arlin langsung mencoba mengangkat sebelah kakinya kemudian meletakkan kembali pada tanah. Tentunya Arlin harus menahan rasa sakit dan takutnya demi bisa melakukan ini. Melihat tatapan Aldo yang begitu meyakinkan, dengan kekuatan penuh akhirnya Arlin mulai melangkahkan kakinya pelan-pelan.
"Cemangat mama..." teriak Kei sambil menggerakkan kedua tangannya keatas.
Bahkan Mama Nei juga ikut mengepalkan kedua tangannya keatas. Arlin yang melihat itu tentunya sangat bahagia kemudian kini terus mencoba melangkahkan kakinya. Ada rasa sedikit sakit dengan wajah bercucuran keringat, namun ia terus mencobanya. Saat akan terjatuh, Arlin memberi kode pada Aldo untuk membantunya agar ia bisa belajar menyeimbangkan langkahnya.
"Kalau capek, istirahat dulu" ucap Aldo yang sudah melihat wajah istrinya bercucuran keringat itu.
Arlin menganggukkan kepalanya kemudian Aldo mendekati istrinya itu kemudian menggendongnya. Aldo berjalan kearah gazebo dengan Arlin yang berada pada gendongannya. Arlin segera diletakkan diatas karpet kemudian disuguhi air minum oleh Kei.
"Ni uwat mama yang cudah cemangat telapi" ucap Kei dengan senyuman manisnya.
Kei menyerahkan sebuah gelas berisi jus jeruk membuat Arlin menerimanya dengan senang hati. Arlin mengucapkan terimakasih kemudian meminumnya. Dirinya begitu lega karena telah menyelesaikan sesi terapi kali ini dengan baik. Ia beruntung berada dalam tubuh Arlin asli karena selalu dikelilingi oleh orang-orang baik.
"Mamana Kei ebat anget. Cemangat telus mama" ucap Kei yang kini berdiri kemudian mengusap dahi mamanya yang masih basah dengan keringat menggunakan tisue.
Perlakuan Kei ini membuat semua yang melihatnya begitu bangga. Ternyata dibalik sifatnya yangg cuek dulunya, bocah cilik itu mempunyai kepekaan yang tinggi. Apalagi mamanya yang sedang kelelahan itu dengan perlakuan lembutnya, kelak Kei bisa jadi malah mempunyai rasa simpati yang tinggi.
"Terimakasih sayangnya mama. Do'akan dan semangati mama terus ya biar bisa cepat jalan" ucap Arlin setelah menghabiskan minumannya.
"Ciap mama. Potokna mama ndak boleh nyelah" ucap Kei kemudian memeluk mamanya dari samping.
Arlin langsung saja membalas pelukan itu kemudian mengelus lembut rambut anaknya. Sedangkan Mama Nei yang gemas dengan pasangan ibu dan anak itu langsung ikut mengelus rambut orang yang duduk disampingnya yang tak lain adalah Aldo. Selain mengelus rambut Aldo, Mama Nei juga menarik-nariknya membuat laki-laki itu kesal bukan main.
"Mama, jangan jambak-jambak rambut Aldo. Bisa botak nih nanti kepala" kesal Aldo.
Mama Nei yang baru sadar pun langsung saja melepaskan jambakannya itu. Mama Nei hanya bisa cengengesan melihat Aldo yang kini memberengut kesal. Tentunya Mama Nei tak menyadari karena terlalu gemas melihat pemandangan didepannya.
"Habisnya gemas itu lho" ucap Mama Nei dengan tatapan bersalahnya.
"Gemas boleh, tapi jangan asal jambak rambut orang. Tuh jambak aja rambut papa" ucap Aldo sambil menunjuk kearah papanya yang tengah menatap sinis padanya.