Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25.
Belum sempat Bima menjawab apapun, kini dia di buat semakin gemetar dengan kemunculan kedua mertuanya dari dalam kantor direktur.
Sarah semakin melebarkan seringainya melihat wajah pias Bima. Sedang Tuan Bryan dan Nyonya Ellen kini berdiri angkuh di hadapannya.
"Wah, wah, wah. Lihatlah siapa yang baru datang ke kantor di saat hampir jam pulang begini. Dari mana saja kamu, Bima?" hardik Nyonya Ellen selalu pemilik asli perusahaan tersebut.
Bima tercekat, dan menunduk dalam tak berani membalas tatapan tajam kedua mertuanya yang bahkan tampak lebih seram ketimbang hantu.
"Sepertinya anak ini memang sudah sangat bosan bekerja untukmu, Sayang." Tuan Bryan menyindir seraya merangkul Nyonya Ellen dalam dekapannya.
Sarah berdecih. "Mas Bima bilang dia baru saja bertemu klien Mom, Dad."
Bima menatap Sarah dengan cemas, raut wajahnya benar-benar menunjukkan kalau dia ketakutan.
Tuan Bryan menaikkan sebelah alisnya dan terkekeh pelan sambil mengkode sang istri.
"Apa benar begitu, El?" kini Nyonya Ellen beralih bertanya pada sekretarisnya Bima yang sejak tadi hanya diam membisu tak berani bicara itu.
Elina baru saja hendak membuka mulutnya saat dengan cepat Nyonya Ellen kembali menyambar ucapannya.
"Jangan berani mengucapkan kata-kata bohong, kalau kau tidak mau berakhir di balik jeruji besi. Ingat! Tidak hanya satu tapi aku punya banyak sekali bukti kecurangan kalian di perusahaan ini. Setidaknya ringankanlah sedikit hukumanmu dengan berkata jujur kali ini," tekan Nyonya Ellen tegas.
Elina bergetar, dia sama sekali tidak menyangka kalo main-main dengan orang setua Nyonya Ellen masih saja bisa membawanya ke penjara. Padahal selama ini dia selalu memastikan kalau permainannya sudah aman, tak menyangka kalau ternyata masih ada celah membongkarnya.
"Jawab, El!" sergah Nyonya Ellen saat tak kunjung mendapati jawaban dari Elina.
Elina terjingkat saling terkejutnya, wajahnya sudah pias tak jauh berbeda dengan kondisi Bima.
"Saya ulangi, apa benar Bima pergi untuk menemui klien?" ulang Nyonya Ellen kesal, sampai wajahnya sedikit memerah.
Tuan Bryan mengusap pelan lengan istrinya agar kemarahannya masih bisa terkendali, akan lain ceritanya kalau sampai Nyonya Ellen lepas kendali.
"Ti- tidak, Nyonya." Elina menyahut lirih dengan badan gemetar.
Bima menatap Elina dengan tajam, wajahnya terlihat begitu syok karna tak menyangka pada akhirnya Elina sendiri yang membongkar rahasianya.
Nyonya Ellen tersenyum menyeringai, dia melepas rangkulan suaminya dan berjalan mendekati Elina yang tubuhnya tampak masih bergetar.
Sarah sendiri mendekati Bima dan menepuk bahunya agak keras sampai dia terjingkat saking kagetnya. Sarah menyeringai lebar di depan wajah Bima yang entah bagaimana tampak begitu menakutkan di matanya.
"Bagus, El. Setidaknya itu akan bisa mengurangi beberapa bulan dari hukuman yang akan kau terima nanti," desis Nyonya Ellen di sebelah telinga Elina.
Elina mendelik ketakutan dan lekas berlutut di kaki Nyonya Ellen.
"Tidak, Nyonya! Tolong jangan penjarakan saya, kasihan ibu saya hanya punya saya, Nyonya. Maafkan saya karna terlalu menuruti perintah Pak Bima yang sesat, saya hanya di suruh Nyonya. Saya mohon maafkan saya!"
Bima yang tak terima namanya di bawa-bawa lekas menuding Elina dengan mata melotot. "Hei karyawan rendahan! Apa maksud mu membawa-bawa namaku hah?"
Nyonya Ellen mengangkat sebelah tangannya sebagai tanda agar Bima diam.
"Stop! tidak ada yang menyuruhmu bicara. Jadi diam dan dengarkan saja, sekali lagi aku dengar kau menyela maka jangan salahkan aku kalau kepalamu tak lagi berada di tempatnya," ancam Nyonya Ellen tak main-main.
Bima menelan ludahnya dengan susah payah, sembari memegangi lehernya membayangkan kalau itu sampai terlepas dari tempatnya. Bima bergetar, dia tidak peduli walau kini tangan Sarah masih ada di bahunya dan bisa merasakan betapa hebat getaran di tubuhnya yang ketakutan.
Nyonya Ellen kembali fokus pada Elina. "Melakukan korupsi, menggelapkan dana perusahaan, manipulasi data perusahaan, manipulasi absen kehadiran, kebohongan yang berkali-kali, menutupi kejadian sebenarnya, mendukung dan membantu Bima melakukan hal haram, bahkan masuk dan keluar kantor sesuka hati. Apa semua itu pantas mendapat maaf, Elina?"
Elina tergugu di bawah kaki Nyonya Ellen, masih pada posisi bersimpuhnya dan tak berani beringsut sedikitpun.
"Maafkan saya, Nyonya. Saya hanya di suruh, semua itu bukan murni keinginann saya. Saya melakukannya karna butuh uang untuk pengobatan ibu saya, Nyonya. Saya mohon kasihanilah saya," Isak Elina menghiba.
Bima memejamkan matanya frustasi, ingin berteriak di depan wajah Elina agar dia berhenti bicara namun ancaman Nyonya Ellen benar-benar membuatnya tak berani berkutik. Di tambah kini ada Sarah dan Tuan Bryan yang begitu lekat mengawasinya.
"Jadi kamu di suruh? Oleh si Bima ini?" tanya Nyonya Ellen.
Elina mengangguk berulang kali sampai air matanya menetes di lantai.
"Iya, iya Nyonya itu benar!"
Nyonya Ellen berdecih. "dan dengan bodohnya kau mau kan? jadi sama saja sebenarnya kau dan juga dia. Sama-sama harus di hukum." Nyonya Ellen mencondongkan tubuhnya ke arah Elina dan mengangkat dagunya tinggi sampai Elina harus mendongak.
Nyonya Ellen menghempas dagu Elina, sampai wajahnya terlempar dan rahangnya serasa lepas dari tempatnya. Sakit sekali, namun Elina hanya bisa menangis terisak dan tak mampu bicara lagi.
Nyonya Ellen beralih pada Bima, manata tajamnya seakan menghujam ke jantung Bima, membuatnya serta merta menundukkan kepalanya dalam.
"Dan kau!" Nyonya Ellen menuding kening Bima sampai kepalanya kembali mendongak.
"Kau dalang semua ini kan? maka kau juga harus berani bertanggung jawab untuk semua kerugian yang perusahaan ini alami karna kegobl*kanmu\, dasar bedeb*h sial*n. Kau pasti tidak menyangka kan? Kalau wanita tua ini bisa mendapatkan semua bukti konkret untuk bisa menyeretmu dan menjebloskanmu ke dalam penjara?"
Tubuh Bima menggigil, dia tak menyangka kalau semuanya akan jadi seperti ini. Sangat sangat jauh dari ekspektasinya, kini jangankan mendapat harta bisa tetap menjadi suami Sarah pun dia sudah pesimis.
"To- tolong, jangan penjarakan aku, Mom. Aku masih menantu Momy kan? Aku masih suami sah dari Sarah," cicit Bima memohon.
Nyonya Ellen berdecih, begitu juga Sarah yang langsung membuang muka karena muak.
"Apa kamu bilang? suami? suami macam apa yang bisa tidur dengan wanita lain sedangkan dia sudah punya istri hah?" tekan Nyonya Ellen sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Bima yang tampak semakin pias.
"Ta- tapi, Mom. Bima bisa jelaskan, ini semua pasti hanya salah paham." Bima masih mencoba membela diri, dia tak rela jika harus berakhir seperti ini.
Tuan Bryan jengah, dan dengan sekali pukulan dia bisa membuat Bima terjengkang ke belakang dengan bibir mengeluarkan darah segar.
"Salah paham kamu bilang? apa kami harus mengulang kembali rekaman memuakkan yang menjadi bukti perkataan istriku tadi hah?" Tuan Bryan mencengkram kerah kemeja Bima dengan wajah merah padam.
"Tapi ... tapi ...."
"Sudahlah, Mas. Berhenti bersandiwara dan lekas ceraikan aku, aku sudah lelah bermain-main dengan orang bod*h seperti mu asal kau tau!" tegas Sarah buka suara.