Gavin Mackenzie Sebastian
Saudara kembar Gianna Mackenzia Sebastian. Pewaris tahta dari Sebastian group. Liar, nakal dan tidak tahu aturan.
Karena kesalahan yang terus ia ulang dan perbuat membuat ia di usir dari rumah. Hidup terlunta-lunta tanpa uang dan harus membiayai kuliahnya sendiri sebagai syarat untuk dia mewarisi perusahaan Sebastian group.
Tanpa uang di luaran sana ia di hina dan direndahkan. Semua orang merendahkan dia, dan kekasihnya pun menghianati cintanya.
Lalu, apakah nanti Gavin bisa menyelesaikan hukuman dari sang Papa, dan membalaskan semua perlakuan menyakitkan dari teman-temannya?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EgaSri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SP 25
Gavin kini sedang duduk sedikit bersandar di atas ranjang rumah sakit. Ia menatap pada Kaylee yang mengupaskannya apel.
"Kay ... aku mau jelasin ke kamu," Gavin kini tidak tahu lagi harus bagaimana. Kaylee tetap bersikap biasa saja padanya, tapi hanya sedikit lebih dingin saja dari biasanya.
"Jelasin apa? Sudahlah, kita bicarakan nanti saja!" ucap Kaylee yang membuat Gavin menatap Kaylee pasrah.
Gavin sudah berusaha untuk bicara dengan Kaylee tapi kekasihnya itu mengatakan tidak usah sekarang saja, namun ia bersikap dingin pada Gavin, walaupun Kaylee melayani Gavin dengan baik.
"Aku setelah ini akan ke kantor, jaga diri baik-baik! Cepat sembuh supaya aku bisa nonjok kamu!" Kaylee menyuapi Gavin pada potongan apel yang terakhir.
Gavin diam, ia menatap Kaylee dengan tersenyum.
"Marahnya jangan lama-lama, ya, Sayang. Nanti tambah cantik, dan aku semakin tergila-gila sama kamu," ucap Gavin saat Kaylee masih bersikap dingin padanya.
Mendengar ucapan Gavin, Kaylee menatap pemuda itu lama.
"Cih!" decih Kaylee, ia mengambil jaketnya dan keluar dari ruangan itu.
Senyuman Gavin memudar saat ternyata Kaylee benar-benar marah padanya. Padahal di luar ruang rawat Gavin, Kaylee melonjak kegirangan karena di goda seperti itu oleh kekasihnya.
"Dasar buaya, bisanya ngebaperin anak orang aja!" rutuk Kaylee kesal, tapi ia tetap memegangi pipinya yang memanas.
***
"Halo, Abang Gavin. Setelah sekian tahun kita gak ketemu, ternyata Lo makin jelek aja," Gavin menoleh ke arah Gianna dan juga Gracia yang membuka pintu kamar ruang rawatnya.
Gavin menatap kesal pada Gianna yang mengatainya jelek itu.
"Ngapain Lo kesini?" dengus Gavin pada saudara kembarnya itu.
Gianna mengangkat alisnya sebelah, "Mau liat penderitaan, Lo!" jawabnya. Lagi-lagi Gavin mendengus mendengar perkataan saudari kembarnya itu.
"Biadab, Lo!" ketus Gavin. Gianna tertawa saat melihat Gavin yang kesal.
Sedangkan Gracia kini mengambil kursi untuk ia duduki di samping Gavin.
"Ternyata bener, Kak, kalau Abang Gavin makin jelek," ucap Gracia yang membuat Gavin langsung menoleh ke arah adik bungsu kesayangannya itu.
"Apa kamu bilang? Abang jelek?" tanya Gavin tajam.
Gracia mengangguk, "Makin dekil," jawabnya lagi.
Gavin ingin menggeplak kepala adik bungsunya itu, tapi ia tidak punya tenaga lebih. Dan kalau nanti ia semakin bergerak, maka lukanya akan terbuka lagi.
"Liat nanti kamu, ya." dengus Gavin mengancam dan itu malah membuat Gracia tertawa.
Gianna mengambil anggur yang ada di atas meja ruang rawat Gavin, dan memakannya sendiri buah yang berwarna ungu itu.
"Kirain buat gue, Na!" dengus Gavin pada saudarinya itu.
"Ya kali?! Gue gak sebaik itu," ucap Gianna, dan memakan buah anggurnya itu dan melambatkan gerakannya seakan sedang menggoda Gavin.
"Lagian Lo ngapain, sih, kesini? Kedatangan Lo itu bikin gue lama buat sembuhnya!" ucap Gavin sarkas.
Gianna mencibir, "Gue kesini mau mastiin, Lo masih idup apa enggak. Itu aja," jawabnya, memakan lagi buah anggur tadi membuat Gavin semakin menatapnya dengan kesal.
"Cia, ambilin Abang buah anggur juga, dong," ucap Gavin pada Gracia.
Gracia mengangguk, kemudian ia bangkit dan berjalan menuju meja yang di atasnya diletakkan buah anggur itu.
"Ni, Bang!" ucapnya. Menyerahkan anggur itu beserta keranjangnya.
"Ya kali Abang megangin ini, Cia. Kan berat!" Gavin menatap kesal pada Gracia yang tertawa.
Gracia mengambilkan beberapa buah anggur dan meletakkannya di atas tangan Gavin.
"Oh, iya. Arsene mana?" tanya Gavin, sembari memakan buah anggur yang ada di tangan itu.
"Ngapain Lo nanyain batu itu?" tanya Gianna kesal.
"Lah, kok ngamok?" ucap Gavin.
Apa selama beberapa tahun ini, Gianna masih belum bisa menerima Arsene?
Ya tapi ... menurut Gavin itu wajar saja, sih. Karena Arsene selalu bersikap datar dan juga dingin pada Gianna. Sampai Gianna sendiri malas berada di dekat laki-laki dengan IQ yang tinggi tersebut.
"Ngamok apaan? Siapa yang ngamok?" kesal Gianna
Entah kenapa, setiap kali menyinggung soal Arsene, ia selalu saja kesal. Gianna sendiri pun bingung. Apa karena Arsene selalu mengabaikannya?
"Elo, lah, siapa lagi!" kesal Gavin.
Gianna mengangkat bahunya. "Gak!" jawabnya.
***
Gavin kini duduk di kursi tunggu rumah sakit. Ia sudah pulih, setelah beberapa hari menginap di sana.
"Pa ... Gavin mau balik ke kosan aja, ya?" ucap Gavin.
Julian yang berdiri di depan Arsene itu mengangkat alisnya.
"Kenapa gitu? Hukuman kamu, kan, sudah selesai," ucap Julian bingung.
"Belum, Pah! Ada sesuatu yang harus aku selesaikan dulu!" ucap Gavin. Ia menatap pada Arsene yang hanya diam saja.
Gavin sudah menyuruh Arsene untuk tidak menangkap Owen dan teman-temannya terlebih dahulu. Karena Gavin sendiri ingin membalaskan dendam pada mereka.
"Urusan apa? Papa bisa bantu," ucap Julian.
Gavin menggeleng, "Bukan apa-apa, Pa," jawab Gavin.
Julian menghela napas, "Sen, kamu tahu urusan apa?" tanya Julian menoleh ke arah Arsene.
Dengan menggeleng Arsene menjawab pertanyaan Julian. Hingga membuat Julian mendesah.
"Oke, biar Arsene yang antar kamu!" putus Julian akhirnya.
Gavin tersenyum.
"Motor kamu mau di ganti sama mobil atau gak?" tanya Julian.
Julian masih trauma dengan kejadian yang menimpa Gavin, anaknya itu.
"Gak, Gavin pake motor aja," jawab Gavin. 'Sekalian bisa terus modusin, si Keli,' sambung Gavin dalam hatinya. Ia tertawa mesum.
"Ya sudah, tapi sekarang Arsene yang antar kamu dulu!"
***
"Sudah sembuh kamu, Vin?" tanya Ibu kos saat Gavin masuk ke dalam area rumahnya.
"Sudah, Buk," jawab Gavin singkat. Ia melirik sekilas pada anak ibu kostnya itu yang sedang membersihkan bunga.
Gavin sudah menyuruh Arsene untuk langsung pulang ketika ia turun dari dalam mobil. Motor Gavin juga sudah terparkir dengan baik di depan halaman, dan juga kunci kosan sudah ada padanya.
"Syukurlah, maaf kalau ibuk gak bisa jenguk kamu," ucap Ibu kos tersebut dengan sungkan.
"Enggapapa, Buk. Saya ke atas dulu, mau istirahat lagi," ucap Gavin.
Wanita paruh baya itu mengangguk mempersilahkan Gavin untuk naik ke atas.
Setelah Gavin naik dan masuk ke dalam kamarnya, ibu kos tadi menoleh ke arah anaknya.
"Gimana? Kamu suka, gak?" tanya ibu tersebut, menggoda anak gadisnya itu.
"Suka, Buk. Makin cakep, gak kayak dulu, dekil," ucap anak ibu kos tersebut.
"Makanya, usaha buat dapetin dia, jangan diam aja," ucap ibu tersebut, dan anaknya mengangguk.
"Dengan hati-hati, Gavin merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Gavin rasa, kalau kasur yang ia tiduri ini sangat empuk, sangat berbeda dengan biasanya.
"Pasti Papa suruh Arsene buat gantiin!" ucap Gavin saat ia merasakan kalau itu adalah spring bed yang berukuran kecil.
Gavin membuka ponselnya yang sudah dikembalikan oleh Arsene. Papanya bilang, kalau Gavin sudah boleh memakai semua fasilitas yang dia dapatkan dulu.
Gavin tersenyum sinis saat melihat pada ponselnya itu.
"Kita lihat, Owen, gimana Lo bakal hancur di tangan gue!!" ucap Gavin, dengan senyuman iblisnya.
***
Happy reading, semoga suka!
dari awal bab sampai bab ini authornya typo.. kadang juga nama Gavin jadi Julian... sebagai pembaca kita membenarkan sendiri aja.. maklum pasti authornya lagi capek jadi gak sempat revisi usai ngetik... tapi novel author keren aku suka... author yang semangat dan jangan lupa bikin banyak karya lagi.. oh iya thor,,, aku juga sangat suka baca novel System.. semoga author bisa bikin karya tentang System... kabarin aku ya Thor... aku padamu Thor.
aku mau lanjut baca lagi aahh😘😘