NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

030. Lovebird

Mar mengerjap. “Duda?” ulangnya. Kepalanya miring ke kiri untuk berpikir. “Saya rasa Gita nggak pernah ada masalah dengan status seorang pria. Entah itu duda atau lajang.”

Mata Harris membulat senang. “Oh, Gita tidak masalah …?”

Mar mengangguk. “Gita tidak masalah. Mungkin yang masalah soal status duda itu ibunya Gita.”

Harris yang tadi menegakkan tubuh kembali menghempaskan punggungnya ke kursi. Mulutnya mengerucut. “Ibunya bakal mempermasalahkan, ya?”

“Bisa jadi,” sahut Mar dengan wajah serius. Gita yang berada dalam tubuh Mar lantas terpikir soal ibunya. Apa kabar ibunya dalam beberapa hari terakhir? Walau tidak tinggal serumah, setiap akhir minggu ia rutin mengunjungi ibunya. “Apa pertanyaan Bapak udah selesai?”

“Belum…belum selesai. Masih ada hal penting yang mau saya tanyakan. Bukan soal orang yang mengambil peranan penting penyebab Gita melompat ke sungai, tapi….”

Mar tiba-tiba berdiri. “Saya udah ngomong berkali-kali kalau Gita nggak lompat ke sungai. Belum. Belum lompat. Seorang laki-laki merampas tas yang dipakai Gita dan dia mempertahankan tas itu sampai didorong jatuh. Gita terpikir untuk melompat, tapi Gita belum melompat.” Air mata Mar menggenang.

Harris terpukau dengan hal yang disampaikan Mar. “Didorong perampok?” Harris mengamati perubahan reaksi Mar saat menyangkal Gita melompat ke sungai.

Mar mengangguk. “Gita sempat ngeliat siapa yang dorong. Jelas. Laki-laki itu ….” Mar diam. Memalingkan wajahnya ke tempat lain untuk menimbang-nimbang.

“Siapa? Saya akan bantu Gita untuk memprosesnya ke kepolisian.”

Mar memandang Harris. Sedikit bingung menyampaikan kekhawatiran yang ia rasakan sejak mengetahui bahwa Samsul adalah suami Mar. “Gimana kalau … suami Mar yang melakukan kejahatan itu? Saya khawatir Jaya, Hasan juga Mar sangat kecewa. Bisa jadi Mar masih cinta suaminya. Lagipula … nggak ada bukti sampai Gita bisa bangun menceritakan itu.” Suara Mar sangat pelan. Pada kalimat-kalimat akhirnya Harris sampai harus mencondongkan tubuh untuk mendengar ucapan Mar. “Aku ... bingung.”

Kata penutup dari mulut Mar yang sangat ambigu bagi Harris membuat pria itu kembali berpikir.

Kerasukan itu adalah salah satu dari beberapa kemungkinan yang Harris pikirkan. Mar yang berang karena ia menyebut nama Rama dan Monic malah membuat Harris semakin yakin bahwa wanita yang berdiri di depannya bukan orang yang sama. Mungkin arwah Gita sangat dendam dengan dua orang yang mengkhianatinya itu, pikir Harris. Ia harus berpura-pura tetap menganggap bahwa Mar adalah Mar yang biasa menjaga putrinya.

“Mar …,” panggil Harris hati-hati. “Bisa duduk kembali?” Harris menunjuk kursi yang tadi ditempati Mar. Wanita itu kembali duduk tanpa banyak protes.

“Udah sore, Pak. Saya mau ngeliat Chika. Mau siapin air mandinya dan bawa turun untuk nyemil sore. Ada lagi yang mau bapak sampaikan?” Pertanyaan-pertanyaan Harris hari itu membuat Gita yang berada dalam tubuh Mar banyak berpikir. Soal ibunya, soal Samsul yang mencelakainya, soal skors pekerjaannya, juga soal sakit hatinya yang belum sembuh pada Rama.

“Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Gita? Saya tulus ingin membantu saudara kamu, Mar. Saya tidak ada motif lain. Kamu percaya?” Harris bicara dengan nada tenang. Mencoba membujuk sosok wanita yang menatapnya menggunakan raga Mar.

Mar tidak bereaksi. Diam menautkan pandangan di sepasang mata Harris. Mengorek ketulusan dari pria lain yang menawarkannya perlindungan.

“Saya akan melindungi kamu dari orang yang ingin menyakiti kamu …. Mar. Saya rasa tidak punya alasan untuk tidak bersimpati pada seorang Gita yang terbaring di ruang ICU tanpa sanak saudara atau teman yang mengunjunginya. Termasuk … dua orang yang….”

“Saya memutuskan untuk percaya pada Bapak.” Mar memberanikan diri untuk terus menatap Harris. Dalam kondisi seperti ini mempercayakan Harris untuk membantunya keluar dari masalah sepertinya layak dicoba.

Andai Harris membohongi Mar, aku rasa itu bukan masalah besar. Aku juga nggak akan percaya Harris seratus persen.

“Apa yang bisa saya bantu … Mar?”

“Mobil Gita, Pak. Udah kelamaan di stasiun. Bisa dibantu untuk—”

“Mobil Gita? Sebentar,” Harris mengecek ponselnya sama semenit. “Mobil Gita sudah tiba di halaman. Kamu bisa cek sekarang.”

Mar melonjak dari duduknya. “Serius?” Lupa mengucapkan terima kasih, Mar langsung pergi meninggalkan Harris. Setengah berlari menuju halaman demi membuktikan perkataan Harris barusan.

Kalau benar … kalau benar Harris udah ngambil mobilku. Berarti Harris nggak main-main soal bantuan yang ditawarkannya. Berarti Harris ….

Setelah bersusah payah membuka kunci pintu depan yang sedikit rumit akhirnya Mar menghentikan langkahnya di teras.

“Berarti Harris bisa dipercaya,” ucap Mar dengan napas tersengal. Ia melihat mobil Gita yang mungil terparkir di halaman Harris. Persis di sebelah sedan mewah milik pria yang menawarkan Gita bantuan.

Mar mendekati mobil Gita sambil membekap mulutnya. “How are you, Dear? Kamu nggak kesepian kan selama di stasiun. Maafin aku ya ….” Mar memutar mobil dan berhenti untuk membuka pintunya. “Terkunci,” ucapnya.

“Butuh kuncinya?” Harris tiba di teras dan melambaikan tangan. Mar berbalik senang menghampiri Harris. Namun, sebelum tangan Mar meraih kunci, Harris kembali menariknya. “Tapi saya butuh mendengar sesuatu,” kata Harris.

“Saya percaya Pak Harris,” ujar Mar, menyambar kunci mobil dari tangan Harris dengan gerakan sangat cepat.

Harris yang tak kalah cepat kembali menjauhkan kunci. “Sampaikan pesan saya pada Gita,” tangannya terangkat memegang kunci, “jangan terlalu lama tidur. Gita harus cepat bangun agar syaraf motoriknya bisa pulih dengan cepat.”

“Akan saya sampaikan,” kata Mar, melompat agar tangannya bisa meraih kunci dari Harris.

Mar melupakan tentang Harris yang menebak-nebak siapa dia yang sebenarnya. Mar membuka mobilnya dan masuk ke dalam memeluk setir. “Ah … lega banget ada bagian dari diriku yang bikin aku ngerasa diriku sendiri masih ada.” Mar menutup pintu mobil dan menyalakan mesinnya. Sejenak mengabaikan Harris yang masih berdiri di teras. “Ya, Tuhan … aku rindu menjadi diriku sendiri. Aku mau jadi Gita lagi.” Mar membenamkan wajahnya dan terisak.

Matahari yang mulai tenggelam menjadi saksi bagi jiwa Gita yang memohon untuk dikembalikan ke tubuhnya. Harris melihat pemandangan itu hanya sebentar. Selebihnya ia meninggalkan sosok yang dikenalnya sebagai Mar menangis menumpahkan keluh kesah. Ia memberi Mar ruang untuk privasinya.

*****

Bukan hal yang sulit bagi Harris untuk mendapatkan informasi soal Gita. Awalnya ia hanya penasaran tentang alasan wanita itu bisa terjatuh dari jembatan. Tapi semakin banyak mencari, ia semakin penasaran.

Tentang mobil Gita, ia mendapatkan infonya dari Yunita. Wanita bernama Gita tinggal di sebuah apartemen mungil satu kamar dan sehari-hari berangkat kerja menggunakan city car bermesin 1000 CC berwarna hitam. Kredit mobil tersebut baru lunas bulan lalu. Satu-satunya harta yang bisa disebut sudah menjadi milik Gita sepenuhnya karena apartemen masih tersisa enam tahun cicilan.

Banyak sekali agenda yang ingin dikerjakan Harris hari itu. Salah satunya yang paling penting adalah mengirimkan salah satu dokter terbaik yang merupakan kenalannya. Ia ingin mengetahui kondisi Gita. Ia juga ingin mengunjungi satu tempat yang berhubungan dengan Gita. Ide itu muncul saat kemarin berbincang dengan Mar. Tapi belum lagi sempat melakukan itu, seorang pria mendatanginya di kantor.

“Ris! Kamu mau keluar? Bisa bicara sebentar?” Pria enam puluh tahun salah satu pemegang saham perusahaan mencegat Harris di depan kantornya.

“Pak Rachmat … long time no see,” sambut Harris, mengulurkan tangan pada pria bersetelan jas di depannya. “Terakhir ketemu empat atau lima bulan yang lalu ya?”

“Empat bulan yang lalu. Kamu ada waktu sore ini? Saya mau ngobrol soal usulan pembukaan cabang baru. Karin minta saya buat bantu kamu.” Pak Rachmat menepuk-nepuk lengan Harris.

Harris melirik jam di pergelangan tangannya. “Bukannya saya sudah ngomong ke Karin kalau dalam beberapa semester ke depan perusahaan belum ada rencana untuk penambahan cabang baru. Saya masih capek, Pak. Sejak peristiwa … mendiang istri saya, saya mau istirahat sebentar. Yah … sebenarnya nggak enak harus ngomong begini di sini.” Harris menunjuk pintu kantornya.

Pak Rachmat tertawa. “Maaf kalau membicarakan soal serius dengan cara begini. Kapan punya waktu? Atau saya juga harus bikin janji ke sekretaris seperti orang lain?”

“Saya akan menghubungi sekretaris Pak Rachmat untuk bikin janji minggu depan. Sore ini kebetulan saya sudah punya janji. Nah … itu asisten saya sudah datang.” Harris menunjuk Yunita yang datang dengan seikat bunga dan sebuah bungkusan bertuliskan nama bakery shop mahal.

“Gampanglah itu … saya juga mampir ke sini karena kebetulan selesai meeting di sekitar sini. Saya tunggu minggu depan.” Padahal Pak Rachmat ke kantor itu memang hanya bertujuan menemui Harris.

“Semua sudah siap, Pak.” Yunita memandang seikat bunga cantik dalam pelukannya.

Pak Rachmat memandang semua bawaan Yunita dengan wajah penasaran. “Wah, sepertinya mau ketemu wanita, nih. Ada buket bunga. Apa mau ketemu calon ibu Chika?” Pak Rachmat tertawa canggung.

“Benar. Mau bertemu wanita. Tapi … wanita yang ini lebih cocok jadi ibu saya. Bukan ibunya Chika.” Harris tertawa ringan. “Sampai bertemu minggu depan, Pak Rachmat.” Harris mengangguk sopan sebelum pergi.

“Kita langsung pergi, Pak?” Yunita berjalan buru-buru mengimbangi langkah kaki Harris.

“Iya. Langsung pergi. Kamu sudah siapkan bahan pembicaraan yang saya minta? Saya sudah lama tidak berkunjung ke rumah orang lain. Terutama rumah seorang yang seumuran tante saya.”

“Bahan pembicaraan sudah saya kirimkan ke email Bapak. Bisa dicek. Topik pembicaraan seputar hewan peliharaan. Ibunya Mbak Gita ternyata punya hobi yang sama dengan putrinya. Sama-sama penyuka hewan. Ibunya punya puluhan lovebird dalam sangkar raksasa di belakang rumahnya.”

“Kalau begitu lain kali kamu harus siapkan beberapa ekor lovebird sebagai buah tangan.”

“Saya sudah siapkan lima ekor yang terbaik, Pak. Pegawai petshop sedang menunggu kita di depan.”

To be continued

1
Jamiatun Yusuf
aq terharu,🥺🥺🥺🥺🥺
Henny Haerani
dua orang yg saling menyayangi terpisahkan karena keadaan, miris sekali kisah cinta Gita jalannya tak pernah mudah jauh dari kata mulus. ujiannya berat banget walaupun diantara Pak Harris, Gita, dan Chika saling menyayangi dan mencintai dengan tulus. semoga kedepannya Bu Helena menyadari klw Chika jauh lebih baik ada dlm pengampuan Ayahnya.
Henny Haerani
mestinya neneknya introspeksi diri kenapa Cucu nya menjauhinya, biasanya anak kecil lebih peka tau mana yg tulus dan mana yg modus. apalagi ini sm nenek kandung dari Ibu pula, ini sih kayaknya Chika akan dimanfaatkan sm neneknya buat meraih harta kekayaan Harris dikemudian hari. keliatan banget itu si nenek sangat terobsesi.
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
keren pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk kok lucu ucapan surti
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pembantu nya keren kan
azkayramecca
terima kasih kak Njus🙏❤️
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sungguh kalian berdua berbeda bagai langit dan bumi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pabalikbek, lieur dah wkwkwk
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung ya pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
kalau kangen orang yang telah tiada susah ketemu walaupun dalam mimpi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
jawaban yang gak masuk di akal
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
apa hubungan nama panggilan dengan pusing, anneh pak Harris ini
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung kan pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
woww bahasa nya keren
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
ini gita banget, mar gak berani seperti itu
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk gak mempan ya
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
siap siap kena omel nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk mar pasti terpesona nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bahasa mu mar, ketinggian buat jaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!