Super nyesek.
Jevander Park menyudahi hubungan percintaannya dengan Roze Moza setelah mengetahui background keluarga Roze yang tidak jelas, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kekasinya merupakan putri dari seorang germo alias mucikari kelas kakap.
"Aku tidak bisa memilihmu, karena setelah ini aku akan menikahi sahabat baikku."
Dunia terasa berhenti. Roze lagi-lagi kehilangan seseorang yang ia cintai dengan tulus. Ayah yang tidak menginginkannya, ibu yang tega meninggalkannya dan hidup bahagia dengan anak tiri dan suami baru, sekarang giliran kekasih yang sudah ia percayai selama ini, pun melakukan hal yang sama. Salahkah jika Roze marah besar dan membakar semua kenangan?
Kelahiran tiga bayi kembar ternyata mampu mengubah banyak hal. Kehidupan Roze kini penuh warna. Tapi siapa sangka, Ezralia Moze, anak perempuan Roze memiliki dendam membara terhadap ayah yang bahkan tidak mengenalnya.
Sedangkan Daniel Moza, ia bahkan tidak peduli siapa ayahnya. Tapi berbeda dengan Darriel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ezra dan Nana
Meski Jevan menunjukkan kepeduliannya secara terbuka, sama sekali tidak berpengaruh bagi Roze. Dia melajukan mobil hingga Jevan pun kehilangan jejaknya.
Apa dia tidak mengerti bahwa aku sedang mengirim sinyal cinta?
Sadar akan ketidakwarasan yang ia pikirkan, Jevan hanya mampu membuang napas panjang, berharap beban cinta yang ia tanggung dapat berkurang.
Roze, aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengganggu kehidupan tenangmu. Tapi ketika kau muncul, seluruh jiwaku terasa meronta. Ya Tuhan! Kenapa rasanya sangat sakit diabaikan olehnya? Apa kau sedang menghukumku? Tidak cukupkah selama ini Kau menyiksaku dengan terus memikirkan dia setiap hari? Aku meninggalkannya tapi aku juga yang paling tersiksa.
Aku sungguh tidak tahu malu. Ya, Tuhan! Aku tahu aku sangat tidak pantas untuknya lagi tapi ... aku sangat ingin dia kembali jadi milikku seperti dulu.
.
.
Beralih ke sekolah Danniel. Seluruh siswa sedang menikmati jam istirahat.
"Win,"
"Hemmm! Jangan menggangguku! Aku tadi malam tidak sempat mengerjakan PR."
"Ini punyaku, silakan disalin, assistenku yang rajin." Erwin dengan cepat menyambar buku tugas dari tangan Daniel. waktu tersisa sepuluh menit lagi sebelum mata pelajaran Matematika dimulai, dan Erwin sudah harus mengumpulkan PR.
Hanya dalam waktu lima menit, Erwin selesai menyalin contekan PR dari Daniel.
"Ah! lega! oia, tadi kau mau bilang apa?"
"Ini Win, bundaku menitip baju bekas Ezra yang sudah mengecil, untuk adik perempuanmu."
"oh ya, baiklah, mana? Biar ku simpan ke dalam bagasi motor baru kita."
keduanya mengantar tas berisi pakaian bekas itu ke garasi motor.
"Oia Daniel, bapak sama ibu aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu. Mereka mengatakan bahwa kau adalah malaikat untuk keluarga kami."
"Aku anggap itu pujian." Daniel tersenyum.
"satu lagi, Kau bilang kan belum pernah merasakan kebersamaan dengan seorang ayah. Apa kau mau pergi menikmati kebersamaan dengan bapakku akhir pekan ini? maksudku ... kita bertiga."
Daniel mengangguk semangat. Dia juga sangat ingin bermain ke rumah Erwin yang katanya hanya gubuk.
Akhir pekan tiba.
Daniel berpamitan pada bunda untuk keluar bersama Erwin.
"Niel, aku ikut."
Permohonan Ezra dengan tegas ditolak oleh Daniel.
"Pergilah Nak, asalkan kau jaga dirimu. Dan Ezra, jangan kemana-mana. Kalau mau, pergilah dengan teman baikmu. Jangan mengganggu pertemanan Daniel"
"Tapi aku tidak punya teman baik, Bunda."
Percuma Ezra setengah merengek untuk mengekori Daniel, adiknya itu tetap tidak perbolehkan dirinya untuk menghabiskan akhir pekan menginap di rumah Erwin.
Erwin membonceng Daniel ke sebuah kawasan kumuh. Sama sekali tidak terlihat sesuatu yang menarik di tempat ini. Yang ada hanya bau tak sedap dan penuh dengan sampah berwarna warni yang terabaikan.
Tepat di halam sebuah rumah kecil yang nampak miring, Erwin menghentikan motor. Benarlah jika Erwin mengatakan rumahnya adalah gubuk.
"Silakan masuk, Nak." Ibunya Erwin sangatlah ramah.
Berjejer empat orang adik, yang berdiri persis tangga darurat. Mereka adalah keempat adik Erwin yang tak kalah ramah terhadap Daniel.
Menjelang malam ayah Erwin tiba di rumah. Benar, ayah Erwin pun sangat ramah pada tamu anaknya.
Tiba waktunya makan. Sepertinya ibunya Erwin telah susah payah memasak beberapa menu sederhana sebisanya.
Semua orang terlihat begitu lahap dan bahagia menikmati lezatnya tempe goreng, ayam goreng, sambel tomat dan sayur bening bayam.
Besok ayah Erwin berjanji untuk mengajak Erwin serta Daniel untuk memancing di pemancingan.
"Beginilah keadaan rumahku. Kau pasti tidak nyaman kan?" Erwin merasa tidak enak hati membuat Daniel menginap di rumah kecilnya ini. Kamar yang hanya ada satu, Daniel harus bercampur bersama adik-adik Erwin juga.
"Tidak masalah. Ayo tidurlah, aku sudah mengantuk." ujar Daniel.
...****************...
Setelah satu pekan tidak masuk sekolah, akhirnya Nana kembali. Melihat kehadiran tuan puteri dari bekas ayahnya itu, kembali mengusik pikiran dan hati Ezra. Pagi tadi, ia berpapasan dengan Nana Park dan menangkap sinyal aneh dari tatapan Nana untuknya. Entah itu maksudnya apa, Ezra sama sekali tidak ambil pusing.
[Hai Lia, I Love you!] Ezra melotot saat membaca pesan masuk dari Arven. Segera Nana menoleh ke arah Arven yang duduk di belakangnya.
Cling! Arven memainkan sebelah matanya sambil tersenyum sangat tampan. Menarik memang, tapi Ezra sadar jika Arven adalah sepupunya, dan menganggap ini adalah hal gila.
Pantas saja selama ini Arven selalu perhatian padanya bahkan untuk hal kecil sekali pun, menawarkan alat tulis misalnya.
Menggelikan! Teriak Ezra dalam hati.
[Masih kecil dilarang bilang love love!] balas Ezra.
[Aku tidak mengajakmu menikah sekarang! Ayo berpacaran sampai dewasa lalu menikah!] keukeh Arven.
[Mimpimu!] balas Ezra lagi dengan emot wajah bertanduk.
Membaca balasan itu Arven tercengang. Bisa-bisanya dirinya di tolak mentah-mentah begini? Bahkan Cewek satu sekolahan terhanyut dalam pesonanya, tapi Ezralia ini sungguh tidak waras menurutnya.
[Kau tahu, aku adalah pemilik hotel ini.] Arven menyertakan gambar dari hotel yang akan menjadi penunjang masa depannya yang sudah pasti jauh dari kata suram.
[Kedua kakekku sangat kaya, apa lagi ayahku. Keluargaku tidak ada yang miskin. Jika bersamaku, kau akan menjadi tuan puteri yang memiliki segalanya] tulis Arven dengan penuh kebanggaan.
[Sontoloyo!] balas Ezra dengan perasaan kesal.
Arven makin tak percaya dibuatnya. Kesempatan tidak datang dua kali. Dia menolak keberuntungan yang kutawarkan. Arven menggeleng.
Trriiing! Saatnya istirahat. Arven membujuk Ezra untuk makan bersama di kantin.
"Aku yang akan traktir, ayolah. kali ini saja makan bersamaku."
"Terima kasih! Tapi aku tidak sudi."
"Arveeeeen!" Nana datang dengan muka bahagianya.
"Ayo ke kantin!" memanggil Arven dari depan pintu kelas.
Arven akhirnya pergi bersama Nana sedangkan Ezra mengeluarkan kotak makannya dari laci meja.
Di kantin sekolah.
"Ven, jadi kau benar menyukai Lia?"
Terpaksa Arven harus mengaku kemudian meminta Nana untuk merahasiakan itu dari keluarga, sebab mereka masih sangat muda.
"Kenapa harus Lia? Bukankah masih banyak cewek lain?"
"Aku menyukai dia dan aku sudah menembaknya lewat sms."
"Apa? Lewat sms? Jadi kau diterima?"
"Tidak, dia menolakku. Jadi tolong rahasiakan ini dari siapapun."
"Arven, tapi ... aku rasa Lia itu bukan cewek baik. Dan karena dia sudah menolakmu jadi lupakan dia mulai sekarang."
"Sorry, tapi hatiku sudah mentok. Aku hanya mau Ezra. Saat dewasa nanti,aku akan melamar dia." harap Arven, penuh keyakinan teguh.
Arven, kalau aku mengatakan dia sudah menjahati aku, apa kau akan percaya? Seprtinya... tidak. Nana menyimpan kejahatan Ezra dalam hati karena tidak ingin beradu mulut dengan sepupu andalannya ini.
Waktunya pulang.
Ezra berjalan keluar mendahului Arven, sengaja menghindari remaja itu.
Tiba-tiba seseorang menyeret lengannya.
"Nana?" Ezra dengan muka terkejut menatap Nana.
"Ikut denganku, kita harus bicara." Nana membawa Ezra sampai ke atap sekolah.
"Kenapa kau menyeretku jauh-jauh ke sini?"
Nana mendorongnya kuat dan tentu saja Ezra terjatuh dan ini membuatnya terkejut. Lagi pula belum ada orang yang pernah seberani ini pada dirinya.
"Apa maksudmu mengincarku? Kenapa kau mengganti peranku saat pesta ulang tahun sekolah? Kenapa? kenapa? kenapa kau meracuni minumanku membuat aku sakit perut sampai hampir mati? kenapa? Siapa kau ini sebenarnya?" Nana berteriak dan membentak Ezra.
"Aku tidak ingat pernah melakukan kesalahan terhadapmu tapi kenapa kau tega padaku?" Nana menunjukkan kekesalannya seperti orang gila.
Ezra berdiri dengan wajah yang berubah menakutkan. Tidak terima nana telah mendorongnya hingga terjatuh.
"Aku adalah Ezralia! kau bertanya siapa aku, kan? Aku adalah Ezra!" Perlahan langkah kaki Ezra berjalan maju. "Apa kabar kakimu Nana Park? Apa bekas terbakar itu masih terasa?"
Degh!
Nana melangkah mundur dengan kaki gemetar ketakutan. Trauma tentang api yang dulu pernah hampir membakarnya masih membekas diingatan hingga hari ini.
"aaaaaaa! Aaaaaa! Aaaaaaa!" Nana menjerit sambil menutup mata dan telinga.
"Diam!" Ezra balik membentaknya. Tidak peduli Nana berkeringat dingin karena ketakutan akan trauma masa lalu, Ezra tetap dengan berani mengorek masa lalu kelam yang pernah melibatkan mereka berdua.
"Aku adalah Ezra yang sangat membenci kau dan juga ayahmu .." Dengan tenangnya Ezra terus berjalan maju, demikian pula dengan Nana yang melangkah mundur takut tersentuh.
Ditengah ketakutannya, Nana dipaksa berpikir keras kenapa ayahnya, disebut-sebut.
"Nana Park, karena kelahiranmu, ayah yang seharusnya menyambut kelahiranku, pergi meninggalkan bundaku dan itu semua karena dia lebih memilih menikahi ibumu!"
Nana berubah menangis. Menangis histeris sambil terus menggeleng. Ketakutan, kebingungan disertai trauma masa lalu yang datang bersamaan.
"Ayahmu meninggalkan bundaku bahkan sebelum aku lahir. Aku menunggunya pulang tapi," Ezra tiba-tiba merasakan sesak di dadanya. Air matanya menganak sungai tanpa diminta. "aku, malah melihatnya menggandeng tanganmu. Bagaimana? Apa aku tidak boleh marah?"
.
.
Bersambung....