NovelToon NovelToon
Jangan Main HP!!!

Jangan Main HP!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Dendam Kesumat / Hantu / Tumbal
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Jangan main HP malam hari!!!

Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.

Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?

Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.

*

Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.

follow dulu Ig : @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 : Ibu yang berbeda

Rambut itu bergumpal dan dipenuhi lumpur. Varania merundukkan kepalanya untuk melihat lebih jelas, tangannya mengambil sehelai rambut dan menyimpannya. Sementara sisanya Varania ambil lalu dimasukkan ke dalam kantong sampah.

"Vara, kamu udah pulang?" Tanya Matilda dari ambang pintu dapur.

"Udah, Bu. Tapi, kayaknya hari ini nggak bisa mengantarkan pesanan lagi deh, ban motornya kempes." Kata Varania menghampiri ibunya lalu menyerahkan uang pembayaran.

Matilda mengambil uang tersebut, ia menatap Varania cukup lama dengan tatapan yang tidak biasa.

Ibunya memberikan tatapan menyelidik, seolah sedang mencari sesuatu di mata atau mungkin di wajah Varania.

"Kamu pucat," nada bicara Matilda kali ini sedikit dingin, "kamu sakit?"

Jantung Varania berdetak kencang, tanpa sadar mundur beberapa langkah.

Tatapan itu terasa asing, dingin dan menghakimi.

"Nggak, Bu. Aku cuma agak lelah, aku akan istirahat sekarang." Kata Varania langsung berbalik dan masuk ke kamarnya.

"Kamu menghindari ibu, vara?" Tanya Matilda membuat tangan Varania yang hendak membuka pintu seketika terhenti, ia menekan kuat gagang pintu lalu menjawab, "Nggak, Bu. Aku cuma lelah.

Setelah mengatakan itu Varania mendorong pintu dan masuk dengan cepat. Varania baru bisa agak tenang setelah berdiri menyandar di pintu selama lima menit.

Varania mengambil kotak make up yang tidak pernah lagi dibuka sejak acara kelulusan sekolah setahun lalu.

"Aku harap ini hanya karena kekurangan darah, bukan karena hal lain apalagi sampai ada hubungannya dengan larangan itu." Gumam Varania menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya pucat dan kehilangan sedikit rona hidup.

"Mata itu kenapa nampak familiar?" Monolog Varania memperhatikan matanya yang tidak secerah biasa. Varania mencoba mengingat, dimanakah ia pernah melihat mata itu.

"Lihat, wajahnya pucat dan matanya layu seperti orang yang tidak punya semangat hidup."

Varani ingat sekarang. Samuel, pria yang tiba-tiba meninggal dunia setelah pesta pernikahannya. Varania melihat jelas wajah pucat dan mata Samuel yang layu.

"Apakah aku akan berakhir seperti dia?" gumam Varania putus asa. Ia harus mencari solusi secepatnya, ia tidak mau berakhir mati seperti Samuel.

Oke, tenang. Varania memejamkan mata lalu menarik nafas dan menghembuskan perlahan, ia harus tenang. Tidak boleh panik atau semuanya akan semakin kacau.

Varania mengambil buku untuk mencatat beberapa hal.

Pertama, keanehan mulai terjadi sejak ia memainkan ponsel di malam hari. Ada telepon misterius dan pesan aneh serta bayangan perempuan berambut panjang yang tidak diketahui siapa pemiliknya.

Kedua, pernikahan Samuel jelas agak aneh. Samuel membuat gerakan meminta tolong malam itu, pasti dia saat itu sedang berada dalam bahaya.

"Oke. Aku tahu apa yang harus aku lakukan." Varania mengemas bukunya dan memasukkan ke dalam tas. Ia juga memakai make up agar wajah pucatnya tidak terlalu kentara, terakhir Varania memakai kacamata.

Varania membuka pintu sepelan mungkin, ia mengendarakan pandangan dan berhenti di pintu kamar ibunya. Pintu sudah tertutup dan lampu belakang juga sudah dimatikan, itu berarti ibunya sudah tidur.

Malam hari di Ravenswood selalu ada angin kencang, terlebih lagi setelah lewat jam dua belas malam. Varania memeluk kedua tangannya, ia berjalan menyusuri jalanan yang sudah lengang.

Varania tidak sempat melihat jam, tapi ia yakin sekarang belum lewat jam dua belas malam. Meski begitu, angin sudah lebih kencang daripada saat siang dan sore hari.

Sisa-sisa air hujan masih memenuhi jalan. Varania beberapa kali hampir tergelincir, namun ia dengan cepat menyeimbangkan badannya agar tidak terjatuh.

Varania berhenti di depan gerbang rumah besar bergaya klasik. Rumah Dina yang baru selesai di bangun tahun lalu. Tidak ada satpam yang berjaga di dekat gerbang, Varania menekan bel dengan cemas.

Satu kali,

Dua kali,

Tiga kali.

Masih belum ada yang datang, Varania masih sambil menggigit kuku jempolnya.

Apa Dina tidak ada di rumah?

Varania menatap muram ke pintu rumah yang tidak kunjung terbuka.

"Vara, kenapa belum pulang ke rumah?" Tanya Sheriff Austin tersenyum ramah mengehentikan motornya di depan Varania. Sepertinya dia baru saja patroli kota.

"Aku mau mengembalikan uang yang ku pinjam sama Dina," Varania membalas dengan senyuman ramah.

'sial. Kenapa dia ada disini sih, nanya-nanya sok ramah lagi.' gerutu Varania dalam hati, ia sudah lama tidak menyukai Sheriff Austin.

Pria yang selalu tersenyum dan berbuat baik ke semua orang, Varania membenci orang yang seperti ini.

Sheriff Austin juga sudah lama menjalin hubungan dengan ibunya, tapi tetap saja Varania tidak menyukai Sheriff yang satu ini.

"Sudah malam, vara. Ayo pulang, biar paman antar." Kata Sheriff Austin, senyum tidak pernah luntur dari wajahnya.

'apa dia nggak capek senyum terus?' Varania tidak habis pikir dengan selera ibunya. Selain pekerjaannya sebagai seorang polisi, tidak ada yang menarik dari Sheriff Austin.

"Kamu masih bisa memberikan uangnya besok pagi, sekarang sebaiknya kamu pulang."

Varania memasang senyum terpaksa, ia mengeluh lebih banyak dalam hati.

Tepat saat Varania hendak naik ke motor Sheriff Austin, pintu rumah Dina terbuka. Seorang wanita paruh baya berjalan tergesa-gesa ke gerbang.

"Sheriff pulang duluan aja, aku mau bertemu Dina dulu." Ucap Varania.

"Saya akan menunggu sampai urusan kamu selesai. Walau bagaimanapun juga kamu putri Matilda, suatu hari nanti kamu juga akan jadi putriku. Sudah menjadi kewajibanku memastikan keselamatanmu." Kata Sheriff Austin panjang lebar. Kedengarannya sangat baik hati, tapi Varania tidak suka.

Varania memutar matanya, sampai kapanpun ia tidak akan mau menjadikannya Sheriff Austin ayah sambungnya.

"Nona Varania?" Wanita paruh baya membuka gerbang sambil mengajukan pertanyaan.

Varania mengangguk.

"Silahkan masuk, nona."

"Aku akan masuk dulu, Sheriff." Varania dengan cepat mengikuti wanita paruh baya itu, kalau perlu ia ingin segera hilang dari pandangan Sheriff Austin.

1
gaby
Baru gabung, seperti bagus dr judul critanya.
Dini Anggraini
apakah yang mengutuk kota Ravenswood itu ibu kandungnya celine yang mati karena bunuh diri setelah tahu suaminya selingkuh dengan Mathilda ya bunda author sehingga dia mau siapapun yang menggunakan HP di malam hari akan mati seperti yang terjadi pada Samuel dan orang lainnya lagi. 🙏🙏🙏🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!