Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.
Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.
Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasihat Lelaki Super Aneh
Senja
Aku mengusap dadaku yang terasa sedikit sakit saat Mentari memukulku tadi. Lumayan kencang karena dipukul sekuat tenaga.
"Dasar suami aneh!" Mentari melepaskan pelukanku. "Ini bukan ingus, ini air terjun tau!"
Sambil menghentakkan kakinya, Mentari masuk ke dalam kamar. Aku tertawa melihatnya kesal. Ini artinya Mentari sudah kembali normal.
Aku membawa segelas air putih untuk kuberikan pada Mentari namun langkahku malah berhenti di depan kamar tamu. Aku yakin, di dalam kamar Heni sedang menenangkan Purnama yang menangis.
Huft... kedua adik kakak itu akhirnya bertengkar hebat. Aku baru saja pulang dari minimarket membeli roti tawar untuk sarapan besok ketika kudengar Mentari mengatakan semua isi hatinya. Heni yang sudah selesai menyapu memilih diam di ruang tamu. Kuberikan kode pada Heni untuk masuk ke dalam kamar saja. Aku tak mau Heni tahu masalah di antara Mentari dan Purnama.
Kulanjutkan lagi langkahku dan masuk ke dalam kamar, kulihat Mentari sedang duduk memeluk tubuhnya di bawah tempat tidur sambil menangis. "Sudah, jangan nangis terus, memang tidak capek nangis terus?"
Mentari mengangkat wajahnya dan menatapku dengan sebal. Kuberikan gelas berisi air putih yang kubawa pada Mentari. "Minumlah! Tenangkan dirimu."
Aku duduk di samping Mentari untuk menghiburnya. "Bagaimana perasaanmu sekarang? Sudah lega?"
Mentari mengangkat kedua bahunya. "Tak tahu."
"Kok tidak tahu? Kalian sudah mengungkapkan semua isi hati kalian satu sama lain. Sudah tak ada lagi yang mengganjal, bukan?" balasku.
"Kata siapa? Kamu tidak lihat sih bagaimana Purnama pergi begitu saja tanpa minta maaf padaku. Apanya yang sudah selesai?" kata Mentari.
"Oh... jadi kamu menginginkan permintaan maaf dari Purnama? Begini deh istriku yang suka menangis sampai panen ingus, coba kamu pikir dengan kepala dingin, apa dengan satu permintaan maaf maka semua akan kembali seperti semula?"
Mentari memelototiku dan bersiap mencubitku lagi.
"Iya, ampun. Aku serius sekarang. Kalau aku lihat, masalah di antara kalian tuh sudah terlalu besar. Kalian sudah terlalu saling menyakiti. Menurutku, tanpa diucapkan pun Purnama sebenarnya sudah meminta maaf kepadamu tapi dia malu. Kamu juga sebenarnya ingin minta maaf pada Purnama tapi kamu juga gengsi, benar begitu bukan?"
"Kenapa jadi aku yang minta maaf sama Purnama? Seharusnya dia dong yang minta maaf padaku, dia yang salah. Dia yang sudah merebut apa yang aku miliki! Kenapa kamu jadi membela dia?" Mentari jadi kesal mendengar ucapanku.
"Tari, aku ini bukan membela Purnama atau memihakmu. Aku netral. Aku lihat, apa yang ia lakukan selama ini sama kamu mungkin adalah suatu bentuk akumulasi dari rasa sakit hatinya terhadap kamu selama ini," kataku.
"Sok tahu!"
"Jujur, tadi aku sempat mendengar pertengkaran kalian. Aku bisa simpulkan kalau Purnama sebenarnya iri melihat kamu yang begitu disayangi sama Bapakmu. Pertanyaanku, apa di saat kamu disayang sama Bapakmu, kamu pernah mengajak Purnama ikut serta? Apa kamu pernah menegur Bapakmu karena dia cuma sayang sama kamu saja dan keras pada Purnama?" tanyaku.
"Bapak tuh juga sayang sama Purnama. Buktinya Bapak hafal semua nilai Purnama, sedangkan aku tidak. Banyak hal yang Bapak lakukan untuk kesembuhan Purnama, aku bahkan selalu diabaikan waktu kecil karena Bapak dan Ibu sibuk mengurus Purnama yang sakit. Aku yang seharusnya iri dengan Purnama tapi kenapa dia yang merebut semua yang aku miliki?" balas Mentari dengan kesal.
"Pasti kamu kesel ya?"
"Banget!"
"Pasti kamu marah juga ya?"
"Banget!"
"Semua ini memang tidak adil ya?"
"Iyalah!"
"Nah, kamu tahu kan kalau tak enak diperlakukan dengan tidak adil? Itulah yang dirasakan oleh Purnama. Rasa tidak adil dan tak disayang itu tak enak. Menurutku, kalian tuh cuma salah paham. Di mata Purnama, Bapakmu lebih menyayangimu dibanding dirinya. Di matamu, Bapak lebih perhatian pada Purnama dibanding sama kamu yang sudah susah payah belajar sekuat tenaga tapi hanya dianggap biasa saja karena kamu memang selalu pintar, kamu tahu kenapa?"
Mentari menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"
"Karena sebagai orang tua, wujud kasih sayang itu tidak bisa diperlakukan dengan sama rata. Kalau terhadap kamu yang dianggap bisa menghadapi kerasnya dunia, Bapakmu mungkin bersikap agak santai. Coba, kamu kurang apa? Kamu cantik, pintar dan baik hati. Lalu bagaimana dengan adikmu? Waktu kecil sering sakit-sakitan, nilai pelajarannya jauh di bawahmu karena sering tak masuk sekolah, dia tidak secantik kamu, apa yang bisa Bapakmu lakukan untuk menyeimbangkan semua? Ya... dengan perlakukan berbeda,"
"Mungkin di mata Bapakmu, kamu tak perlu diperhatikan lebih, jadi perhatian Bapak mungkin tertuju pada Purnama saat kecil. Saat dewasa, Bapakmu mau Purnama termotivasi dengan keberhasilanmu, makanya membandingkan kalian agar jiwa bersaingnya keluar dan Purnama bisa menghadapi kerasnya dunia, macam kamu. Itu yang membuat kalian merasa iri satu sama lain padahal sebenarnya Bapakmu itu hanya berbuat adil sesuai porsinya,"
"Kalian itu berdua kayak anak kecil. Semua diperebutkan, mulai dari kasih sayang Bapak sampai masalah percintaan. Kamu yang sudah merasa berada di zona nyaman karena Mas Bayu mencintaimu, mungkin bersikap santai dan tidak mengawasi Mas Bayu secara berlebihan. Purnama yang selama ini harus terus berjuang mengejar semua ketertinggalan darimu, mulai merasa kalau dirinya bisa mendapatkan Mas Bayu. Kalian lalu bersaing untuk satu orang yang sama. Sayangnya kamu yang sudah mendapatkan, kamu tidak menjaganya. Purnama yang selama ini tidak pernah mendapatkan tapi dia terus berusaha mendapatkannya. Hasil akhirnya apa? Kalian berdua kehilangan Mas Bayu,"
"Nah, kamu sekarang bisa paham bukan perbedaan dan persamaan kalian berdua? Apa kalian masih ingin terus bertengkar memperebutkan laki-laki yang sama terus? Coba, melek sedikit. Buka matamu lebih lebar. Untuk apa kalian memperebutkan laki-laki pengecut yang sengaja mengambil keuntungan di antara renggangnya hubungan kalian, sementara di sampingmu ada lelaki tampan, baik hati dan sudah menjadi suamimu yang sah. Apa kamu tidak bisa terpesona dan tergila-gila padaku saja? Aku ikhlas deh dikejar-kejar kamu."
Mentari menatapku dengan sebal. "Dasar suami dadakan super aneh. Kenapa sih suka sekali merusak suasana? Aku tuh sudah percaya dan yakin dengan ucapanmu tapi di ujung kalimat selalu saja ada kata-kata menyebalkan dan aneh itu keluar dari mulutmu yang super menyebalkan itu. Sudah ah, aku mau mandi dan melanjutkan mencuci!"
.
.
.
Aku menatap Mentari yang tertidur pulas di sampingku. Wajahnya saat tertidur terlihat amat cantik. Kulit putihnya begitu halus, ingin selalu tersentuh.
Tak pernah kubayangkan kalau aku akhirnya menikahi wanita yang selama ini aku impikan. Kami akhirnya kembali satu kamar meski mungkin akan selalu ada guling di tengah kami.
Tidak!
Guling itu adalah musuhku!
Guling itu harus aku singkirkan!
Pelan-pelan kuangkat guling di antara kami lalu kurapatkan tubuhku dan memeluk Mentari yang tertidur pulas. Lelah menangis, Mentari bahkan tak sadar kalau aku memeluknya semalaman. Ah... malam ini memang malam yang sangat indah. Andai aku bisa lebih dari memeluknya....
Aku mau lebih.
Dia istriku. Aku berhak menyentuhnya.
Kusentuh dagu Mentari lalu kulakukan apa yang kulakukan saat aku sakit. Kudekatkan bibirku dan kucium bibirnya yang ranum. Tak apa jika hanya aku yang menciumnya. Tak apa jika ciuman ini tak berbalas.
Namun...
Ternyata ia membalasku....
****