Larasati, gadis yang berasal dari kota kecil yang kabur dari kejaran para anak buah Tuan tanah. Menuju ke kota besar. Saat, ia tiba di kota besar itu, ketiga anak buah Tuan tanah masih mengejarnya. Ia pun panik, dan berlari menuju ke jalan raya yang cukup ramai. Tiba-tiba saja, sebuah mobil Ferarri yang melintas menabrak tubuhnya. Ia pun terjatuh dengan kepalanya yang mengeluarkan darah lalu hilang kedasaran.
Arkana Sudradjat, CEO muda anak cabang purasahaan Sudradjat Grup. Pria yang telah menabrak Larasati. Pria itu selalu bersikap dingin dan angkuh pada setiap orang, tapi berbeda dengan sikapnya pada Larasati.
Setelah tragedi kecelakaan itu, Arkana dan Larasati menjadi dekat. Bahkan mereka menjadi saling mencintai. Namun, Mama dari Arkana tidak menyetujui hubungan mereka. Bahkan, Mama Arkana telah menjodohkan Arkana dengan gadis pilihan.
Tentu, sebagai anak pembangkang. Arkana menolak mentah-mentah keinginan Mama nya itu. Membuat Mama nya semakin membenci Larasti.
Bukan tanpa alasan, ia memilih Larasati, karena cinta? itu tentu. Tapi juga ada hal lain yang ia tutupi dari semua orang. Larasati adalah gadis satu-satunya yang mau menerima dengan tulus keadaan dirinya yang tidak sempurna.
Sikap dingin dan angkuh yang selama ini Arkana tunjukan, hanya untuk menutupi kekurangannya agar tidak di ketahui oleh orang lain.
Tapi, berbeda dengan Larasati. Gadis yang baru ia kenal itu, dapat memahami dan mengerti keadaanya dalam proses waktu yang singkat!
Bagaimana kisah mereka? Akankah mereka dapat melewati semua rintangan yang ada? Dan menuju dalam kehidupan yang indah nan bahagia?
(Suami-ku CEO Impoten)
(Arkana & Larasati)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENINGGAL DUNIA
Pagi itu, setelah selesai membuat sarapan bersama Mbok Nunung. Laras membuat secangkir kopi dan secangkir teh, ia meletakan cangkir kopi dan teh itu di atas meja makan.
“Mbok, ini kopi Papa dan teh nya Mas Arkan, Laras tinggal ke atas dulu, ya!” Laras berkata pada Mbok Nunung. Setelah itu, ia pergi ke lantai atas untuk membantu suaminya bersiap.
Melihat Laras pergi ke lantai atas, diam-diam Maya menyelinap masuk ke area dapur itu. Ia melihat Mbok Nunung sedang sibuk membersihkan wajan dan telpon bekas Laras memasak.
“Hmmm.. Mati salah satu!” guman Maya sembari mengaduk kopi dan teh milik Papa Han dan Arkan. Setelah itu, ia segera pergi.
Tiba-tiba, datang Mang Udin dan Kang Ujang ke area dapur itu. Kedua orang itu segera mengambil kopi dan teh yang ada di atas meja.
“Sruppp...!” Mang Udin menyesap teh hangat milik Arkan.
“Aduh! Kenapa di minum? Itu teh Den Arkan dan Kopi Tuan!” ujar Mbok Nunung. Ia memarahi Mang Udin dan Kang Ujang.
“Bikin aja lagi, mbok,” kata Kang Ujang. Ia ikut meminum kopi yang sudah ia pegang cangkirnya.
“Aduh!” keluh Mang Udin yang sudah meminum teh milik Arkan.
“Kenapa?” tanya Mbok Nunung.
“Aduh, perutku mules Mbok,” kata Mang Udin. Ia pun segera berlari ke arah toilet dengan terbirit-birit. Membuat Mbok Nunung geleng-geleng kepala.
Belum lama Mang Udin berada di toilet. Mbok Nunung sudah berteriak-teriak dengan kencang.
“Jang, Ujang!” pekik Mbok Nunung.
“Tuan! Tuan! Nyonya! Den Arkan!” teriak Mbok Nunung panik.
“Ada apa, mbok?” tanya Papa Han sembari menuruni anak tangga bersama Mama Rita.
“Tuan, Ujang.. Ujang badannya kejang!”
Berlarilah Papa Han, setelah mendengar teriakan Mbok Nunung.
“Astagfirullah, Kang Ujang!” pekik Papa Han. Tubuh Kang Ujang kejang, dengan mulut yang mengeluarkan busa. Mama Rita yang berada di belakang Papa Han, hanya diam dan menatap dengan heran.
Sesaat kemudian, Kang Ujang kehilangan kesadaran.
“Sayang, kok dari arah dapur berisik banget,” kata Laras pada Arkan yang baru saja keluar dari kamar.
“Gak tau,” kata Arkan. “Mendingan kita cepet turun, kita liat. Ada apa dibawah!” Arkan menggandeng tangan Laras. Mereka menuruni anak tangga bersamaan.
“Ujang!” teriak Mang Udin yang baru saja kembali dari toilet. “Huwaaa! Kamu kenapa Jang?” Mang Udin melepaskan sarung yang ia gantungkan dilehernya. Ia segera mengelap busa yang keluar dari mulut Kang Ujang.
“Kang Ujang!” pekik Arkan yang baru tiba di area dapur itu.
“Ada apa ini?” tanya Maya sembari mendekat pada kerumuman.
“Kang Ujang pingsan,” kata Mbok Nunung. Tampak, Wanita separuh baya itu menangis. Ia begitu panik melihat keadaan Kang Ujang.
“Mang Udin, cepat siapkan mobil. Kita kerumah sakit sekarang!” perintah Arkan. Dengan segera, Mang Udin segera pergi keluar untuk menyiapkan mobil.
Papa Han dan Arkan pun segera mengangkat dan menggotong tubuh Kang Ujang.
Mereka segera membawa Kang Ujang ke rumah sakit.
“Mas, aku ikut,” kata Laras pada suaminya. Arkan mengangguk.
Akhirnya, Laras ikut kerumah sakit. Papa Han dan Mang Udin satu mobil dengan membawa Kang Ujang yang sudah tidak sadarkan diri sejak tadi. Sedangkan Arkan, ia mendendarai mobilnya sendiri bersama Laras.
.
.
.
“Bagaimana dokter, apa yang terjadi?” tanya Papa Han setelah dokter keluar dari UGD.
“Sebelumnya, kami minta maaf, Tuan. Pasien tidak bisa diselamatkan,” ucap Dokter Ilyas sembari menepuk bahu pemilik dari rumah sakit itu.
“Jangan bercanda Dokter Ilyas!”
“Saya serius, Tuan! Pasien sudah meninggal,” kata Dokter Ilyas lagi.
“Tapi, kenapa sangat tiba-tiba. Bukankah subuh tadi dia masih baik-baik saja, bahkan dia masih ikut saya shalat subuh bersama,” kata Mang Udin yang berada disebelah Papa Han.
Arkan dan Laras hanya menyimak. Mereka begitu tidak menyangka dengan kematian Kang Ujang yang sangat tiba-tiba.
“Dari hasil prediksi saya, beliau mengalami serangan jantung!” jelas Dokter Ilyas.
Papa Han dan Mang Udin hanya bisa mengusap wajah dengan kasar.
“Din, karena Ujang gak ada keluarga lagi. Maka, siapkan pemakaman nya!” perintah Papa Han pada Mang Udin.
Memang benar, Kang Ujang tidak memiliki kekuarga. Ia hanya hidup sebatang kara, sejak masih remaja. Ia sudah ikut keluarga Sudrajat, jauh sebelum kedua orangtua Papa Han meninggal. Jadi, keluarga Kang Ujang adalah Papa Han.
.
.
.
“Hallo, Mommy!” panggil Maya pada orang yang ada di seberang telpon.
“Ada apa, May?” tanya Mommy Jeny.
“Mom, kerja racun itu gimana?” tanya Maya dengan panik.
“Kenapa? Kok kamu tanya masalah racun itu?”
“Maya salah sasaran, bukannya Om Drajat yang mati. Tapi malah kacung nya!” Maya mengigit jarinya. Ia takut ketahuan. “Sekarang, kacung itu di bawa kerumah sakit, Mom. Kalau ketauan gimana?” Maya benar-benar ketakutan.
“Dasar anak bodoh! Gitu aja gak becus!” Maki Mommy Jeny. “Mommy udah tau kalau kamu itu gak pernah becus bekerja, jadi gak usah panik! Racun itu bekerja dengan baik, orang yang memakan racun itu, akan mati alami. Seperti orang yang mengalami serangan jantung.”
“Beneran, Mom? Mommy hebat,” kata Maya. Kepanikannya lebur begitu saja.
“Hmmm! Itu racun langka, Mommy pesan itu langsung dari Korea.”
Setelah semua jelas, Maya pun mematikan sambungan telpon itu. Ia pun bernapas lega.
Mbok Nunung yang bersembunyi di balik tumpukan bata yang ada di samping rumah itu begitu terkejut saat mendengar pembicaraan Maya dengan seseorang lewat sambungan telpon. Wanita separuh baya itu tidak menyangka, bahwa Maya benar-benar jahat. Setelah Maya pergi dari samping rumah itu, barulah Mbok Nunung keluar dari persembunyiannya.
Sebelumnya, Mbok Nunung tidak sengaja melihat Maya yang diam-diam menuju samping rumah dengan gerak gerik yang sangat mencurigakan. Ia pun mengikuti Maya dan bersembunyi.
“Ya allah, ternyata Maya sejahat ini. Gimana caranya aku kasih tau Tuan Handoko? Aku gak punya bukti,” kata Mbok Nunung. “Aku kasih tau Non Laras aja dulu kalo gitu. Biar Non Laras bisa hati-hati dan waspada.”
Karena tidak ingin di curigai, Maya pun mengajak Mama Rita pergi kerumah sakit.
“Tante, kita ke rumah sakit yuk. Maya pengen liat keadaan Kang Ujang,” kata Maya.
Akhirnya, Mama Rita dan Maya pergi menuju rumah. Setengah jam menempuh perjalanan, akhirnya Maya dan Mama Rita tiba di rumah sakit.
“Pa, gimana keadaan Ujang?” tanya Mama Rita pada Papa Han.
“Dia gak tertolong, ma. Ujang udah meninggal!” jelas Papa Han.
“Innalillahi rojiun,” kata Mama Rita. “Kata dokter dia ninggal kenapa?”
“Prediksi dokter, Ujang kena serangan jantung.”
Diam-diam, Maya menyunggingkan senyumannya. Tingkah Maya tidak lepas dari pengawasan Laras. Laras terus mengawasi gerak gerik wanita itu.
***
Jangan lupa, tinggalkan jejak. Like, Coment, Rate, serta Gift seihklasnya yak!
Biar Neng tambah semangat buat up.
semangat Thor..... makin kesini cerita nya makin seru....❤️❤️❤️
di bab ini sama persis dg cerita hidupku,,suamiku sama kyk arkan,sok pintar sok tahu sok berkuasa,,,tertipu abis abisan,,nangis di depan istri...sakit hati ak,,tp mau apa lg,,nasi sdh jd bubur
ini la enakny baca novel sdh tamat,,gak antri,,ehehehe
jngan dengarkan org sok tahu..
pepata mengatakan,,,anjing menggogong kapila berlalu,,💪💪💪🇮🇩