FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Sebuah kecelakaan menewaskan seluruh keluarga Arin. Dia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah peninggalan orangtuanya. Tapi meski begitu dia hidup dalam kesepian. Beruntungnya ada keluarga sekretaris ayahnya yang selalu ada untuknya.
"Nikahi Aku, Kak!"
"Ambillah semua milikku, lalu nikahi aku! Aku ingin jadi istrimu bukan adikmu."
Bagaimana cara Arin mendapatkan hati Nathan, laki-laki yang tidak menyukai Arin karena menganggap gadis itu merepotkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Arin sudah pulang duluan, tadinya dia mau mengajak gadis bernama Dinda untuk pulang bersama tapi dicari tidak ketemu. Berharap kalau gadis itu bisa bertemu dengan orang baik yang bisa membantunya. Arin juga berpesan pada Rezza, kalau dia lihat gadis itu lagi jangan lupa untuk mengantarnya pulang. Rezza manggut setuju tapi dalam hatinya mana mau.
Rezza pulang setelah mobil yang menjemput Arin menjauh, dia sama sekali tidak peduli dengan pesan Arin. Untuk apa juga mengurusi orang yang tidak iya kenal. Mobil yang Rezza kendarai baru saja melewati belokan pertama dari kampus, Dia tidak sengaja melihat gadis yang tadi sedang dikeliilingi beberapa laki-laki. Rezza jadi jijik melihat hal itu, pikirnya pasti dia gadis yang tidak baik. Apalagi saat melihat pria-pria itu menggerayangi tubuh gadis itu tapi dia diam saja, sangat murahan menurutnya. Wanita jaman sekarang memang lebih suka uang dari pada harga dirinya.
Rezza lalu memalingkan wajahnya dan melajukan mobilnya menjauhi tempat itu, untung saja tadi Arin tidak menawarkan bantuan pada gadis tidak benar itu.
"Cihh ... murahan, wajahnya saja polos tapi sebenarnya liar. Pasti dia sudah biasa menjajakan tubuhnya pada pria-pria kaya." Rezza bergumam sendiri. Tapi kenapa rasanya penasaran, apa mungkin karena dia salah. Dilihatnya dari kaca spion ada sesuatu yang janggal menurutnya, Rezza pun menghentikan mobilnya. Kepalanya keluar dan melihat jauh kebelakang, dia melihat laki-laki yang tadi sedang mengerubuti gadis itu saat ini sedang berusaha menarik-narik gadis itu.
"Tidak, itu bukan urusanku. Anggap saja aku tidak pernah melihat hal itu tadi. Banyak orang yang lewat, pasti banyak yang menolongnya." Rezza coba tidak peduli, dia kembali menjalankan mobilnya.
Sementara gadis itu, tadinya ia pikir akan bertanya pada orang-orang yang mungkin tau bagaimana caranya pulang menggunakan kendaraan umum. Tapi ternyata dia salah, di kampus itu hanya ada orang-orang kaya di dalamnya. Saat dia bertanya bukannya mendapatkan jawaban malah dapat hinaan dan cacian. Sungguh bukan dia yang menginginkan berkuliah di tempat itu tapi karena dia pintar lah jadi dia di lempar ke kampus itu. Hanya gadis bernama Arin yang menurutnya baik, bahkan menawarinya untuk pulang bersama tapi dia tidak nyaman dengan pria yang ada di samping Arin yang melihatnya seperti orang lain. Karena dia miskin jadilah dibedakan. Mau naik taksi juga tidak bisa, bukan tidak mau tapi tidak punya uang tepatnya.
Jadilah Dinda memutuskan untuk jalan kaki saja, tidak terlalu jauh pikirnya mungkin sekitar dua jam perjalanan. Tidak apa, hitung-hitung berolah raga. Besok dia akan mencari kamar kos yang murah dan bisa sambil bekerja di sekitar kampus kalau ada.
"Hai cantik, mau kemana?" tanya seorang pria yang sedang duduk-duduk di cafe pinggir jalan yang tidak jauh dari kampus, memang di sekitar kampus banyak sekali tempat tongkrongan anak muda. Karena itulah Dinda mau cari kerja.
Dinda sangat risih ditatap seperti itu, dia menunduk lalu pergi dari sana dari pada ada masalah. Tapi sayangnya dua laki-laki yang tadi duduk menghadangnya. "Buru-buru sekali nona, apa kau mahasiswi baru di sini. Sepertinya kami baru pernah melihat yang dekil seperti ini. Hahaha ...." Lagi-lagi kemiskinan membuat Dinda di tertawakan. Tapi dia tidak punya apapun untuk melawan.
"Iya kak, saya baru." Dinda ingin sekali segera pergi.
"Kebetulan sekali kau harus menghormati kami sebagai senior, duduklah dulu mari minum kopi bersama kami," ajak mereka dengan menyeringai karena dapat mangsa baru.
"Terimakasih kak, tapi saya harus segera pulang. Permisi." Dinda mau pergi tapi dihalang-halangi. Bahkan salah satu dari mereka berani memegang lengan Dinda. Otomatis dia langsung menghindar, tapi memang dia memilih untuk menahan emosi karena tidak ingin terlibat masalah yang merugikannya.
"Apa kau tidak mendengarku nona, aku bilang duduk. Bos kami juga ingin mengenal juniornya." Mereka saling mengkode punya rencana, yang pasti Dinda pasti sedang dalam bahaya sekarang.
"Maaf kak, saya harus segera pulang. Ayah saya akan khawatir kalau saya pulang terlambat." Dinda memegangi tas jeleknya yang ia pakai dari waktu masih di SMA. Dia bukan takut kehilangan harta tapi lebih takut kehilangan harga diri.
"Sudah-sudah, kalian jangan menakutinya," ujar pria yang masih duduk. yang dipanggil bos tadi. Dinda cukup lega karena ia kira sudah bisa lepas dari mereka.
"Jadi kau ingin pulang nona, kalau begitu biar aku antarkan."
"Ti--tidak perlu kak, saya bisa pulang sendiri." Dinda sudah ketakutan tapi sepertinya tidak ada satupun orang yang peduli padanya.
"Aku bukan sedang memberi pilihan tapi perintah, Cepatlah naik ke mobilku!" titahnya.
Arin membulat, dia sangat takut dan mau bersiap kabur dan teriak.
"Cepat naik, apa kau tidak degar perintah bos kami tadi!" perintah dua bawahan itu sambil menggorong tubuh Dinda menuju mobil sport merah yang terparkir di pinggir jalan.
"Tidak!! Saya tidak mau ikut dengan kalian. Saya mohon lepaskan. saya tidak punya apa-apa yang bisa kalian ambil. Saya hanya gadis miskin dan tidak punya uang, pakaianku bahkan sangat lusuh. Bagaimana kalau saya hanya akan mengotori mobil kalian." Dinda tidak masalah dihina tapi dia tidak akan mau kalau diperlakukan seenaknya oleh mereka.
"Hahaha, kami tidak peduli jika kamu miskin nona. Yang kami butuhkan hanya kamu mau menemani kami bersenang-senang."
Hal itu membuat Dinda merasa jijik, ingin sekali menampar wajah mereka. Dirinya memang miskin tapi tidak murahan. "Maaf kak, saya tidak punya waktu untuk menemani kalian. Permisi."
"Apa kau kira bisa pergi dari sini. Ayolah ... jangan sampai membuat kita menggunakan cara yang kasar."
"Benar, cepatlah naik nona. Sebelum kami memaksa." Mereka mengepung Dinda.
Dinda panik dan saat melihat kendaraan lewat pun dia langsung berteriak minta tolong. "Toloooongggg ... tolonnnnggg ..."
Ketiga pria itu marah, mereka langsung berusaha menangkap Dinda dan menyeretnya masuk ke dalam mobil tanpa ada yang melihat. "Diam!! Kalau berteriak lagi maka nyawamu akan melayang!" ancam salah satu dari mereka sambil menodongkan pisau lipat ke leher Dinda. Bergerak sedikit saja pasti kulit lehernya akan tergores.
Dinda langsung diam, tubuhnya juga takut digerakkan melihat pisau itu sangat dekat dengannya.
Mobil itu sudah jalan entah kemana, Dinda tidak tau, dia hanya berharap akan ada orang yang menolongnya.
Ketiga laki-laki itu kesenangan karena berhasil membuat Dinda menurut, pikiran mereka sudah kemana-mana. Padahal mereka dari keluarga kaya dan terhormat tapi kenapa harus menindas orang yang tidak mampu, bukankah mereka bisa membayar seorang penghibur kalau mau. Malang sekali nasib Dinda.
Tanpa mereka sadari ada mobil yang lebih mewah di belakang mereka yang sedang mengikuti mereka.