Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong Lepaskan Awan!
Pelangi meletakkan pensil yang digunakannya untuk menggambar design pakaian ketika mendengar suara bel berbunyi.
Dengan cepat wanita itu memakai Khimarnya dan bergegas keluar kamar. Seperti biasa, Pelangi akan menyibak tirai jendela untuk melihat siapa yang ada di depan gerbang.
"Itu siapa?" gumamnya dalam hati. Dari celah tirai, ia dapat melihat seorang wanita yang berdiri di depan pagar rumahnya dengan pakaian yang cukup minim.
Pelangi pun bergegas menuju gerbang dan membukanya. Spontan bola matanya melebar ketika menatap wanita yang berdiri di hadapannya.
Seorang wanita dengan rambut berwarna seperti madu. Lekukan tubuhnya yang sempurna terlihat jelas di balik pakaian minim yang dikenakannya.
Meskipun belum pernah bertemu sebelumnya, namun Pelangi dapat mengenali pemilik wajah itu. Foto wanita itulah yang menyambutnya dengan menyakitkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah suaminya.
"Hai, aku kemari untuk bertemu dengan wanita bernama Pelangi," ucapnya tanpa rasa sungkan sedikit pun.
"Iya, saya sendiri."
Priska menatap dari ujung kaki ke ujung kepala, seolah tatapannya sangat meremehkan.
Jadi seperti ini istrinya Awan?
"Oh, jadi kamu yang namanya Pelangi, istrinya Awan?"
Pelangi mengangguk pelan, membuat wanita itu mengulurkan tangannya. Namun, Pelangi hanya menatap tangan yang menggantung di udara itu tanpa menyambutnya.
"Okey." Priska menarik tangannya dan memilih menyilangkan di bawah dada. "Maaf mengganggu waktu kamu. Tapi ada hal penting yang harus kita bicarakan."
"Silahkan masuk dulu." Pelangi mempersilahkan wanita itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu.
"Aku rasa, aku tidak perlu memperkenalkan diriku ke kamu. Aku yakin kamu sudah pernah mendengar namaku sebelumnya, kan?" Priska menjatuhkan tubuhnya di sofa dan menyilangkan kakinya.
Hela napas panjang terdengar ketika menatap dinding ruang tamu. Rasa kecewa pun menjalar menyadari fotonya tak lagi menggantung di sana.
"Iya, aku pernah beberapa kali mendengar namamu! Jadi hal penting apa yang mau kamu bicarakan dengan aku?"
Priska menatap wanita berpakaian tertutup di hadapannya. "Aku kemari untuk membicarakan tentang Awan."
"Ada apa dengan suamiku?" Ucapan Pelangi yang menekan kata 'suami' sebagai bentuk kepemilikan membuat Priska memutar bola matanya dengan marah. Kecemburuan tiba-tiba mencengkram yang membuatnya merasa sesak.
"Kamu tahu kan Awan terpaksa menikahi kamu karena desakan orang tuanya."
Pelangi mengangguk sebagai jawaban.
"Jadi tolong lepaskan Awan dan kembalikan dia kepadaku!"
Mata Pelangi terpejam mendengar permintaan singkat nan menyakitkan itu.
"Mengembalikan Mas Awan? Tapi aku tidak pernah mengambilnya dari siapapun. Mas Awan masih lajang ketika menikahi aku."
Lagi, ucapan Pelangi seperti menyulut api permusuhan di antara mereka. "Jelas-jelas kamu yang menjadi orang ketiga di antara aku dan Awan. Dan kamu tahu sendiri siapa yang dia cintai."
"Aku tahu tentang itu. Mas Awan sudah pernah mengatakannya."
"Lalu kenapa kamu masih bertahan? Kenapa kamu tidak pergi dari kehidupan Awan! Apa sesulit itu bagimu untuk melepasnya?"
"Seharusnya pertanyaan itu lebih layak ditujukan kepada kamu. Sampai saat ini aku masih istrinya dan aku berhak sepenuhnya atas diri suamiku. Jadi tolong kamu pergi dari sini! Tidak baik bagi seorang wanita untuk berusaha merebut suami wanita lain."
Priska tertawa sinis. "Dasar perempuan tidak tahu malu!"
Meskipun merasa sakit dengan ucapan Priska, namun sebisa mungkin Pelangi menahan diri.
"Maaf, tapi kamu yang datang untuk meminta seorang istri melepas suaminya. Dari sini, sudah jelas siapa yang tidak tahu malu sebenarnya."
Baru saja mulut Priska akan terbuka untuk membalas, sudah terdengar suara pintu diketuk.
Keduanya menoleh.
Mendadak wajah Pelangi terlihat memucat ketika melihat kedua orangtuanya bersama Zidan ada di ambang pintu.
...........