Keyz berpetualang di Dunia yang sangat aneh. penuh monster dan iblis. bahaya selalu datang menghampirinya. apakah dia akan bisa bertahan?
Ini adalah remake dari novel yang berjudul sama. dengan penambahan alur cerita.
selamat membaca
kritik dan saran di tunggu ya. 😀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Quest 6. Keyz The Shepherd Of Lavarca
The Young Man With His Four Swords Dance
Keyz duduk termenung di atas bebatuan datar di tepi sungai dataran Rakau. Air yang mengalir jernih membasahi telapak kakinya, dingin namun menenangkan. Di kejauhan, monster-monster berwarna biru sebesar bison tampak berkeliaran santai, memakan rumput tinggi yang tumbuh subur di padang terbuka.
Itulah Lvarca—monster pertama yang dia jumpai beberapa saat setelah memasuki dunia aneh ini. Kini, puluhan Lvarca itu bergerak dalam kawanan, sesekali mendengus, sesekali menggoyang-goyangkan telinganya yang lebar, seolah sedang menikmati sore.
Para Lvarca itu sengaja dikembangbiakkan. Dan Keyz, untuk pertama kalinya, menjalankan sebuah Quest ringan: menjaga kawanan damai itu dari monster liar yang belakangan ini suka menyerang sesama monster. Dunia ini memang aneh—bahkan monster pun bisa jadi korban.
Di sisi lain dari padang, kawanan Pico—monster ayam berbadan besar—berkeliaran. Mereka juga dikembangbiakkan. Entah bagaimana, daging yang mereka tinggalkan sebagai item drop disebut-sebut “tak ada lawan”—bahkan sampai jadi bahan pelengkap dalam beberapa hidangan mewah.
Ya, mau tak mau Keyz mengakui: untuk ukuran kerja jadi gembala monster… bayarannya gila juga.
Seratus koin emas per harinya. Ditambah satu koin emas untuk setiap monster liar yang dia kalahkan ketika melindungi kawanan Lvarca dan Pico. Sebagai orang baru yang selalu kesusahan mencari uang sejak pertama kali tiba di dunia ini… ini pekerjaan yang—anehnya—terasa seperti berkah.
Keyz merendam kakinya lebih dalam ke aliran sungai. Monster-monster ikan kecil berwarna perak kebiruan menari-nari di antara kakinya, berenang kesana kemari tanpa rasa takut. Ikan-ikan itu pun bisa dimakan, katanya.
Keyz menghela napas pelan, menatap langit yang cerah.
Oh… inilah dunia damai yang ia inginkan.
Tenang. Sunyi. Tidak ada ancaman yang memburu. Tidak ada kutukan. Tidak ada tragedi.
Hanya…
“Tang! Ting! Ctang!”
Sebuah suara logam beradu—cepat dan beruntun—memecah ketenangan itu, terdengar tak jauh darinya.
Lalu sebuah teriakan keras:
“Phantom Slash!!”
Keyz langsung bangkit. Refleks. Ia memandang ke arah suara itu.
Di atas bukit dataran Rakau, dua sosok sedang bertarung atau… berlatih? Dari jaraknya, Keyz baru sadar bahwa keduanya adalah petualang. Wajah mereka asing—seumur hidupnya di dunia baru ini, belum pernah ia melihat keduanya.
Yang pertama adalah seorang pemuda seumuran dirinya. Tubuhnya ramping, tapi setiap gerakannya meledak cepat, presisi, dan efisien.
Yang kedua adalah seorang gadis muda—sangat cantik—berdiri beberapa langkah di belakangnya, memperhatikan sambil memegang tongkat sihir.
Keyz hanya bisa terpaku.
Pemuda itu bergetar—bukan, dia bergerak—begitu cepat sampai tubuhnya terlihat berbayang. Setiap tebasannya meninggalkan garis cahaya, seperti goresan bulan yang terbelah.
Ia memegang dua pedang, satu di masing-masing tangan. Namun Keyz baru sadar ada dua pedang lagi tersarung di pinggang kanan dan kirinya.
Empat pedang?
Keyz nyaris terbatuk oleh keterkejutannya.
Pemuda itu baru saja mendarat dari lompatan tinggi, menyilangkan kedua pedangnya. Angin berputar di sekelilingnya, dan tepat ketika ia memejamkan mata—
—Sat!!
Ia menghilang. Bukan teleportasi. Tapi gerakan secepat kilat yang memecah udara.
Devil’s step’s?
Tidak. Bukan. Jauh lebih cepat, jauh lebih halus.
Gerakannya menciptakan bayangan dirinya sendiri:
Satu…
Dua…
Tiga…
Lalu sosok asli pemuda itu melompat dari bawah tiga bayangan itu. Putaran yang ia lakukan begitu cepat sampai angin terdengar menderu. Ia memutar beberapa kali ke belakang sebelum akhirnya mendarat.
“Phantom Slash!!”
Bayangan-bayangan dirinya mulai menari liar—begitu cepat sampai terasa seperti ada empat orang yang menyerang musuh imajiner dengan sabetan pedang membabi buta.
Keyz menatap tanpa berkedip.
Keren.
Hebat.
Luar biasa.
Pemuda itu belum selesai.
Ia bersiap lagi. Menarik kedua pedangnya ke belakang, lalu dengan perlahan—sangat perlahan—bilahnya mulai bercahaya. Seperti menyerap cahaya bulan sore yang memudar.
Kemudian ia melompat ke depan:
Empat tebasan secepat kilat dengan dua pedangnya—
“Moon Disaster!!”
Lalu satu lompatan ke belakang—
Serangan lanjutan:
“Storm Reaper!”
Dan dengan gerakan tajam, ia melempar kedua pedangnya ke udara. Pedang itu berputar-putar, berkilau di langit.
Tidak berhenti sampai di situ.
Ia mencabut dua pedang lainnya dari pinggang, lalu menyabetkan keduanya bergantian.
“Shining Cross!!”
Dua gelombang cahaya melesat, bersilangan membentuk huruf X raksasa, melaju secepat kilat hingga membuat udara bergetar.
Pemuda itu menyarungkan kembali kedua pedang di tangannya.
Tepat saat itu—
Dua pedang yang tadi dilempar berbelok di udara, meluncur kembali, dan mendarat sempurna di tangannya. Nyaris tanpa suara.
Tiga bayangan dirinya kemudian menyatu kembali, satu per satu, masuk ke dalam tubuhnya.
Gadis muda di sampingnya mengangkat tongkat.
“Heall!!”
Mantra sederhana, tapi cukup mengembalikan stamina pemuda itu.
Setelah itu, keduanya pun pergi. Perlahan. Seolah yang mereka lakukan tadi hanyalah pemanasan kecil.
Keyz hanya bisa terdiam.
Mulutnya terbuka.
Mata terbelalak.
Otaknya berhenti bekerja sejenak.
Ia menatap kedua pedangnya sendiri…
lalu menatap punggung pemuda tadi…
dan kembali menatap pedangnya.
Dua pedang saja sudah membuatnya merasa keren.
Tapi yang barusan ia lihat?
Seseorang menggunakan empat pedang, melakukan combo skill tanpa terputus, bagaikan bayangan yang sedang menari.
Four Sword Heroes and the Iruna Continent
"Ini, seratus koin emas." Kata Elda, kakek pemilik peternakan Lavarca. Koin-koin itu mengeluarkan kilauan emas yang Keyz perlukan. "Sepertinya, hari ini aman-aman saja."
"Sepertinya begitu," ujar Keyz. Matanya berkilat saat melihat kepingan koin emas yang meluncur ke tangannya. Walau hanya seratus, jumlah ini sangat besar untuk quest yang mudah.
"Apakah besok kau bisa datang lagi, Nak?" tanya Elda, penuh harap.
"Akan aku usahakan, Kek. Mengingat upah yang kau berikan padaku cukup besar, sepertinya aku akan datang lagi." Keyz sudah menghitung, seratus koin emas per hari bisa membayar bunga utang selama beberapa jam.
"Hahaha. Baguslah. Lavarca mungkin monster yang cukup besar, tapi mereka lemah dan penakut," jelas kakek tua itu, sambil menandai mentari sore yang kian tenggelam dan digantikan oleh dua bulan—merah dan biru—yang perlahan menampakkan dirinya. "Mereka sering dijadikan sebagai hewan pengangkut. Dan harga mereka sangat mahal karena hanya bisa dikembangbiakkan di dataran Rakau ini. Bisa gawat kalau mereka diserang oleh monster-monster liar."
"Begitu ya? Aku baru beberapa bulan di sini, Kek. Dan masih belum mengerti semua yang ada di sini."
"Masih beberapa bulan? Dan kau menyandang dua pedang di pinggangmu?" Elda menatap Keyz dengan rasa ingin tahu.
"Hahaha. Tadi, aku melihat pemuda seumuran ku yang membawa empat pedang," ujar Keyz, senyum aneh terukir di wajahnya. Rasa kagum dan terinspirasi masih membekas. "Dia berlatih di atas bukit sana." Keyz dan Elda melihat ke arah yang Keyz tunjukkan, di mana jejak skill pemuda itu masih terasa samar.
"Empat pedang, ya? Mungkin, dia adalah pahlawan dari Hiro Town," kata Elda, nadanya menghormati.
"Pahlawan? Ada kota lain selain Sad Town ini?" tanya Keyz, matanya membesar karena informasi baru.
"Tentu saja, Nak. Masih banyak kota di Benua Iruna ini."
"Iruna? Aku baru tahu nama tempat ini!" seru Keyz, terkejut dengan kebodohannya sendiri.
"Astaga! Kau selama ini hidup di mana, Nak? Di gua?" Elda tertawa.
"Saat aku sadar, aku memang keluar dari dalam gua," ujar Keyz sambil mengingat-ingat kenangan itu, bahunya terangkat. "Mungkin, aku memang manusia gua. Hahaha." Keyz terkekeh kecil, mencoba mencairkan kecanggungan.
"Maaf, Nak. Aku tidak tahu masa lalu mu. Aku akan berhati-hati dalam berbicara." Elda menunjukkan penyesalan.
"Tidak apa-apa, Kek. Sudah biasa. Jadi, terima kasih atas seratus koin emasnya. Sampai besok, Kek."
Quest jadi penggembala pun berakhir dengan kesuksesan.
Namun, hari masih terlalu dini untuk diakhiri. Keyz, kini berjalan menuju Bar milik Kim untuk makan malam gratis dan menyusun rencana.
Ada hal yang harus dilakukannya.
Mencari informasi tentang pemuda dengan empat pedang tadi.
Benarkah dia seorang pahlawan?