Alleta, seorang gadis penurut yang kepolosannya dimanfaatkan oleh sang kakak dan ibu tirinya.
Di malam sunyi itu, sebuah pil tidur seketika mengubah kehidupannya 90 derajat.
Ia terpaksa harus dinikahi oleh seorang pria yang terjebak bersamanya, pria yang sama sekali tak pernah ada dalam tipe suami yang dia idamankan, karena tempramennya yang terkenal sangat buruk.
Namun, pria sekaligus suami yang selama ini selalu direndahkan oleh warga desa dan dicap sebagai warga termiskin di desa itu, ternyata adalah seseorang yang statusnya bahkan tak pantas untuk dibayangkan oleh mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah.
Alfarezi Rahartama, pria luar biasa yang hanya kekurangan izin untuk mengungkap identitas dirinya.
Bagaimanakah reaksi keluarga Alleta setelah tahu siapa sosok menantu yang mereka remehkan itu?
Dan lalu bagaimanakah reaksi Alleta sendiri apabila dia tahu bahwa pria yang menikahinya adalah tuan muda yang disegani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marnii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasrah
Malam itu, Alleta tak mampu untuk terlelap di waktu yang telah menunjukkan pukul 22:00.
Pertengkarannya bersama Dara sore tadi terus memenuhi pikirannya hingga membuatnya kian gelisah.
Saat hatinya terus gundah, ponselnya pun berdering dan membuatnya tersentak membuka mata, gegas ia bangun dan berharap Daralah yang menghubunginya.
Namun, kecewa seketika menghampirinya setelah melihat nomor yang tak dikenal tertera di sana.
Meski malas, Alleta tetap menerima panggilan tersebut.
"Iya, Halo?"
"Saya Handy, sekertarisnya Tuan Alfarez." Terdengar suara seseorang di seberang telepon.
"Oh, Sekertaris Han, ada apa menghubungi saya malam-malam begini?"
Alleta sebenarnya heran di mana pria itu bisa mendapatkan nomornya, tetapi tentu saja ia berpikir tak perlu untuk harus bertanya.
"Saya diminta oleh Tuan Alfarez untuk menjemput Anda, silahkan turun dan ikut saya ke kediaman Tuan Alfarez."
"Hah? Malam ini juga? Kenapa mendadak sekali?"
Namun, bukannya menjawab, Handy justru berkata, "Saya beri waktu 5 menit untuk siap-siap." Dan telepon pun terputus.
Alleta lekas melompat dari ranjangnya dan mengganti piyama yang sedang ia pakai, tak ada waktu untuk merias tipis wajahnya, dengan menguncir rambut, ia pun keluar menemui Handy yang kini masih berdiri di samping mobil.
"Selamat malam, Pak Han," sapa Alleta sambil membungkukkan badan, napasnya masih tersengal-sengal karena terus berlari menuruni anak tangga satu-persatu.
"Silahkan masuk." Handy membuka pintu mobil untuk Alleta, sebelum akhirnya ia juga menduduki kursi kemudi.
"Tuan Alfareznya di mana?" tanya Alleta ketika mendapati di dalam mobil hanya ada mereka berdua.
"Beliau menunggu di rumah," jawab Handy sembari membawa mobil itu menjauh dari kediaman Alleta.
Alleta bersandar memejamkan mata, setidaknya ia punya waktu sebentar sebelum akhirnya bertemu dengan pria itu.
Namun, tanpa sadar ia malah tertidur dalam perjalanan. Tak dipungkiri, menangis dalam waktu yang cukup lama, benar-benar menguras energinya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar kurang lebih 30 menit, mobil pun memasuki pekarangan rumah kediaman Tuan Esson. "Nona, kita sudah sampai."
Handy mencoba membangunkan Alleta, tetapi tampaknya wanita itu terlalu pulas dalam tidurnya.
Pria dengan mata coklat pekat itu pun menghela napas dengan wajah datar, lantas ia merogoh ponsel di saku jasnya. Bukan untuk menghubungi seseorang, tetapi untuk ia gunakan sebagai perantara membangunkan Alleta, dia menggoyang tubuh Alleta menggunakan ponsel itu. Bukan karena ia merasa jijik, lebih ke tak berani untuk menyentuh lawan jenisnya karena takut dianggap tak sopan.
Samar-samar Alleta membuka matanya dan menyadari mobil telah berhenti.
"Nona, silahkan turun, kita sudah sampai."
"Oh, iya." Alleta bergegas mengumpulkan tenaga dan keluar dari mobil.
Melihat bangunan megah berwarna putih itu, membuat Alleta terpaku sejenak akan takjubnya dengan sesuatu yang tak pernah ia lihat dengan jarak sedekat itu.
"Ini ... apa sungguh rumahnya?" gumamnya bertanya. Namun, Handy malah mengabaikan pertanyaan itu, dan justru berkata, "Silahkan masuk, Nona."
Tanpa banyak bicara, Alleta mengikuti Handy dari belakang.
"Siapa ini?" Seseorang menghampiri dan menatap Alleta dari atas hingga bawah.
"Pelayan pribadinya Tuan Alfarez, Nyonya," jawab Handy, dan Alleta hanya bisa tersenyum serta menundukkan pandangannya.
"Di rumah ini ada banyak pelayan, kenapa harus membawa orang luar masuk ke sini?" cetusnya lagi, dan kali ini Alleta merasa nada bicaranya sedikit lebih sinis.
"Saya hanya menjalankan perintah Tuan Alfarez, Nyonya, jika Anda ingin tahu lebih jelas, sebaiknya tanya langsung saja pada beliau." Handy dengan tenang menjawab.
Alleta mengangkat sedikit pandangannya untuk melihat bagaimana reaksi wanita paruh baya itu, dan Alleta dapat melihat sekilas perempuan itu mendelik ke arahnya sebelum melengos pergi meninggalkan mereka.
"Beliau orang tuanya Tuan Alfarez, di kemudian hari jika tak ingin berdebat, sebaiknya cari cara agar bisa menjauh tanpa bertatap muka dengannya," ujar Handy memperingatkan.
"Baik, Pak Han."
"Dan satu lagi." Handy langsung cepat menyela yang membuat Alleta mendongak menatapnya.
"Kamu bisa panggil saya Sekertaris Han, saya lebih menyukai itu timbang kamu harus memanggil saya dengan sebutan Bapak." Handy benar-benar merasa dituakan ketika Alleta memanggilnya seperti itu, jika ingin dijadikan tolak ukur, usianya tak beda jauh dengan Alfarez.
Alleta mengernyit, menatap heran pada pria itu, lagi pula apa bedanya?
Namun, karena tak ingin banyak bertanya dan tentu tak ingin berdebat, Alleta hanya mengangguk mengiyakan.
Setibanya di depan sebuah kamar, Handy mengetuk pintu beberapa kali dan berseru, "Tuan, saya sudah membawa Nona Alleta!"
"Bawa masuk!" Alfarez balas berseru tanpa membuka pintu.
Handy dengan sigap membuka pintu sedikit, dan mempersilahkan Alleta masuk tanpa dirinya.
"Anda kenapa tidak ikut masuk?" Alleta sempat bertanya sebelum ia masuk menemui Alfarez, tetapi Handy hanya menggelengkan kepala dan bahkan tersenyum pun tidak, membuat jengkel saja tentunya.
Alleta terbelalak ketika melihat Alfarez ternyata sudah tidak memakai baju, dan hanya menggunakan jubah mandi, yang bahkan dengan tali yang tidak ia kaitkan sehingga Alleta dapat melihat dirinya yang bertelanjang dada.
Alleta reflek mengalihkan pandangannya merasa malu jika menatapnya terlalu lama, dan reaksinya itu membuat Alfarez tersenyum sinis.
"Seperti orang yang tak pernah melihatnya saja," sindirnya, dan Alleta bergeming.
Apakah yang dia maksud itu soal 3 tahun lalu saat mereka baru saja menikah?
Ah, Alleta hanya akan semakin gila jika mengingatnya.
"Kemarilah," panggil Alfarez, dan Alleta dengan salah tingkahnya mendekat perlahan.
"Tidakkah kau punya banyak pertanyaan tentang siapa aku sebenarnya?" ucapnya lagi ketika Alleta sudah berdiri di hadapannya.
Demi Tuhan, Alleta benar-benar bingung ingin menjawab apa, jika dia mengatakan bahwa dirinya memang penasaran, apakah pria ini sungguh akan menjawab? Takutnya Alfarez hanya ingin membuatnya malu.
"Anda adalah putra pemilik perusahaan Golden Everdawn, semua orang juga tahu, bukan?" jawab Alleta dengan berusaha tetap tenang, walau sebenarnya dia merasa sedikit takut dengan kelancangannya sendiri.
"Aku juga adalah mantan suamimu, apakah bagian tersebut mereka juga tahu?" sergap Alfarez dan Alleta terdiam.
"Apakah kau tidak pernah memberitahu mereka tentang hal itu?" lanjutnya.
"Gila saja, mana mungkin aku berani membeberkan tentang fakta itu. Yang ada mereka semua pasti akan langsung memusuhiku," batin Alleta sambil mendelik sedikit.
Alfarez mengulum senyum menyaksikan ekspresi Alleta yang tampak kesal.
"Kudengar kau kesulitan selama bekerja di sana, perlukah kukabarkan pada mereka bahwa kau adalah mantan istriku?"
"TIDAK!" Alleta lekas menjawab dengan nada sedikit lebih lantang, itu reflek ia lakukan karena panik.
Alfarez tertawa dengan sedikit berdecih, melihat Alfarez yang tampak kurang puas dengan jawabannya, Alleta pun tersenyum lebar berusaha menghindari kekesalan dari pria di hadapannya itu.
"Tidak perlu mengabarkan apa pun pada mereka, itu hanya akan merusak karir Anda sendiri, Tuan, jika mereka tahu bahwa Anda pernah menikahi gadis kampung seperti saya, reputasi Anda pasti akan tercoreng, mereka akan beramai-ramai mengucilkan Anda secara diam-diam," tutur Alleta berusaha mencari celah agar ia aman dari sikap dingin Alfarez.
"Tapi kulihat kau bukan sedang mengkhawatirkan reputasiku, melainkan takut semua orang akan membuatmu kesulitan di sana, benar?"
Alleta menggelengkan kepala dengan cepat. "Saya sungguh tulus mengkhawatirkan Anda, jadi Anda bisa tenang, dan tak perlu menyimpan salah paham terhadap saya." Alleta tersenyum lebar saat mengucapkan itu.
Alfarez menanggalkan jubah mandinya, dan hanya meninggalkan celana boxer ketat yang membentuk lakukan tubuh bagian bawahnya, hal itu membuat Alleta kembali berpura-pura tak melihat apa yang barusan terpampang jelas di depan matanya.
Alfarez dengan dingin berkata, "Seperti apa reputasiku, aku tak butuh seorang wanita mengkhawatirkannya." Sembari melempar jubah mandi di tangannya ke arah Alleta, dan lalu tersangkut di kepalanya yang sedang menunduk itu.
Tentu saja Alleta terkejut, tetapi apa yang bisa dia lakukan? Bahkan seorang pelayan tak dibenarkan untuk protes sekali pun.
Saya Author Marnii, suka Durian dan Mangga, serta suka menulis tentunya. Buat kalian yang sudah bersedia mampir dan memberikan dukungan, semoga sehat selalu, diperlancar rezekinya.
Kapan-kapan aku sapa lagi ya, udah terlalu panjang soalnya /Scowl/