"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15
Siang berlalu begitu cepat berganti sore yang menjadi pembatas malam. Semburat jingga membias dilangit saat mobil yang dikemudikan Fauzan memasuki halaman rumahnya mereka baru saja tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan hampir tiga jam.
Tanpa menunggu Fauzan turun, Renata turun lebih dulu kemudian ia membuka pintu rumahnya. "Ayo bu masuk!" ajaknya pada sang ibu sambil membuka lebar pintu rumahnya.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga pas Maghrib." Bu Rohmah menatap sekeliling rumah sang putri yang sudah lama tidak ia kunjungi. Seakan tak merasakan lelah paruh baya itu langsung ke dapur untuk memasak air.
"Ibu mau bikin apa? biar Zan yang bikinin, ibu duduk saja pasti lelah." Fauzan yang mengekor dibelakang meletakkan beberapa makanan khas Bandung yang dibelinya tadi, langsung menghampiri ibu mertuanya.
"Ibu mana ada lelah, dari berangkat sampai barusan ibu hanya duduk. Dan yang sebenarnya capek itu malah kamu Zan, kamu duduk saja istirahat biar ibu bikinin kopi atau mau teh?" Sahut Bu Rohmah sambil mengisi gelas dengan air putih dan memberikannya sama Fauzan.
"Zan"
"Bu"
Panggil keduanya bersamaan. "Iya Zan, bicara saja!" Bu Rohmah duduk berhadapan dengan Fauzan, paruh baya itu menatap wajah menantunya dengan sorot penasaran.
"Em, itu bu. Soal waktu kita pulang yang terus diulur, aku minta maaf Padahal ibu sudah siap-siap dari pagi tapi berangkatnya malah hampir Ashar. Aku kalau ke Bandung suka seperti itu, bawaannya ingin santai dan ujung-ujungnya Rena marah."
"Tidak apa-apa, ibu ngerti. Karena ibu juga dulu kalau ke rumah orang tua suka malas mau pulang kerumah sendiri kalau tidak ingat tanggung jawab dan kewajiban. Masalah Rena biar nanti ibu yang bicara, kalian sama-sama lelah. Lain kali kalau ada waktu senggang manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk benar-benar dihabiskan berdua, karena yang namanya rumah tangga itu jangankan kalian yang baru seumur jagung. Ibu sama bapak saja yang sudah puluhan tahun masih suka ada selisih paham dan cara menyelesaikannya dengan menikmati waktu berdua walau hanya beberapa jam, menepi dari anak dan cucu." Bu Rohmah menatap Fauzan memperhatikan raut menantunya itu dengan tatapan lembut.
"Apalagi kalian masih sama-sama muda, sama-sama memiliki ambisi yang tinggi dengan aktifitas yang melelahkan hingga emosi pun akan mudah meluap. Maka dari itu biasakan bicara dari hati ke hati, waktu libur habiskan untuk berlibur meski hanya rebahan di rumah tapi harus tetap berdua. Keluarga, saudara bahkan orang tua pun ada kalanya jangan dilibatkan dalam waktumu bersama pasangan. Karena yang paham diri kalian bukan ibu, ibumu atau saudara yang lain tapi kalian berdua." Bu Rohmah terdiam sesaat ketika Renata melewati keduanya dengan membawa pakaian kotor satu keranjang penuh.
"Zan tahu kan? rumah tangga itu ibarat kapal, dan laki-laki adalah nahkodanya. Sehingga mau seperti apa kapal berlayar tergantung bagaimana nahkodanya, begitu juga dengan rumah tangga. Dan didalam rumah tangga itu hanya ada dua pihak yaitu suami dan istri, selain itu baik ibu atau orang tuamu hanya orang luar dalam urusan rumah tanggamu dan tidak berhak untuk mencampurinya." Pungkas Bu Rohmah, Ia berusaha menjadi penengah meski tahu penyebab Renata banyak diam.
Paruh baya itu bangkit dari duduknya, kakinya melangkah menuju dapur. Tak berselang lama ia sudah kembali dengan satu cangkir teh di tangannya. "Nak, ini teh nya diminum dulu, ibu tambahkan lemon juga sama madu biar seger." Ucapnya seraya menyodorkan cangkir berisi teh pada Renata.
"Istirahat dulu, sebentar lagi Maghrib. Pakaian kotor biar besok ibu yang cuciin, jangan dicuci sekarang." Bu Rohmah menuntun tangan Renata supaya meninggalkan tempat cuci tersebut.
.
.
.
"Yang, ayo tidur! ini udah jam sembilan." Fauzan yang sudah merebahkan tubuhnya di kasur kembali bangkit saat Renata masuk sambil membawa setumpuk pakaian yang baru saja selesai di setrikanya.
"Iya sebentar, aku mau nyiapin baju dulu." Sahut Renata tanpa menoleh, ia masih kesal dengan Fauzan yang sama sekali tidak memperlihatkan rasa bersalahnya telah mengulur waktu hingga dirinya tak memiliki waktu untuk istirahat.
"Kamu kapan ada waktunya buat istirahat kalau jam segini masih menyibukkan diri, padahal masih ada waktu besok pagi. Lagi di rumah orang tuaku ribut ngajak pulang alasan butuh istirahat, dan sekarang malah menyibukkan diri!" Fauzan melempar remote pendingin ruangan cukup keras membuat Renata seketika menghentikan kegiatannya. Perempuan itu menghembuskan napas kasar sambil melangkah mengambil remote yang baru saja di lempar suaminya.
"Sudah bicaranya? kalau sudah sekarang giliran aku yang bicara!" Renata melangkah mendekati ranjang dimana Fauzan tengah menatapnya penuh kekesalan.
Kamu aja yg di telpon gak mau ngangkat 😏😏😏
baru juga segitu langsung protes 😏😏
Rena selalu bilang gak apa apa padahal dia lagi mendem rasa sakit juga kecewa tinggal menunggu bom waktunya meledak aja untuk mengeluarkan segala unek unek di hati rena😭
scene nya embun dan mentari juga sama
bikin mewek 😭
jangan bikin kecewa Napa ahhhhh😭😭
aku sakit tau bacanya
padahal bukan aku yang menjalani kehidupan rumah tangga itu😭😭😭
suka watir aku kalauu kamu udah pulang ke bandung 😌😌