Terjebak Bersama Pewaris Millioner

Terjebak Bersama Pewaris Millioner

Terjebak

"Ayo, Bapak-Bapak, kita dobrak saja pintunya," teriak salah satu pria paruh baya yang tampak tidak sabaran untuk segera membuka salah satu kamar di rumah kosong yang lama tak berpenghuni.

Semua yang ada di sana mengangguk setuju.

Beberapa pria maju dan mendobrak pintu tersebut.

Brakk!!!

Pintu terbuka lebar, dan bersamaan dengan itu seorang pemuda dan gadis yang ada di dalam tersentak bangun.

"A-apa yang terjadi?" ucap gadis itu terbata. Terkejut karena dikerumuni para warga, sekaligus tak mengerti mengapa bisa ia berada di tempat asing itu berdua dengan seorang lelaki, dan yang membuatnya tak habis pikir, bagaimana mungkin mereka berdua sama sekali tak memakai sehelai benang pun.

"Dasar anak muda tidak tahu malu, mencoreng nama baik desa kami, perbuatan kalian ini bisa mengundang kesialan dan bencana di sini!" Salah satu warga berteriak murka memandangi keduanya yang saat ini tampak sangat kebingungan.

"Atas dasar apa kalian berhak menuding suatu hal hanya karena bukti semacam ini?" sergah Alfarez dengan suara berat dan mata congkaknya, pria itu kini masih duduk di samping wanita yang terjebak dengannya.

Semua orang tentu tak senang mendengar keangkuhannya berbicara, sembari menggeram tipis menatap ke arah sepasang manusia yang tubuhnya hanya tertutupi oleh selimut itu.

sementara, Alleta diam-diam bergegas mengenakan pakaiannya kembali.

"Ayo, Bapak-Bapak, kita seret mereka keluar!"

Ketika beberapa orang hendak mendekat, Alfarez tiba-tiba membentak dengan suara lantang.

"Menyingkir kalian semua!"

Mendengar suaranya yang menggelegar, situasi berubah mencekam dan sunyi, nyali mereka ciut hanya dengan mengandalkan suara pria dengan tempramen buruknya itu.

"Siapa di antara kalian berani menyentuhku, kupatahkan tangan kalian!" Lagi-lagi, mata elang yang menukik tajam itu membuat mereka semakin terhipnotis untuk tetap diam di tempat.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Tiba-tiba seseorang datang memecah kerumunan.

Semua orang menoleh ke sumber suara, dan ternyata yang datang adalah kepala desa.

"Ini, Pak. Mereka ketangkap basah sedang kumpul kebo, tapi menolak untuk mengaku," jawab salah satunya.

"Mengakui hal yang tak pernah dilakukan. Ck, aku tak sebodoh itu," sinis Alfarez, sembari mengenakan semua pakaiannya.

Diam-diam Alleta memberanikan diri melirik pada Alfarez, meski ia termasuk salah satu orang yang takut pada pria itu, tetapi diam-diam ia setuju dengan setiap kalimat yang dikatakannya.

"Pak, tolong beri keadilan untuk kami, kami benar-benar tak melakukan apa pun di sini," Alleta mencoba untuk meluruskan ketegangan di antara mereka.

Namun, siapa yang akan percaya dengan ucapannya, bukti nyata telah disaksikan banyak orang, mereka tidur di satu kamar, satu ranjang, dan bahkan satu selimut, keadilan semacam apa yang diharapkannya.

"Alleta, Alfarez, sebagaimana yang sudah disepakati, di desa ini jika ada yang kepergok memiliki hubungan terlarang, jalan tengahnya cuma satu, kalian harus dinikahkan sesegera mungkin," ucap kepala desa dengan wajah tenang.

"Pak, tapi kami tak melakukan apa pun," sanggah Alleta dengan mata berkaca-kaca.

Saat ini, Alfarez hanya diam, kepala desa itu adalah utusan ayahnya, jika dia banyak membangkang, pria paruh baya itu akan mengadu, dan pasti masa hukumannya akan diperpanjang sebagaimana yang sudah-sudah.

"Tuan, kenapa kamu diam saja? Katakan pada mereka bahwa kita tak melakukan apa pun!" Alleta mulai panik ketika Alfarez tampak diam tanpa perlawanan.

Alfarez menatap Alleta sebentar, lalu ia beranjak dan menghela napas. "Baiklah, apakah kalian semua bisa keluar sekarang?" Alfarez menatap semua warga yang berkumpul, dan perlahan mereka keluar satu persatu, termasuk kepala desa, hanya menyisakan pria itu dan Alleta berdua.

"Tuan, apa maksudnya ini? kenapa kamu tidak menyanggahnya?" Alleta memelas, kerutan alisnya menandakan keputus asaan.

"Hanya menikah saja, apa yang perlu diributkan?" jawab singkat Alfarez tanpa ekspresi.

"Hanya? Kamu bilang hanya menikah? Ini masalah serius, Tuan."

"Kita bisa bercerai setelahnya, tak usah terlalu dramatis," jawabnya lagi seraya berlalu keluar meninggalkan Alleta sendirian dengan kekesalan yang memenuhi jiwa raganya.

Alfarez sendiri juga kesal, tapi apa yang bisa dia lakukan? baginya tak ada yang lebih mengerikan dari perpanjangan hukuman dari sang ayah.

****

Pagi itu, Alleta diantar pulang oleh kepala desa, sekaligus ingin menjelaskan apa yang telah terjadi.

Alleta sudah mati-matian menolak untuk diantar pulang, tapi kepala desa tetap kukuh agar ia menjelaskan secara langsung pada yang bersangkutan, karena ayah Alleta berhak tau apa yang sudah terjadi pada putrinya.

***

"Apa? Tidur sama Alfarez?"

Seperti dugaan, tentunya Adrian selaku ayah Alleta tak percaya dan menyangka akan hal itu bisa terjadi pada putrinya.

"Alleta, katakan bahwa ini tidak benar!" Adrian menatap putrinya penuh harap, mau taruh di mana wajahnya jika itu benar terjadi?

"Pa, Alleta tidak melakukannya, Papa percaya Alleta, 'kan?" Linangan air mata kini semakin tak terbendung di kelopak mata milik gadis cantik itu.

"Tapi bukti kamu tertangkap basah sudah jelas Alleta, kamu tak bisa mengelaknya lagi, jangan bohongi kami karena keegoisan kamu semata," ucap seorang gadis dengan rambut hitam pekat itu, yang tak lain dan tak bukan adalah kakak tiri Alleta.

"Aku sungguh tak melakukannya, kenapa kalian tak ada yang percaya? Aku sungguh tak melakukannya." Alleta terus mengelak, berharap ada secercah kepercayaan dari sang ayah.

"Alleta, sudah katakan saja yang sebenarnya, jangan terus mengelak, buktinya saja sudah sangat kuat, apa lagi kalian ditemukan tanpa memakai sehelai benang pun, wanita dan pria dalam satu kamar tanpa busana, apakah mungkin tak terjadi sesuatu?" sela Davina, sang ibu.

"AKU SUDAH BILANG, AKU TAK MELAKUKAN APA PUN, AKU BAHKAN TAK TAHU MENGAPA AKU BISA BERADA DI SANA!"

Alleta berteriak lantang bersamaan dengan air mata yang semakin deras, ia kesal mengapa semua orang menyudutkannya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dan ....

Plak!!

Seketika sebuah tamparan keras melesat ke wajah mulusnya, dan seketika itu pula air matanya terhenti, berganti dengan rasa terkejut tak menyangka, seumur hidup, ini pertama kalinya sang ayah memukul wajahnya.

"Cukup, Alleta, kamu sudah sangat keterlaluan. Sudah salah malah berteriak pada orang tua, apakah seperti ini ayah mendidikmu selama ini?" Adrian berteriak geram dengan mata melotot marah, kali ini ia benar-benar kecewa pada putrinya itu.

"Pa ...."

"Cukup, sekarang kamu masuk ke kamar dan jangan pernah keluar sampai pernikahan kamu dilangsungkan!" titah Adrian dengan napas menggebu-gebu.

Alleta tak banyak bicara, ia langsung berlari masuk ke kamarnya dan mengunci diri di sana.

Tanpa mereka sadari, ada dua orang wanita yang saat ini berbahagia dan tersenyum puas melihat betapa putus asa dan tersiksanya Alleta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!