Dara yang baru saja berumur 25 tahun mendapati dirinya tengah hamil. Hidup sebatang kara di kota orang bukanlah hal yang mudah. Saat itu Dara yang berniat untuk membantu teman kerjanya mengantarkan pesanan malah terjebak bersama pria mabuk yang tidak dia ketahui asal usulnya.
"ya Tuhan, apa yang telah kau lakukan Dara."
setelah malam itu Dara memutuskan untuk pergi sebelum pria yang bersamanya itu terbangun, dia bergegas pergi dari sana sebelum masalahnya semakin memburuk.
Tapi hari-hari tidak pernah berjalan seperti biasanya setelah malam itu, apalagi saat mengetahui jika dia tengah mengandung. apakah dia harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu atau membesarkan anak itu sendirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Setelah keluar dari rumah Dara, malam itu Arkan langsung pulang ke apartemennya. Arkan langsung menuju kamarnya mandi dan berganti pakaian dengan piyama.
Suasana malam terasa tenang, hanya terdengar bunyi detak jam dinding dan suara AC yang berhembus lembut. Setelah menuang segelas air putih, Arkan berjalan pelan ke kamar Rafa.
Pintu kamar kecil itu sedikit terbuka. Dari dalam, terlihat Rafa belum tidur. Bocah itu masih duduk diatas Ranjangnya dan sepertinya tengah mewarnai buku mewarnai nya.
Arkan mengetuk pelan pintu, lalu masuk dan naik ke atas ranjangnya. "belum tidur juga?” tanyanya sambil tersenyum.
Rafa menggeleng pelan. “Belum ngantuk, Pa.”
Arkan duduk di tepi ranjang, mengusap kepala anaknya lembut. “Masih ada yang sakit nggak? Badan masih panas?”
“Udah enggak, rafa udah ngga sakit lagi” jawab Rafa jujur.
"papa kok lama pulangnya. Rafa sendirian tau disini" omel anak itu.
Arkan tersenyum sekilas, mengusap kepala anaknya itu " Papa tadi ada urusan sebentar, maafin papa ya "
" Pasti gara-gara om Andre ya" tebaknya.
" udah ngga usah dipikirin, papa kan udah pulang"
"Sekarang kita tidur dulu ya, buku sama pewarnanya taro di atas meja. Malam ini papa akan temani Rafa tidur"
" Beneran pa" tanya Rafa dengan mata berbinar.
"iya, sekarang kita beresin dulu bukunya"
Rafa dengan cepat menutup bukunya dan meletakkannya di meja kecil di samping ranjang. Senyum lebar terukir di wajah mungilnya, matanya berbinar penuh semangat.
Ia naik ke tempat tidurnya dan menarik selimut bergambar dinosaurus kesukaannya. Arkan ikut berbaring di sampingnya, menatap wajah kecil itu yang kini tampak jauh lebih tenang dibanding beberapa hari terakhir.
“Papa…” panggil Rafa pelan sambil menatap wajah ayahnya.
“Hmm?” sahut Arkan, masih mengusap lembut punggung anaknya.
“Aku seneng deh Papa di rumah. Kalo Papa di sini, Rafa nggak takut.”
Arkan tersenyum samar. “Papa juga seneng bisa di rumah, bisa deket sama Rafa.”
Anak itu diam sebentar, lalu menguap kecil. “Papa sayang Rafa nggak?”
Pertanyaan polos itu membuat hati Arkan mencelos seketika. Ia menunduk, menatap wajah anaknya yang sudah mulai mengantuk. “Sayang banget,” jawabnya pelan. “Papa sayang Rafa lebih dari apa pun di dunia ini.”
Rafa tersenyum setengah sadar. “Rafa juga sayang Papa.”
“Sekarang tidur, ya. Biar besok pagi bisa main lagi,” ucap Arkan lembut sambil merapikan selimut anaknya.
“Hmm…” gumam Rafa kecil, matanya mulai terpejam.
Beberapa menit kemudian, napas anak itu mulai teratur. Arkan masih belum memejamkan mata, hanya menatap wajah putranya yang tertidur lelap di pelukannya.
.........
Pagi itu suasana kantor Mahendra Group terasa lebih ramai dari biasanya. Beberapa karyawan yang baru datang tampak berhenti sejenak di depan lobby, berbisik-bisik sambil menatap ke arah pintu lift yang baru terbuka.
Dari sana, Arkan keluar dengan langkah tegap, mengenakan kemeja putih rapi dan jas abu muda. Namun bukan hanya penampilannya yang menarik perhatian di tangan kirinya, ia menggandeng seorang bocah laki-laki kecil berusia lima tahun dengan rambut hitam legam dan wajah yang sangat mirip dengannya.
Rafa.
Anak itu tampak manis dengan kemeja biru muda dan celana panjang kecil, membawa tas kecil berisi mainan. Matanya berbinar, tapi genggamannya erat di tangan sang ayah, seolah takut ditinggalkan.
Beberapa staf wanita yang melihat mereka langsung berbisik pelan.
“Ya ampun, itu anaknya Pak Arkan, ya? Lucu banget!
“Iya, mirip banget! Dingin-dingin begini bawa anak, duh, manis banget pemandangannya.”
"Auranya itu loh, keluar banget"
Arkan yang sadar banyak pasang mata memperhatikan hanya menanggapinya dengan anggukan kecil tanpa ekspresi. Ia tak terlalu peduli dengan tatapan para karyawan, yang penting hari ini Rafa tenang bersamanya.
" nanti Rafa ngga boleh ganggu papa kalo lagi kerja ya, kamu harus duduk manis nanti di ruangan Papa, nggak boleh lari-larian, oke?”
Rafa mengangguk serius. “Iya, Rafa janji. Tapi nanti boleh main sama om Andre ya”
" iya, nanti kalo om Andre sudah selesai bekerja".
Om Andre yang dimaksud Rafa adalah sekretarisnya Arkan. Mereka bisa dibilang cukup dekat karena Andre sering menemani Rafa bermain.
“Selamat pagi, Pak Arkan.”
“Selamat pagi, Pak.”
Arkan membalas singkat, “Pagi.”
Namun mata mereka justru tertuju pada bocah kecil di sampingnya. Rafa yang awalnya sedikit malu, justru menyapa polos, “Pagi, Om… Tante.”
Sontak suasana menjadi cair. Beberapa staf wanita tersenyum gemas, bahkan ada yang berbisik pelan, “Astaga, manis banget suaranya!”
Begitu sampai di ruangannya, Arkan menurunkan Rafa ke sofa kecil di pojok ruang kerjanya. Di sana sudah ada beberapa mainan yang dulu sering ia bawa untuk menghibur Rafa saat lembur.
“Di sini Rafa bisa main, tapi jangan ganggu Papa dulu, ya?”
Rafa mengangguk patuh, mengambil mobil-mobilan kecil dari dalam tasnya. Arkan tersenyum tipis, lalu duduk di meja kerjanya dan menyalakan laptop.
Sesekali ia melirik ke arah anaknya yang tengah bermain serius. Tak lama kemudian, pintu ruangannya diketuk. Andre, asisten pribadinya, masuk dengan membawa beberapa berkas.
“Selamat pagi, Pak Arkan—” Andre terhenti sejenak begitu melihat Rafa. “Wah, pagi juga, Tuan kecil.”
Rafa menatapnya sambil tersenyum malu. “Pagi, Om Andre.”
Andre tertawa kecil. “Wah, mirip banget sama Bapak-nya. Sampai gaya ngomongnya juga sama.”
" om Andre mau ngapain"
"om lagi kerja sama papa mu, kok Rafa ngga sekolah. Ini kan bukan hari libur"
" Rafa malas sekolah om. Capek"
mendengar itu Andre hanya bisa tersenyum simpul