Vanesa, Gadis muda yang menerima pinangan kekasihnya setelah melewati kesedihan panjang akibat meninggalnya kedua orang tuanya, Berharap jika menikah sosok Arldan akan membawa kebahagiaan untuknya.
Namun siapa sangka semuanya berubah setelah pria itu mengucapkan janji suci pernikahan mereka.
Masih teringat dengan jelas ingatannya di malam itu.
"Arland, Bisa bantu aku menurunkan resleting gaunku?"
Sahut Vanesa yang sejak tadi merasa kesulitan menurunkan resleting gaun pengantin nya.
Tangan kokoh Arland bergerak menurunkan resleting di punggung istrinya dengan gerakan perlahan.
"Terima kasih"
Sahut Vanesa yang menatap Arland di pantulan cermin yang ada di hadapannya.
Arland menarik ujung bibirnya, Menciptakan senyum mengerikan yang membuat Vanesa melunturkan senyum miliknya.
"Vanesa, Selamat datang di neraka milikku"
Ucap Arldan pada saat itu yang kemudian meninggalkan Vanesa begitu saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pio21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin gadis itu bahagia
Indonesia
Tuan besar Santoso tampak begitu antusias menunggu kepulangan cucu dan cucu menantunya, Berharap sebuah peristiwa di Jepang membawakan hasil untuknya.
Dan yang dia tunggu tunggu akhirnya telah tiba, Pasangan suami istri itu terlihat masuk dalam raut wajah yang berbeda.
Jika Arldan terlihat begitu santai dan datar, Namun berbeda dengan Vanesa yang tampak gelisah dan yah kesulitan berjalan.
Melihat itu membuat tuan besar Santoso tertawa, Dia yakin sesuatu yang besar terjadi, dan bulan madu cucunya berhasil.
Itu berarti dia cukup menunggu kapan hasilnya akan berkembang di perut cucu menantunya, Dia harap dalam beberapa bulan kedepan dia mendapatkan kabar yang yang telah dia tunggu tunggu bertahun tahun lamanya.
"Kalian telah tiba"
Sahut tuan besar Santoso yang menghampiri Arldan dan Vanesa
"Ada apa dengan perusahaan?"
Arldan langsung bertanya ke arah kakeknya, Sebab memintanya kembali begitu tiba tiba membuatnya menebak jika sesuatu yang buruk terjadi pada perusahaan.
"Beberapa investor berencana membatalkan kerja sama dengan perusahaan, Meski belum pasti namun ini cukup membuat kakek panik, Kakek rasa kau harus mencari cara agar para investor itu tidak membatalkan kerja sama kita, Jika tidak, Maka proyek yang sudah di rancang selama ini akan terkendala begitu saja"
Jawab tuan besar Santoso yang menggiring Arldan agar segera duduk di sofa.
Vanesa memilih pergi dari sana, Berniat mengistirahatkan tubuhnya yang benar benar merasa kelelahan, Terlebih kondisi fisiknya tidak baik saat ini.
Bibi Sumi membantu gadis itu membawa kopernya, Dan ketika gadis itu tiba di kamarnya dia langsung merebahkan tubuhnya.
"Apa nona ingin makan sesuatu?"
Bibi Sumi bertanya ke arah gadis tersebut
"Tidak bibi, Aku akan tidur lebih dulu, Aku cukup lelah setelah melakukan penerbangan"
Jawab Vanesa dengan senyum di bibirnya.
Bibi Sumi menganggukkan kepalanya, Kemudian matanya tidak sengaja melihat susut bibir Vanesa yang terlihat memar, Pergelangan tangan gadis itu juga sama. Jejak keunguan tercetak jelas di kulit seputih porselen itu.
"Nona"
Sahut bibi Sumi dengan suara rendah
Vanesa yang hendak menutup matanya seketika mengurungkannya ketika mendengar bibi Sumi memanggilnya, Dia menatap wanita tua itu beberapa waktu, Melihat ekspresi bibi Sumi dia yakin jika bibi Sumi ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa bibi?"
Tanya gadis itu yang perlahan bangun dari posisinya.
"Apa nona tidak ingin pergi dari sisi tuan Arldan?"
Tanya bibi Sumi dengan suara rendah, Membuat Vanesa cukup terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh wanita tersebut.
"Nona sudah terlalu banyak menderita, Bahkan nona tidak pernah merasakan kebahagiaan setelah menikah dengan tuan"
Lanjut wanita tua itu dengan mata berkaca-kaca.
Perlahan dia mendekati Vanesa, Duduk di samping gadis itu dengan menggenggam erat tangannya.
"Bibi"
Suara Vanesa terdengar bergetar, Lelehan bening terlihat berkumpul di pelupuk mata gadis itu.
"Semakin lama menggenggam beling semakin dalam membuat luka, Dan kelak semakin sulit juga mengobatinya"
Wanita tua itu kembali bersuara, Membiarkan air matanya luruh membasahi pipinya yang tampak mulai keriput.
Vanesa diam, Membiarkan wanita itu melanjutkan perkataannya, Dia jelas tau apa maksud dari kalimat bibi Sumi untuknya.
"Dulu mungkin bibi melarang nona untuk pergi dari rumah ini berfikir jika kelak tuan akan berubah, Namun jikapun berubah, pria yang memiliki temperamen buruk sulit di ubah"
Lanjut wanita tua itu lagi
Ya dulu kerap dia meyakinkan gadis itu, Berkata jika suatu saat tuannya akan berubah, Menjadi sosok yang mencintai nonanya dengan tulus.
Namun semakin banyak hari yang berlalu membuatnya banyak berfikir, Mungkin di antara banyak sikap seseorang di antaranya masih ada yang bisa di ubah, Tapi jika sifat tempramental dan bermain perempuan, Tidak ada jaminan jika orang tersebut tidak akan melakukannya lagi, Entah itu di sengaja ataupun tidak.
"Bibi tidak sanggup lagi melihat nona menderita, Tidak sanggup lagi melihat luka dan bagian tubuh nona yang memar karna perbuatan tuan"
Bibi Sumi menangis, Tangannya mengelus pergelangan tangan Vanesa yang memar.
Sejenak wanita menghela nafasnya pelan, Kemudian kembali menatap Vanesa yang juga telah menjatuhkan air matanya.
"Nona gadis yang sangat baik, Bahkan sangat sangat baik sehingga pantas mendapatkan seorang pria yang mencintai nona"
Tangan keriput itu bergerak menghapus lelehan bening yang jatuh di pipi mulus Vanesa.
"Perihal cinta, Bibi tidak tau apakah nona masih mencintai tuan atau tidak"
Sahut bibi Sumi kembali, Sedangkan Vanesa masih mengunci mulutnya.
Cinta? Masih kah dia mencintai Arldan seperti dulu? Dia sendiri tidak tau dengan itu
"Tapi nona, Apakah cinta membuat luka? Atau justru cinta itu yang membawa kebahagiaan?"
"Bukankah kita sendiri yang bisa memilih jawabannya"
Bibi Sumi menatap Vanesa dengan dalam
"Nona bertahan dengan tuan yang jelas menyakiti nona maka jawabannya cinta adalah luka"
"Tapi jika suatu saat nanti nona jatuh cinta dengan seseorang yang sangat mencintai nona maka jawabannya cinta membawa kebahagiaan"
"Dan bibi harap nona bisa bahagia dengan cinta nona"
Sahut wanita tua itu kembali yang berusaha mengembangkan senyumnya.
Dalam lubuk hatinya dia berharap agar gadis di hadapannya menemukan sosok pria yang memperlakukannya dengan baik, Penuh cinta dan kehangatan.
Sejatinya gadis itu sudah lama menderita dan terluka dalam lingkungan Santoso yang sama dengan penjara untuk gadis itu.
"Istirahatlah nona, Panggil bibi jika membutuhkan sesuatu"
Ucap bibi Sumi kemudian.
Lantas wanita tua itu melepaskan tangannya, Dan memilih berlalu dari sana meninggalkan Vanesa yang terlihat termenung setelah mendengarkan perkataannya.
Tak
Tak
Tak
Hanya suara detak jam yang terdengar dalam beberapa waktu, Hingga di detik kemudian terdengar suara isak tangis yang begitu lirih dari sosok gadis yang kini menjatuhkan dirinya di lantai.
"Aku ingin cinta yang membuatku bahagia, Bibi"
"Aku ingin itu"
Ucap gadis itu dengan lirih, Membiarkan lelehan bening di pelupuk matanya kembali tumpah di bawah pipinya.
"Tapi apakah di luar sana ada kebahagiaan seperti itu untukku?"
"Apakah ada pria yang datang membawa cinta yang bisa menyembuhkan luka ku"
Lirih Vanesa kembali.
Dia ingin pergi, Pergi jauh jika itu bisa, Tapi kemana dia akan pergi? Dia tidak memiliki keluarga lagi, Dimana rumah orang tuanya telah di ambil oleh pamannya yang sejak kecil tidak menyukainya.
Lili? Dia tidak ingin merepotkan gadis itu, Selama ini dia sudah terlalu banyak meminta bantuan pada sahabatnya.
Di dunia ini, Hanya Arldan yang dia punya, Hanya pria itu, Di rumah ini dia bisa tinggal lantas jika pergi dia akan kemana.
Vanesa membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya.
Dia sakit dia ingin pergi, Tapi kemana tujuannya selanjutnya? Bahkan dia tidak tau lagi apa tujuan hidupnya?