Karena sebidang tanah, Emilia harus berurusan dengan pemilik salah satu peternakan terbesar di Oxfordshire, yaitu Hardin Rogers. Dia rela melakukan apa pun, agar ibu mertuanya dapat mempertahankan tanah tersebut dari incaran Hardin.
Hardin yang merupakan pengusaha cerdas, menawarkan kesepakatan kepada Emilia, setelah mengetahui sisi kelam wanita itu. Hardin mengambil kesempatan agar bisa menguasai keadaan.
Kesepakatan seperti apakah yang Hardin tawarkan? Apakah itu akan membuat Emilia luluh dan mengalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8 : Kotak Makan Siang
Emilia berusaha mendengarkan apa yang Hardin dan Meredith perbincangkan. Namun, setelah beberapa saat, dia tak juga mendengar apa-apa.
Sementara itu, Hardin tersenyum simpul sambil memperhatikan bayangan dari celah kecil di bawah pintu.
“Ada apa, Tuan?” tanya Meredith penasaran, berhubung Hardin terus melihat ke arah pintu.
“Apakah Anda tidak sedang menunggu tamu, Nyonya?” Hardin balik bertanya.
“Tidak. Aku jarang sekali menerima tamu,” jawab Meredith. “Apakah ada masalah?”
Hardin segera menggeleng. “Tidak. Lupakan saja.”
Hardin kembali memusatkan perhatian kepada Meredith, untuk melanjutkan perbincangan yang sempat terjeda. “Jadi, bagaimana? Bisakah aku berbicara langsung dengan putra Anda?”
“Kenapa harus begitu? Apa bedanya berbicara denganku atau Emilia?”
“Jelas berbeda, Nyonya. Wanita bersifat holistik, sedangkan pria berpikir secara logis. Dari kemarin, aku dan menantumu tidak menemukan kata sepakat. Pembahasan kami hanya berputar di sana tanpa ada kejelasan, yang bisa kupahami secara detail.”
“Emilia hanya menyampaikan apa yang kukatakan. Intinya aku tidak akan menjual tanah ini, meskipun Anda bersedia membayar dengan harga lebih tinggi dibanding yang lain. Menurutku, itu sudah merupakan keputusan akhir yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Namun, Anda sendiri yang bersikeras untuk memperoleh apa yang Anda inginkan. Dan itu bukan urusanku atau Emilia.”
“Ya, tapi tidak sesederhana itu, Nyonya,” bantah Hardin. “Aku sudah memiliki rancangan bangunan yang akan didirikan di lahan sekitar danau. Jika rumah Anda masih ada di sini, maka itu jelas akan menghancurkan seluruh konsep yang sudah kususun dengan baik,” jelasnya serius, tapi dengan nada bicara yang santun.
“Anda masih baru di sini, Tuan,” ucap Meredith. “Aku mengenal Tuan Morgan Rogers, kakek Anda. Dia adalah pria baik dan sangat dermawan. Selama mengelola Rogers Farm, kakek Anda tidak pernah sekalipun mengusik kami, apalagi sampai menyingkirkan dari rumah dan tanah mereka. Tidak seperti yang Anda lakukan sekarang,” protes wanita paruh baya itu.
“Maaf, Nyonya. Aku tidak menyingkirkan mereka. Aku memberikan ganti rugi sesuai kesepakatan. Tidak ada seorang pun yang merasa terpaksa karena mereka menerima sejumlah uang, yang sebenarnya tidak sesuai dengan harga tanah dan bangunan di sini. Namun, itu tidak jadi masalah besar selama mereka bersedia bekerja sama,” jelas Hardin.
“Lalu, apa yang Anda inginkan dengan menyingkirkan kami dari sini?”
“Jangan memakai kata ‘menyingkirkan’, Nyonya. Aku sudah menjelaskan cukup detail tadi,” tolak Hardin. “Lagi pula, aku dan kakekku hidup di generasi yang berbeda. Wajar bila ada banyak hal yang tidak sama. Jika Anda menganggap kakekku lebih ramah dan bersahabat, itu bukan sesuatu yang akan membuatku harus mengikutinya, sebab aku memiliki konsep sendiri untuk membangun bisnis.”
Hardin mengembuskan napas pelan dan dalam, kemudian melihat arloji di pergelangan kiri. “Aku masih punya urusan lain. Akan kuberikan Anda waktu untuk mempertimbangkan kembali tawaranku. Jangan khawatir, Nyonya. Aku tidak akan membuat Anda merugi karena telah melepas tanah ini,” ucapnya, seraya berdiri.
Melihat itu, Meredith ikut berdiri. “Anda tidak ingin mencicipi kue buatan menantuku?” tawarnya.
Hardin tak langsung menjawab. Entah apa yang ada dalam pikirannya. “Itu terlihat sangat enak, Nyonya. Namun, aku sedang terburu-buru,” tolak Hardin halus.
“Bagaimana jika kubungkuskan untuk Anda?” tawar Meredith lagi.
“Terima kasih sebelumnya. Akan kuterima bila tidak merepotkan.”
Meredith tersenyum, kemudian berlalu ke dapur. Beberapa saat kemudian, wanita itu kembali dengan membawa kotak makan siang kecil. “Ambilah, Tuan.”
“Terima kasih, Nyonya. Permisi.”
Setelah menerima kotak makan siang berisi kue buatan Emilia, Hardin langsung berpamitan. Ketika hendak menutup pintu pagar, Emilia datang dengan mengendarai sepeda sambil membonceng Blossom.
“Hai, Paman,” sapa Blossom sok akrab, padahal belum pernah berkenalan dengan Hardin.
“Hai, Gadis cantik. Kau baru pulang?” balas Hardin. Dia yang tak pernah berinteraksi dengan anak kecil, terlihat agak kaku saat berkomunikasi seperti itu.
“Bagaimana kabar Stacey?” tanya Blossom polos.
“Um, Stacey ... dia … dia sangat bahagia karena memiliki rumah baru,” jawab Hardin agak kikuk.
“Oh, syukurlah. Apa kau sudah mencarikannya kekasih?”
“Bee! Kau masih terlalu kecil untuk membahas itu,” tegur Emilia cukup tegas.
Mendengar suara sang ibu, Blossom langsung menoleh, lalu melipat tangan di dada. “Ibu sangat menyebalkan!” gerutunya, kemudian berbalik. Dia bergegas masuk ke rumah.
“Astaga. Anak itu,” gumam Emilia menahan kesal. Dia yang sudah turun dari sepeda, bermaksud melintas ke depan Hardin yang berdiri di dekat pintu pagar. Namun, ada satu hal yang menjadi perhatiannya, yaitu kotak makan siang di tangan Hardin.
“Kenapa kau membawa kotak makan siang milik Blossom?” tanya Emilia, diiringi tatapan heran.
“Nyonya Meredith yang memberikan ini padaku,” jawab Hardin tenang.
“Tapi, itu …. Tunggu sebentar.”
Emilia bergegas masuk sambil menuntun sepeda. Setelah memarkirkannya dekat pintu utama, dia segera ke dalam rumah. Emilia langsung menuju dapur, kemudian mengambil wadah lain yang tadinya akan digantikan dengan kotak makan siang milik Blossom.
Setelah dari dapur, Emilia kembali ke luar dengan langkah terburu-buru. Namun, itu tidak membuatnya cepat karena Hardin sudah tidak ada di halaman.
“Ya, Tuhan. Ke mana dia?” gumam Emilia. “Ini pasti akan jadi masalah besar. Ck!"
Apa yang Emilia takutkan memang terjadi. Pagi itu, Blossom menolak pergi ke kegiatan pra sekolah yang dirinya ikuti seminggu sekali. Dia hanya akan berangkat, bila Emilia membekalinya makanan menggunakan kotak makan siang kesayangan.
“Aku lupa hari ini Bee ada kegiatan,” ucap Meredith.
“Ada banyak kotak makanan yang lain, kenapa Ibu memakai yang itu?” sesal Emilia.
“Maafkan aku, Millie. Aku benar-benar lupa. Mungkin, sebaiknya kau ambil saja ke Rogers Farm sekarang," saran Meredith.
Emilia mengeluh pelan. Ini akan jadi pekerjaan yang menyebalkan untuknya. Namun, dia tidak memiliki pilihan lain.
“Apa kau mau ikut denganku, Bee? Kita akan langsung berangkat setelah mengambil kotak makan siangmu dari Rogers Farm.” Emilia mengalihkan perhatian kepada Blossom, yang tengah duduk dengan wajah merengut.
Blossom langsung turun dari kursi, lalu berjalan lebih dulu ke luar rumah. Meskipun begitu, wajah anak itu masih terlihat masam karena kesal.
Tanpa membuang waktu, Emilia langsung mengayuh sepeda menuju Rogers Farm sambil membonceng Blossom. Namun, masuk ke area kediaman pribadi Hardin, tidak semudah bertamu ke rumah tetangganya di desa.
Setelah mendapat persetujuan dari Hardin, barulah penjaga pintu gerbang mempersilakan Emilia masuk.
Setibanya di halaman rumah peternakan milik Keluarga Rogers, Emilia segera memarkirkan sepeda. Akan tetapi, dia tak tahu harus ke mana. Semua orang terlihat sangat sibuk, sehingga tak ada satu pun yang peduli padanya.
“Nyonya Emilia Olsen,” panggil Hardin, seraya berjalan menghampiri Emilia dan Blossom.
Aku mikirnya jauh ya
upss..kok cacingan sih..