Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cuma Permulaan
Sudah bergadang sampai hampir subuh pun, Nando tetap tidak bisa lanjut tidur sampai terlalu siang. Pukul delapan, kakinya sudah menjejak keluar dari kamar. Menuruni tangga terburu-buru karena rasa haus yang menyiksa tenggorokan.
Weekend begini biasanya aktivitas di rumah agak lebih santai. Melvis suka membiarkan dua asisten rumah tangga dan sopir mereka melakukan aktivitas yang diinginkan tanpa memedulikan soal pekerjaan rumah tangga. Jadi, sewaktu rungunya mendengar suara ribut penggorengan di dapur, Nando agak merasa heran.
“Ah....” Nando mendesah pelan di anak tangga terakhir. Punggung Betari menyambutnya. Gadis itu tampak sibuk dengan kompor dan peralatan masak. Masih memakai satu set baju tidur berbahan satin berwarna abu-abu tua, handuk di kepala—pertanda habis keramas—dan bau sabun yang menguar.
Masih terlalu pagi untuk mencemari otaknya dengan hal yang tidak-tidak. Selain itu, Nando juga menahan diri untuk tidak secara impulsif menghampiri Betari dan menarik lengannya, lalu membawanya pergi karena teringat ucapan gadis itu kemarin. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak kalimat menyakitkan jika dirinya menunjukkan amarahnya terlalu terang-terangan.
Setelah merasa pengendalian dirinya cukup baik, barulah Nando melanjutkan langkah. Dia menyasar lemari es, membukanya cepat dan langsung menyambar sebotol air mineral dalam kemasan. Berpura-pura tak ada Betari di sana, dia bawa botol air mineral dan menenggaknya setelah duduk di meja makan.
Di posisinya, Betari melakukan hal serupa. Kendati menyadari keberadaan Nando, dia berpura-pura tidak tahu. Tetap lanjut memasak sambil sesekali tersenyum sendiri membayangkan betapa kesal anak tirinya itu. Dia juga mulai memikirkan rencana-rencana jahil untuk mengerjai Nando lebih banyak lagi.
Tak lama sejak keduanya sibuk dengan keheningan dan kegiatan masing-masing, Melvis ikut turun. Sama seperti Nando, lelaki itu juga menyasar kulkas untuk mencari air minum.
Kehadiran Melvis di tengah perang dingin yang tengah berlangsung memunculkan ide cemerlang di kepala Betari. Dengan jahilnya, dia mendekati Melvis, lalu tanpa aba-aba melabuhkan kecupan di pipi lelaki itu.
“Good morning,” sapanya lembut.
Melvis membeku di tempat dengan botol air mineral melayang di udara—belum sempat ditenggak. Sementara Betari sudah melenggang menuju meja makan untuk meletakkan nasi goreng yang sudah selesai dia buat.
“Morning, Nando.” Tak lupa menyapa anak tirinya juga. Betari mengedipkan sebelah matanya, seperti meledek.
Nando meremas botol air mineral di tangannya. Sudah susah payah mencoba menahan diri, Betari malah menyulut api. Alhasil, Nando lagi-lagi hilang kendali. Dia bangkit sampai hampir membuat kursinya jatuh ke belakang, menggebrak meja penuh kekuatan, dan menatap Betari tajam.
“Stop it,” geramnya. Gigi-giginya tampak saling bertabrakan.
Betari jelas tidak peduli. Dia malah tersenyum lembut dan berkata, “Duduk, ayo kita sarapan sama-sama. Mama udah repot-repot bikinin nasi goreng spesial buat kita.” Yang tentu saja membuat amarah Nando semakin membara.
Persetan pengendalian diri, Nando ingin menggulung bumi ini sekarang juga. Dengan kesal dia berbalik meninggalkan meja makan. Pergi dengan langkah mengentak-entak tanpa tahu bahwa Betari sedang tertawa pongah di dalam hatinya. Merasa menang. Merasa di atas awan.
Ini bahkan baru permulaan, tapi Nando sudah kesetanan.
“Betari,” Melvis memanggil pelan.
“It’s oke.” Kepala Betari naik turun. Dia berbalik, menyuguhkan senyum malaikat pada Melvis yang tampak khawatir melihat pemandangan barusan. “Sini, duduk. Kita sarapan berdua.” Pinta Betari.
Dan seperti disihir, Melvis manut saja. Dengan patuh duduk dan mulai menyantap nasi goreng spesial buatan istrinya.
...******...
Sebagai ibu tiri yang baik, Betari tidak akan membiarkan anak tirinya kelaparan. Jadi setelah selesai menyantap sarapan bersama Melvis, dia pergi ke lantai atas membawa nampan berisi nasi goreng yang sudah dingin dan sebotol air mineral. Langkahnya terayun enteng. Bibirnya bahkan dengan lancar bersenandung.
Setibanya di depan pintu kamar Nando, dia mengetuk beberapa kali. Sentuhannya lembut, seirama dengan suasana hatinya yang begitu riang gembira.
Setelah beberapa kali ketukan, pintu di depannya terbuka. Nando muncul masih dengan wajah kesalnya. Tatapannya sinis. Bibirnya yang diam tak menghilangkan tanda ajakan perang.
“Sarapan dulu, Sayang.” Nampan di tangan dia sodorkan pada Nando.
Nando kesal setengah mati. Apalagi mendengar panggilan sayang yang dia tahu maknanya sudah tidak seperti dulu lagi. Betari sengaja bersikap begini untuk membuatnya terusik.
Kendati begitu, Nando tetap tidak sampai hati untuk menepis nampan yang Betari bawa dan membiarkan isinya berserakan di lantai. Karena jauh sekali di lubuk hatinya, dia masih sangat menyayangi gadis ini.
“Makasih,” ucap Nando. Dia sudah akan menutup pintu kembali ketika Betari bersuara lagi.
Katanya, “Nanti siang kita makan di luar aja, ya. Mama udah bikin reservasi di restoran favorit Papa.”
Detik itu juga, Nando betulan ingin melempar nampan di tangannya sampai menimpa apa saja. Kesengajaan Betari membuatnya gemas, membuatnya ingin menelan bola lampu di atas kepala gadis itu bulat-bulat dan memuntahkannya kembali dalam bentuk bola-bola api dahsyat.
Tapi lagi-lagi, niatnya urung karena tidak ingin menyakiti Betari.
Akhirnya, Nando hanya bisa pasrah membiarkan mantan kekasihnya itu pergi setelah puas menertawakan dirinya habis-habisan.
...******...
Mendekati jam makan siang, semua orang mulai bersiap untuk pergi. Betari menjadi yang pertama selesai. Sambil menunggu Melvis dan Nando yang masih bersiap, dia duduk di ruang tamu, mengunyah biskuit sehat milik Melvis dan menonton serial When Life Gives You Tangerines yang sedang ramai diperbincangkan di sosial media. Sosok Yang Gwansik si green forest mendadak jadi role model. Banyak perempuan yang standar pasangannya mendadak jadi tinggi sekali. Menginginkan suami seperti Gwansik yang bertanggung jawab dan tidak patriarki.
Betari sendiri sudah memiliki standar itu sejak lama. Tapi seiring berjalannya waktu, mulai dia lupakan begitu saja. Soalnya dia sendiri tidak yakin apakah dirinya sudah seperti Ae Sun yang tangguh dan pantas diperjuangkan oleh laki-laki seperti Yang Gwansik. Tidak adil saja rasanya kalau membuat standar setinggi langit saat level kita bahkan belum ada di sana.
Dia ke sini untuk menjadi istriku, bukan untuk menjadi pembantu.
“Wah ... Keren!” seru Betari kagum pada kalimat keren yang Yang Gwansik katakan barusan. Akhir-akhir ini dia sering melihat kasus perceraian yang diakibatkan karena para suami lebih membela keluarganya daripada sang istri. Membuat istri-istri mereka merasa tidak dihargai. Pantas saja sosok Gwansik benar-benar digandrungi.
Saat sedang asyik mengunyah dan fokus menonton, bel berbunyi. Betari meletakkan toples ke atas meja, menyelesaikan kunyahan terakhirnya, lalu berjalan menuju pintu.
Tidak ada firasat apa pun ketika tangannya menyentuh handle dan menariknya perlahan. Suasana hatinya juga sedang baik sehingga tidak ada pikiran buruk sedikit pun yang sempat tandang.
Sampai kemudian pintu di hadapannya terbuka sempurna, Betari membeku di tempat. Sosok yang berdiri di depannya bukanlah seseorang yang ingin dia lihat dalam waktu dekat.
“Kamu ... ngapain di sini?” Pertanyaan yang sama, lolos dari bibir Betari dan seseorang di hadapannya yang tampak sama terkejutnya.
.
.
.
Bersambung.