NovelToon NovelToon
Bu Fitri Guru Terbaik

Bu Fitri Guru Terbaik

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Karir
Popularitas:999
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ibu Mertua dan Rekan Kerja Julid

Junaida tidak menyerah untuk menghasut Dito agar menceraikan Fitri. Ia terus berusaha meyakinkan Dito bahwa Fitri tidak pantas menjadi istrinya.

"Dito, kamu harus sadar," kata Junaida dengan nada penuh penekanan. "Fitri itu tidak pantas menjadi istrimu. Dia hanya membawa sial dalam hidupmu."

Dito yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit, menatap ibunya dengan tatapan lelah. Ia sudah sering mendengar ucapan-ucapan seperti ini dari ibunya.

"Ibu, tolong jangan begini," kata Dito dengan suara lirih. "Fitri adalah istriku. Aku mencintainya."

Junaida tidak peduli dengan perkataan Dito. Ia terus saja menjelek-jelekkan Fitri. "Kamu ini sudah dibutakan oleh cinta!" kata Junaida dengan nada sinis. "Kamu tidak lihat bagaimana Fitri memperlakukanmu? Dia hanya memanfaatkanmu!"

Dito menggelengkan kepala. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya. "Ibu, Fitri tidak seperti itu," kata Dito dengan suara bergetar. "Dia adalah wanita yang baik dan tulus. Dia selalu ada untukku, dalam suka maupun duka."

Junaida tertawa sinis. "Kamu ini terlalu naif, Dito," kata Junaida. "Kamu tidak tahu saja apa yang ada di pikiran Fitri."

"Ibu, tolong hentikan," kata Dito dengan suara tegas. "Saya mohon, Ibu jangan ikut campur dalam rumah tangga saya."

Junaida terdiam. Ia tidak menyangka Dito akan berkata seperti itu padanya. Ia merasa sakit hati dan kecewa.

"Kamu sudah berani melawan ibumu sendiri?" kata Junaida dengan nada marah.

"Saya hanya ingin Ibu mengerti," kata Dito. "Fitri adalah pilihan saya. Saya akan tetap bertahan dengannya, apapun yang terjadi."

Junaida berdecak kesal. Ia tidak menyangka Dito akan begitu teguh pada pendiriannya. Ia merasa gagal untuk mempengaruhi Dito.

"Terserah kamu saja, Dito," kata Junaida dengan nada putus asa. "Tapi, ingat, Ibu tidak akan pernah merestui hubungan kalian."

Junaida kemudian meninggalkan kamar rumah sakit dengan perasaan marah dan kecewa. Ia tidak mengerti mengapa Dito begitu mencintai Fitri, wanita yang menurutnya tidak pantas untuk Dito.

Sementara itu, Dito hanya bisa menghela nafas panjang. Ia sedih karena harus bertengkar dengan ibunya sendiri. Namun, ia juga tidak mau menyerah pada ibunya. Ia akan tetap mempertahankan rumah tangganya dengan Fitri, apa pun yang terjadi.

****

Di ruang guru, Bu Asri, Pak Sonny, dan beberapa guru lainnya berkumpul di sekitar Fitri. Mereka memberikan semangat dan dukungan moral kepada Fitri yang sedang menghadapi ujian berat. Suaminya, Dito, masih dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan.

"Fitri, yang sabar ya," kata Bu Asri dengan nada lembut. "Kami semua tahu kamu sedang mengalami ujian berat saat ini. Tapi, kamu harus tetap kuat dan semangat."

"Iya, Fitri," timpal Pak Sonny. "Kami semua mendukungmu. Jangan biarkan masalah ini mengganggu konsentrasimu dalam mengajar."

Beberapa guru lain juga ikut memberikan semangat kepada Fitri. Mereka mengatakan bahwa Fitri adalah guru yang hebat dan profesional. Mereka yakin Fitri bisa melewati masa-masa sulit ini dengan baik.

Fitri mengucapkan terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan-rekan kerjanya. Ia merasa terharu. Ia berjanji akan tetap profesional dan memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya, meskipun hatinya sedang sedih dan khawatir.

Namun, di pojok ruang guru, Bu Ida, Bu Vivi, dan Bu Nilam memperhatikan Fitri dengan tatapan sinis. Mereka bertiga berbisik-bisik, membicarakan Fitri dengan nada julid.

"Lihat itu, Fitri sok sekali," celetuk Bu Ida, memulai gunjingan. "Pura-pura tegar, padahal aslinya lemah."

Bu Vivi, yang selalu ikut sependapat dengan Bu Ida, langsung menimpali. "Betul sekali. Dia selalu ingin terlihat paling baik di antara kita. Padahal, semua guru juga tahu kok kalau ada masalah keluarga."

Bu Nilam, yang terkenal paling sinis, menambahkan, "Iya, tukang drama. Cari muka di depan guru-guru lain. Biar dikasihani."

Mereka bertiga terus saja menggunjing Fitri, mencari-cari kesalahan dan kekurangan Fitri. Mereka iri dengan Fitri yang selalu terlihat dekat dan disayangi oleh murid-muridnya, bahkan oleh rekan-rekan guru lainnya.

"Dia itu terlalu berlebihan," kata Bu Ida lagi. "Semua hal harus dipamerkan. Lihat saja, sedang ada masalah keluarga saja masih sempat-sempatnya cari perhatian."

"Mungkin biar dapat pujian dari kepala sekolah," sahut Bu Vivi. "Biar dianggap guru yang paling berdedikasi."

"Atau mungkin biar dapat promosi jabatan," timpal Bu Nilam. "Siapa tahu dia punya ambisi jadi wakil kepala sekolah."

Mereka bertiga tertawa sinis, merasa puas telah menemukan celah untuk menjatuhkan Fitri. Mereka memang tidak pernah menyukai Fitri yang selalu terlihat sempurna di mata siswa dan rekan-rekan guru lainnya.

"Sudahlah, biarkan saja dia dengan segala tingkahnya," kata Bu Ida akhirnya. "Yang penting, kita jangan sampai seperti dia. Kita harus tetap menjadi diri sendiri."

Meskipun demikian, mereka tetap saja terus memperhatikan Fitri yang masih mengobrol dengan rekan-rekan guru lainnya. Tatapan mereka penuh dengan rasa iri dan dengki.

****

Di ruang guru, Fitri duduk dengan tenang, memanfaatkan waktu luang sebelum jam mengajarnya tiba. Ia mengoreksi pekerjaan murid-muridnya dengan teliti sambil sesekali menyelesaikan tugas administrasi yang menumpuk.

Tiba-tiba, Bu Ida datang menghampirinya. Wajahnya masam, dan tatapannya sinis. "Fitri," sapanya dengan nada mengejek. "Rajin sekali kamu. Sok sibuk, padahal cuma cari muka."

Fitri menghela napas sabar. Ia sudah terbiasa dengan sikap Bu Ida yang selalu sinis dan merendahkannya. "Saya hanya ingin menyelesaikan pekerjaan saya, Bu," jawab Fitri dengan tenang.

"Alasan saja kamu," balas Bu Ida dengan ketus. "Suami sakit saja masih sempat-sempatnya datang mengajar. Dasar tidak punya hati!"

Fitri mencoba untuk tidak terpancing emosi. Ia tahu, Bu Ida memang sengaja ingin membuatnya kesal. "Saya harus profesional, Bu," kata Fitri. "Murid-murid saya membutuhkan saya."

"Profesional?" cibir Bu Ida. "Atau memang kamu haus pujian? Ingin terlihat sebagai guru yang paling berdedikasi?"

Fitri menggelengkan kepala. Ia tidak mengerti mengapa Bu Ida selalu berpikiran negatif tentang dirinya. "Saya tidak mengerti apa maksud Ibu," kata Fitri dengan suara lirih.

"Sudahlah, tidak usah pura-pura bodoh," balas Bu Ida. "Semua orang juga tahu kok bagaimana kamu itu. Tukang drama, cari muka, haus perhatian."

Fitri terdiam. Ia tidak ingin memperpanjang perdebatan dengan Bu Ida. Ia hanya ingin fokus pada pekerjaannya.

"Saya permisi dulu, Bu," kata Fitri sambil membereskan pekerjaannya. "Saya harus segera mengajar."

Bu Ida masih menatap Fitri dengan tatapan sinis. Ia merasa puas karena telah berhasil membuat Fitri kesal.

"Tunggu saja," gumam Bu Ida dalam hati. "Aku akan mencari cara untuk menjatuhkanmu."

Fitri berjalan meninggalkan ruang guru dengan hati sedih. Ia tidak menyangka bahwa rekan kerjanya sendiri akan bersikap sekejam itu padanya. Ia hanya bisa berdoa agar ia selalu diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi segala cobaan.

1
Nusa thotz
aku tidak akan pernah kembali....copy paste?
Mika Su
kasihan kena omel guru galak
Mika Su
aku suka banget karena ceritanya beda sama yang lain
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!