Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Babak Baru
Kondisi Marina dan Khalisa di penjara ternyata tidak seperti yang dibayangkan banyak orang. Alih-alih menunjukkan penyesalan atau rasa bersalah atas perbuatan mereka, keduanya justru mengalami gangguan mental yang cukup serius. Perilaku mereka menjadi aneh dan tidak terkendali, seringkali berteriak-teriak sendiri, berbicara dengan orang yang tidak ada, dan bahkan saling menyerang satu sama lain.
"Mereka berdua seperti orang gila," kata seorang petugas penjara yang sering berjaga di sel mereka. "Kadang-kadang mereka tertawa sendiri, kadang-kadang mereka menangis histeris. Kami jadi merinding melihatnya."
Gangguan mental yang dialami Marina dan Khalisa ini diduga kuat akibat tekanan dan stres yang mereka rasakan selama menjalani proses hukum dan setelah dijatuhi hukuman penjara. Mereka tidak mampu menerima kenyataan bahwa mereka harus hidup di balik jeruji besi, jauh dari kemewahan dan kekuasaan yang selama ini mereka nikmati.
"Mereka berdua itu terlalu stres," kata seorang psikolog yang pernah memeriksa kondisi mental Marina dan Khalisa. "Mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa mereka sudah tidak punya apa-apa lagi. Mereka kehilangan semua yang mereka miliki."
Kondisi mental Marina dan Khalisa yang semakin memburuk membuat pihak kepolisian mengambil tindakan tegas. Keduanya dipindahkan ke sel khusus yang dilengkapi dengan pengawasan yang lebih ketat. Mereka juga mendapatkan penanganan medis dan psikologis secara intensif.
"Kami tidak mau mengambil risiko," kata seorang perwira polisi. "Kami harus memastikan bahwa mereka tidak membahayakan diri mereka sendiri maupun orang lain."
Pemindahan Marina dan Khalisa ke sel khusus ini tentu saja menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang merasa kasihan, ada pula yang merasa puas karena keduanya akhirnya mendapatkan ganjaran atas perbuatan mereka.
"Mereka itu sudah keterlaluan," kata seorang warga. "Mereka sudah membuat banyak orang menderita. Sekarang mereka rasakan sendiri akibatnya."
"Saya kasihan juga sama mereka," timpal warga yang lain. "Tapi mereka memang pantas mendapatkan hukuman yang setimpal."
****
Setelah sekian lama hidup dalam pengasingan dan ketakutan, akhirnya Gendhis, Bismo, dan Renan kembali ke rumah mereka. Rumah yang menyimpan banyak kenangan, baik suka maupun duka. Rumah yang seharusnya menjadi tempat mereka berlindung dan merasa aman, namun justru menjadi saksi bisu kejahatan Marina dan Khalisa.
Kini, setelah kedua wanita keji itu mendekam di penjara, rumah itu kembali menjadi tempat yang hangat dan penuh cinta. Gendhis dan Bismo, dengan bantuan Renan, perlahan-lahan menata kembali rumah mereka. Mereka membersihkan setiap sudut ruangan, memperbaiki kerusakan yang ada, dan menghiasnya dengan perabotan baru yang lebih modern.
Beberapa hari kemudian, kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan kedatangan Pedro dan Suzanna. Kedua mertua yang sangat menyayangi Gendhis dan Bismo itu datang dari Sao Paulo membawa serta Luca, anak Renan dan Gendhis.
"Kalian berdua baik-baik saja kan?" tanya Suzanna, dengan nada khawatir.
"Kami baik-baik saja, Ma," jawab Gendhis, dengan senyum yang lega. "Kami sudah tidak takut lagi."
"Syukurlah," timpal Suzanna. "Mama senang kalian bisa kembali ke rumah ini."
Kedatangan Luca membuat suasana rumah menjadi lebih hidup dan ramai. Tawa dan canda anak kecil itu mengisi setiap sudut rumah. Gendhis dan Renan merasa sangat bahagia melihat anak mereka tumbuh sehat dan ceria.
Malam itu, mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Mereka makan malam bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan tertawa bersama. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka semua.
"Aku harap kita bisa terus seperti ini," kata Bismo, dengan nada yang penuh harap. "Aku ingin kita selalu menjadi keluarga yang bahagia."
"Amin," jawab Gendhis, Renan, Pedro, dan Suzanna serempak.
Mereka semua kemudian berdoa agar kebahagiaan ini akan terus menyertai mereka. Mereka ingin melupakan masa lalu yang kelam dan menatap masa depan yang lebih cerah.
****
Kabar tentang kondisi Marina dan Khalisa di penjara dengan cepat menyebar dan menjadi viral di berbagai media. Masyarakat yang selama ini geram dengan perbuatan mereka, kini semakin merasa bahwa keadilan telah ditegakkan.
Marina, yang mengalami gangguan jiwa hebat, akhirnya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di selnya. Berita ini tentu saja mengejutkan banyak pihak. Ada yang merasa kasihan, ada pula yang menganggap bahwa Marina pantas mendapatkan karma atas perbuatannya.
"Dia sudah terlalu banyak berbuat jahat," kata seorang warga. "Mungkin ini adalah balasan yang setimpal untuknya."
"Saya kasihan juga sama dia," timpal warga yang lain. "Tapi dia memang pantas mendapatkan hukuman."
Sementara itu, Khalisa masih harus berjuang melawan gangguan jiwa yang dideritanya. Kondisinya masih belum stabil dan ia membutuhkan perawatan intensif dari para ahli kejiwaan.
"Khalisa masih belum sadar," kata seorang petugas penjara. "Dia masih sering berbicara sendiri dan berhalusinasi."
"Kami akan terus memberikan dia perawatan yang terbaik," timpal seorang psikolog. "Kami berharap dia bisa segera pulih."
Kabar tentang kondisi Marina dan Khalisa ini tentu saja sampai juga ke telinga Gendhis, Bismo, dan Renan. Mereka bertiga merasa lega karena kedua wanita yang selama ini menjadi mimpi buruk mereka, akhirnya mendapatkan ganjaran yang setimpal.
"Ini adalah akhir dari semuanya," kata Gendhis, dengan nada yang penuh syukur. "Kita akhirnya bisa hidup tenang dan bahagia."
"Betul sekali," timpal Bismo. "Kita tidak perlu lagi takut kepada mereka."
Renan pun ikut merasakan kebahagiaan yang sama. Ia tahu, Gendhis dan Bismo telah melalui masa-masa sulit yang sangat panjang. Kini, mereka berhak mendapatkan kebahagiaan yang abadi.
"Kalian berdua pantas mendapatkan yang terbaik," kata Renan, kepada Gendhis dan Bismo. "Kalian adalah orang-orang yang kuat dan hebat."
Selain kabar tentang Marina dan Khalisa, ada juga kabar tentang Prasojo dan Stefanny. Keduanya, setelah melalui proses persidangan yang panjang, akhirnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda 6 miliar rupiah.
"Mereka berdua harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," kata seorang hakim. "Mereka telah melakukan kejahatan yang sangat besar."
Hukuman yang dijatuhkan kepada Prasojo dan Stefanny ini tentu saja membuat banyak pihak merasa puas. Mereka dianggap pantas mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka.
****
Setelah Marina dan Khalisa mendekam di penjara, satu per satu kebobrokan bisnis mereka mulai terkuak. Utang menggunung, penyelewengan dana perusahaan, penghindaran pajak, dan masalah dengan kreditur menjadi bom waktu yang siap meledak. BM Group, yang dulu megah dan berkuasa, kini berada di ambang kehancuran.
Kondisi keuangan perusahaan sangat memprihatinkan. Kas perusahaan tidak cukup untuk membayar utang dan kewajiban lainnya. Aset perusahaan harus dijual satu per satu untuk menutupi kerugian yang semakin besar. Saham perusahaan pun anjlok nilainya, membuat para investor panik dan menarik modal mereka.
Di tengah kekacauan ini, keluarga Renan datang sebagai penyelamat. Mereka, melalui perusahaan konglomerasi mereka, G Group, menawarkan bantuan untuk menyelamatkan BM Group dari kebangkrutan.
"Kami tidak ingin BM Group hancur begitu saja," kata Renan, kepada Bismo. "Perusahaan ini memiliki potensi besar. Kami yakin bisa membangkitkannya kembali."