"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keren sih kamu tuh!
Empat tahun lalu Anjar berpamitan untuk pergi, dia berkata akan kuliah dan merintis usahanya. Cia sempat berpikir kalau pria itu berbohong kepada dirinya, karena Anjar setahunya selalu terlihat kekanakan dan tidak serius.
Selain itu, Anjar kuliah di universitas negeri yang ada di ibu kota. Cia merasa tidak percaya kalau pria itu akan pergi lama dari dirinya. Namun, nyatanya selama empat tahun pria itu tak pernah menemui dirinya.
Cia sempat berpikir kalau mungkin Anjar sudah menyerah dengan kata-katanya, pria itu tak akan datang lagi untuk menemui dirinya. Pria itu tak akan lagi mengeluarkan gombalan kepada dirinya.
Akan tetapi, kini Anjar datang kembali ke hadapannya. Pria itu terlihat sudah lebih dewasa, dia datang dengan menggunakan kemeja biru langit dipadu padankan dengan celana bahan berwarna hitam.
Pria itu juga memakai jas berwarna hitam, di lehernya Anjar memakai dasi berwarna biru garis gold. Anjar terlihat begitu tampan sekali, Cia sampai pangling dibuatnya.
"Kamu, Anjar?"
"Ya, Mbak Cantik. Aku, Anjar. Apa kabar?"
Anjar mengulurkan tangan kanannya, Cia tersenyum sambil membalas uluran tangan pria itu. Cia masih merasa tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Duduklah! Kamu datang untuk ngajakin aku kerja sama?"
"Iyes, aku ingin mengajukan proposal kerja sama tentang pembuatan makanan instan. Mie instan dengan aneka rasa, pedas dan gurih. Makanan yang begitu dinikmati anak muda sekarang," jawab Anjar.
"Konsepnya?"
"Liat aja di proposal," jawab Anjar.
Anjar tidak seperti klien lainnya yang mengajukan kerjasama dengan Cia, pria itu tidak mempresentasikan project yang dia tawarkan.
Namun, pria itu malah meminta Cia sendiri yang membaca proposal pengajuan miliknya. Cia tersenyum lalu mengambil berkas yang diberikan oleh Anjar, dia membacanya dengan teliti.
Wanita itu tersenyum karena project kerjasama yang ditawarkan oleh Anjar sangatlah rinci dan terencana, dia tak menyangka jika pria itu memiliki ide yang sangat luar biasa.
"Sebelum aku mutusin mau kerjasama atau tidak, aku mau nanya sesuatu. Boleh?"
"Boleh," jawab Anjar.
"Ke mana aja selama empat tahun ini?"
"Kuliah sambil kerja," jawab Anjar.
"Di Jakarta?"
"He'em," jawab Anjar lagi.
"Kok aku nggak pernah kamu sama sekali selama 4 tahun ini?"
Cia merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Anjar, mereka tinggal di kota yang sama tapi tidak pernah bertemu sama sekali. Rasanya, itu sangat aneh.
Terlebih lagi Anjar pastinya sering wara-wiri, tetapi dia sama sekali tidak pernah menemukan pria itu di manapun. Entah di sebuah perusahaan milik orang lain, atau di tempat makan dan tempat nongkrong seperti Kafe.
"Selama empat tahun ini aku fokus kuliah, aku juga fokus membangun perusahaan milik aku sendiri dan membantu mengelola usaha milik almarhum kakek," jawab Anjar.
"Oh, tapi kok aku gak pernah liat kamu sama sekali sih?"
Cia masih saja merasa penasaran, karena beberapa kali dia sempat pergi ke tempat di mana Anjar dulu sering nongkrong. Dia sempat pergi ke taman yang selalu Anjar datangi jika sedang sedih.
Cia juga sudah beberapa kali mencari tahu di mana pria itu merintis usaha dan di bidang apa, tapi dia tak pernah bisa menemukan pria itu dan tidak bisa menemukan usaha apa yang digeluti oleh pria itu.
"Dari tadi nanya mulu udah kayak detektif, kenapa? Kangen ya? Pengen ketemuan ya? Atau, pengen ajak nikah?"
"Kepedean!" ujar Cia sambil mencebikkan bibirnya.
"Bilang aja kangen, makanya dari tadi nanya terus. Apa mau langsung dilamar aja?"
"Ngaco ih!" ujar Cia yang kembali membaca berkas yang diberikan oleh Anjar.
"Malah pura-pura baca, oiya. Bagaimana kabar Mbak Cantik selama aku gak ada?"
"Alhamdulillah baik, oiya. Ini nama perusahaan kamu apaan?" tanya Cia yang tak menolehkan wajahnya sama sekali ke arah Anjar.
Pria itu kini semakin manis dan juga semakin tampan, penampilannya juga terlihat begitu berwibawa. Walaupun memang perkataannya terdengar menyebalkan dengan gayanya yang selalu saja terlihat kepedean.
"Perusahaan aku itu masih kecil banget, semoga aja Mbak Cantik gak malu kalau kerja sama aku."
"Ck! Tinggal bilang aja perusahaan apa, kok repot banget!" ujar Cia mulai kesal.
"Iya maaf, perusahaan milik aku tuh aku namakan AA corporation."
Mata Cia langsung membulat dengan sempurna mendengar apa yang dikatakan oleh Anjar, tak lama kemudian wanita itu berkata.
"Perusahaan yang ada di pusat kota?"
"Iya," jawab Anjar.
"Bukannya perusahaan itu sudah berdiri enam tahun dan juga sudah memiliki perusahaan cabang ya?"
"Hehehe, iya. Aku mendirikan perusahaan itu saat aku masuk SMA, alhamdullilah sekarang sudah berkembang."
"Keren kamu tuh, banyak orang yang sedang membicarakan perusahaan itu. Banyak juga orang yang mau kerja sama dengan perusahaan itu, ternyata pemiliknya itu kamu. Kok bisa sih udah bisnis dari kecil?"
"Belajar sama uyut kamu," jawab Anjar.
"Hah?"
Cia nampak kaget sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Cia, dia tidak menyala kalau pria itu akan belajar mengelola perusahaan dari kakek buyutnya.
"Uyut Aksa?"
"He'em," jawab Anjar. "Oiya, kamu gak mau nanya apa nanya singkatan dari AA corporation?"
"Untuk apa aku tanya-tanya? Gak penting," tolak Cia.
"Tapi menurut aku itu sangat penting, jadi walaupun kamu nggak ingin mengetahuinya, aku tetap akan memberitahukannya."
"Ish! Gak usah lah!" ujar Cia.
"AA corporation itu singkatan nama kita," ujar Anjar.
"Cih! Gak usah membual, Jar. Udah ah, mending kita bahas kerjasama aja. Aku setuju dengan progres kerjasama yang kamu tawarkan, kita bisa mulai kerja Minggu depan."
"Kamu tuh gak asik, padahal aku mau cerita tentang bagaimana perusahaan itu berkembang dan kenapa aku menamai perusahaan itu dengan nama aku dan juga nama kamu."
"Udah jangan ngomong terus, cepat tanda tangan."
Cia membuka lembaran di mana Anjar harus membubuhkan tanda tangannya, Anjar dengan terpaksa menandatangani surat perjanjian kerjasama antara dirinya dan juga Cia itu.
"Selamat bekerja sama, Tuan Anjar."
Cia mengulurkan tangan kanannya, Anjar dengan cepat menerima uluran tangan wanita itu. Lalu, dia tanpa ragu mengecup punggung tangan itu.
"Anjar ih!" kesal Cia sambil menghentakkan tangannya.
"Abisan aku kesel, aku mau cerita kalau perusahaan itu aku dedikasikan untuk kamu, Alicia!"
"Bodo, udah sana pulang. Selamat bekerja sama, untuk pembahasan kerjasama yang pertama, kita akan bertemu kembali Minggu depan."
"Ish! Kejam," ujar Anjar yang dengan cepat mengambil berkas miliknya dan pergi dari ruangan Cia.
Cia menggelengkan kepalanya, dia merasa tidak percaya kalau ternyata Anjar kini sudah terlihat dewasa dan bahkan sudah memiliki perusahaan sendiri.
"Mbak!"
"Astagfirullah!"
Cia baru saja ingin membuka laptopnya, tetapi wanita itu begitu kaget karena Anjar datang kembali sambil menepuk pundaknya.
"Ada apalagi? Apa ada yang tertinggal?"
"Itu, bunga, coklat sama kuenya buat Mbak. Bunganya jangan lupa ditaruh di vas bunga yang dikasih air biar tetap segar, coklat sama roti kejunya jangan lupa dimakan."
"Iya, iya. Nanti aku makan," ujar Cia yang langsung bangun dan mendorong pria itu agar segera keluar dari dalam ruangannya.
"Ya ampun, aku diusir," ujar Anjar setelah Cia menutup pintu ruangannya.