Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Urusanmu
Di hari senin ini, Nando sudah tidak peduli lagi dengan tatapan aneh orang-orang di kantor. Sejak insiden di rumah kemarin, pikirannya terus dipenuhi pertanyaan. Padahal, Melvis sudah panjang lebar kalau dia dan Betari tidak lebih dari sekedar teman. Namun, agaknya Nando masih belum percaya sepenuhnya.
Bertanya kepada kedua belah pihak menjadi ide yang dipilih Nando. Siapa tahu bisa menemukan jawaban yang berbeda, sehingga Nando. dapat menemukan titik terang. Begitu melihat Betari melintas di koridor, dia langsung bertindak tanpa pikir panjang.
Tanpa memberikan kesempatan pada Betari untuk menghindar--karena dapat dipastikan Betari akan seperti itu-- Nando meraih pergelangan tangannya dan menyeretnya pergi dari sana.
Betari berusaha melepaskan diri, namun seberapa keras dia berusaha, genggaman Nado terlalu kuat. Dengan langkah terburu-buru, Nando membawa Betari ke tempat yang jarang terjamah orang demi berbicara tanpa gangguan. Begitu sampai di sana, tubuh tegap Nando langsung menghadang Betari agar tidak pergi begitu saja.
"Be, aku mau jawaban sekarang. Kenapa kamu bisa kenal Papa ku? Darimana kamu tahu dia? Ada urusan apa kamu dengannya?"
Betari menyilangkan tangannya di dada, menatap Nando dengan begitu tajam.
"Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaan kamu."
Jawaban itu hanya membuat emosi Nando makin tersulut. "Jangan menghindar, Be. Aku serius. Aku nggak bisa nerima kalau--"
"Terserah kamu mau nerima atau nggak. Aku dekat dengan siapapun itu bukan urusanmu. Kita udah putus. Jadi, urus aja pacar baru kamu. Tidak usah jahil urusin urusan aku."
Kata-kata itu seperti tamparan keras bagi Nando. Seharusnya dia sadar dan malu, kemudian meminta maaf karena sudah berbuat seenaknya. Tetapi yang ada, Nando justru membeku di tempat, seperti ditinggalkan dalam pusaran kebingungan. Pernyataan Betari terlalu menohok, menusuk tepat ke harga dirinya yang enggan mengakui kenyataan.
Sementara itu, Betari ber ancang-ancang untuk pergi. Walaupun Nando masih dilanda kebisuan, tetap tangan bisa refleks mencekal kembali tangan Betari. Kali ini, Betari menggubah tangannya yang dicekal. Nando terkesiap dengan kekuatan Betari.
...****...
Betari menghembuskan nafas panjang begitu keluar dari ruangan tempat Nando menyeretnya. Sialan. Kenapa setiap kali bersinggungan dengan Nando atau Andara, emosinya jadi berantakan begini? Dia bergegas menuju kubikelnya.
Dengan gerakan kasar, dia medaratkan bokong ke kursi lalu menopang kepala dengan kedua tangannya. Kemudian, daripada terus-terusan kepikiran dan mendem rasa jengkel sendiri, lebih baik dia cari distraksi. Nama Melvis muncul dalam benaknya.
Tanpa pikir panjang, Betari membuka WA lalu nge-chat Melvis.
Pak Melvis, nanti makan siang bareng yuk? Nanti saya yang traktir.
Dia baru sadar jarinya otomatis mengetik tanpa permisi ke otaknya lebih dulu. Biasanya Betari akan bertanya free atau tidaknya. Tetapi kali ini langsung pada intinya.
Pesannya langsung centang dua, tanda sudah terkirim. Tidak lama, balasan masuk.
Oke siap. Kali ini, saya yang nentuin tempatnya ya Mbak.
Betari tersenyum tipis. Ya, tentu saja Melvis tidak akan menolak, sebab dia sudah kesirep oleh Betari.
Kemarin Melvis yang bayar minuman di bar gara-gara Betari keburu tepar duluan. Harusnya itu menjadi momen yang memalukan, tapi entah kenapa, Betari lebih terganggu dengan fakta kalau dia berhutang sesuatu ke Melvis. Kalau nggak segera dibalas, dia pasti selalu kepikiran. Sudah saatnya dia balas kembali hal tersebut dengan mentraktir Melvis makan siang ini.
...****...
Melvis duduk di kursi kantornya yang luas, menatap layar ponselnya dengan ekspresi serius. Sehabis menerima pesan dari Betari, ia menghela napas lalu menekan tombol panggilan cepat ke sekretarisnya.
"Nadine, pastikan tempat itu sudah dipesan untuk siang ini. Aku ingin suasana yang eksklusif, tidak terlalu ramai, dan pastikan ada ruang privat," katanya tanpa basa-basi. Kali ini Melvis meminta bantuan sekretarisnya.
Nadine di seberang sana langsung mencatat instruksi tersebut. "Baik, Pak. Apakah ada permintaan khusus untuk menu atau dekorasi?" tanyanya hati-hati. Ia sudah terbiasa dengan kebiasaan Melvis yang perfeksionis dalam segala hal.
"Menu spesial. Pastikan hanya yang terbaik. Aku mau ini terlihat seperti perayaan kecil, tapi jangan sampai terlalu mencolok," lanjut Melvis. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja, pikirannya sibuk mengatur rencana berikutnya.
Setelah beberapa detik berpikir, ia melanjutkan, "Dan satu hal lagi, siapkan beberapa hadiah."
Nadine mengangguk. "Barang seperti apa yang Anda inginkan, Pak?" tanyanya, siap dengan daftar eksklusif yang biasa dipesan oleh bosnya.
"Branded. Tas, jam tangan, dan mungkin satu set aksesori yang elegan. Pilih yang paling mahal dan paling berkelas," kata Melvis tegas. Ia tidak suka setengah-setengah dalam memberikan sesuatu, terutama jika itu adalah bentuk apresiasi atau cara menyampaikan sesuatu yang lebih besar. Namun kali ini, entah apa alasannya dia memberikan hadiah tersebut. Yang pasti lebih dari sekadar apresiasi seperti biasanya. Pokoknya Melvis hanya mengikuti apa yang di inginkan hatinya.
Nadine mencatat semua detail dengan cepat, lalu bertanya, “Apakah ada hal lain yang harus saya siapkan lagi, Pak?"
"Ada. Pastikan ini tidak sampai diketahui Nando, anak saya."
Nadine sedikit terkejut, tapi ia segera menutup buku catatannya dan menjawab dengan penuh profesionalisme. "Baik, Pak. Saya akan mengurus semuanya dengan sangat hati-hati."
Kalau sampai Nando tahu hal ini, bisa-bisa dia menganggap saya sugar daddy-nya Betari.
"Apa ada lagi yang harus saya siapkan, Pak?" Nadine menginterupsi lagi.
"Sudah, itu saja cukup."
.
.
Bersambung.