Tegar adalah seorang ayah dari dua anak lelakinya, Anam si sulung yang berusia 10 tahun dan Zayan 6 tahun.
Mereka hidup di tengah kota tapi minim solidaritas antar sekitarnya. Hidup dengan kesederhanaan karena mereka juga bukan dari kalangan berada.
Namun, sebuah peristiwa pilu membawa Tegar terjerat masuk ke dalam masalah besar. Membuat dirinya berubah jadi seorang pesakitan! Hidup terpisah dengan kedua anaknya.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Bisakah Anam dan Zayan melalui jalan hidup yang penuh liku ini? Jawabannya ada di 'Surat Terakhir Ayah'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cari perhatian untuk pencitraan
Karena pemberitaan besar-besaran atas kasus penangkapan Zambo, fakta tentang kematian Tegar pun terkuak. Di beritakan jika Tegar memang sengaja dilenyapkan dengan cara disiksa secara membabi buta dengan tujuan menghilangkan saksi kunci.
Kasus makin bergulir panjang mengakibatkan banyaknya nama-nama orang penting yang terseret di dalamnya. Salah satunya adalah anggota dewan pemerintahan yang anaknya melakukan tabrak lari di tol Cipularang yang mengakibatkan dua sejoli meregang nyawa.
Jadilah sekarang rumah Anam dan Zayan selalu ramai didatangi pemburu berita. Mereka ingin mewawancarai secara langsung anak almarhum Tegar, lelaki yang kehilangan nyawa di lapas beberapa minggu yang lalu.
Alih-alih mau berbagi cerita, menjual kesedihan atau marah-marah di depan kamera, Anam dan Zayan terlihat acuh. Mereka tak bersemangat sama sekali melihat banyaknya orang-orang yang mengerumuni rumah mereka.
"Pakai baju ini. Rambut kalian harus disisir yang rapi. Nanti, jika wartawan bertanya.. Kalian harus jawab seperti yang bapak lurah ajarkan tadi. Ya?!"
Begitulah, lurah mereka yang tadinya acuh dengan nasib kedua bocah yatim piatu itu menjadi penuh kepedulian. Tentu saja semua itu dilakukan untuk mendapatkan citra baik di depan khalayak umum.
"Aku nggak mau." Bantah Anam.
"Sama. Aku juga. Pakai saja bajunya sendiri. Buat pak lurah. Kami masih punya baju, ya bang?" Tutur Zayan.
'Aaah.. Anak-anak ini, merepotkan sekali. Dengan mereka patuh, aku bisa mengambil keuntungan dari masyarakat. Aku bisa meminta donasi untuk kelangsungan hidup kedua bocah ini, ya.. Walaupun sebenarnya untuk kelangsungan hidup ku sendiri hahaha.. Tapi, kenapa kedua bocah ini tidak mau patuh! Sialan!'
Tak mau memakai baju baru yang bagus itu? Ya udah. Memang pak lurah peduli? Hal itu bahkan bisa dia jadikan kesempatan untuk menarik empati masyarakat, mengatakan jika hidup kedua bocah itu sangat memprihatikan setelah ditinggal pergi untuk selamanya oleh bapak mereka.
"Bang, aku mau ke tempat bapak." Keluh Zayan yang tidak mau keluar rumah sama sekali. Padahal di luar sana sedang ramai.
"Nanti ya. Setelah mereka semua pergi." Bujuk Anam kepada adiknya.
Anam juga ingin sekali berkunjung ke makam bapaknya, tapi di luar sana.. Lihat saja, kerumunan orang-orang seperti ingin menonton bagaimana menderitanya kedua anak kecil itu setelah ditinggal pergi bapaknya.
Bukankah mereka juga melihat bagaimana keseharian Anam dan Zayan setelah Tegar meninggal? Lalu untuk apa mereka masih ingin mengusik ketenangan kedua bocah itu?
Para warga berlomba-lomba menampilkan sisi malaikat mereka di depan publik dengan memberi bantuan kepada Anam dan Zayan. Sembako, pakaian, bahkan uang, semua itu mereka konten kan.. Ya, agar followers mereka di dunia maya tahu betapa baiknya mereka tentu saja.
Bahkan gubernur daerah mereka juga tergerak untuk ikut muncul dan memberikan bantuan. Sekolah gratis hingga jenjang perguruan tinggi untuk Anam dan Zayan, ditanggung gubernur itu sendiri katanya.
Malam hari, ketika orang-orang sudah kembali ke kediaman masing-masing, Anam dan Zayan memberanikan diri keluar rumah. Keduanya memakai jaket, udara sangat dingin karena habis hujan.
"Kalian mau kemana?" Tegur Ria.
Anam dan Zayan melonjak kaget. Pun kehadiran Ria saat ini juga membuat keduanya bertanya-tanya, kemana saja bibi baik hati yang selalu membersihkan rumah dan memberi mereka makan itu pergi? Pasalnya, sejak orang-orang beramai-ramai datang ke rumah mereka, hanya sosok Ria yang tidak Anam dan Zayan lihat keberadaannya. Sedangkan Sengkala yang biasanya benci sekali dengan kedua bocah itu saja muncul untuk memberi keterangan pada awak media, jika selama ini dirinya sering memberikan bantuan pada kedua bocah tersebut. Entah bantuan macam apa yang Sengkala maksud kan, hanya dia yang paham.
"Ke tempat bapak." Jawab Anam singkat saja.
"Kalian ini nggak lihat waktu banget ya, ini malam! Tau kan malam-malam itu banyak setan? Ngapain malah ke kuburan? Besok aja. Besok pagi, biar bibi temenin." Ria melarang keduanya yang akan nekat pergi ke kuburan malam-malam.
"Tadinya aku nggak takut. Tapi, bibi bilang kalo malem banyak setan kok aku jadi merinding sih bang." Zayan mulai termakan omongan Ria.
"Nah, itu.. Itu dideketin setan kalian! Jangan sembrono, mau ke kuburan itu liat waktu. Bapak kalian juga pasti nggak suka kalau kalian keluyuran di jam seperti ini, mana ke kuburan lagi!"
Hardik Ria. Dia hanya menasehati bukan marah ataupun membenci. Memang ucapan yang terlontar dari mulutnya sedikit naik intonasinya, bukan berarti Ria memusuhi mereka.
"Bapak kami kan bukan setan, ya bang. Bapak baik, nggak ganggu kami. Ya bang!?" Lagi-lagi Zayan yang bicara.
"Ya emang bukan bapak kalian yang jadi setan, tapi di kuburan itu bukan cuma bapak kalian aja. Mau kalian pulang-pulang digendong kolong Wewe? Atau di kejar pocong, atau diuber kuntilanak?? Mau??" Tegas Ria lagi.
"Astaghfirullah hal adzim. Amit-amit." Zayan bergidik ngeri.
Sedangkan Anam masih saja diam. Dia terus memperhatikan Ria sedari tadi.
"Bi Ria kemana aja? Kok tiga hari ini nggak keliatan?" Itulah yang ditanyakan Anam kemudian.
"Bibi di rumah. Kalian baik-baik saja kan, selama bibi nggak di dekat kalian? Nggak ada yang nyakitin kalian kan?"
Nyatanya niat untuk pergi ke makam Tegar hanya sebatas angin lalu karena sekarang mereka digiring Ria untuk masuk kembali ke dalam rumah mereka.
"Kalian anak-anak baik, anak-anak Sholeh, doa kalian dikabulkan Allah. Mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang menyebut bapak kalian penjahat.. Bapak kalian hanya korban. Korban dari orang-orang gila di dunia ini." Lanjut Ria berkata.
Zayan terisak. Dia ingat bagaimana rasa rindu kepada Tegar membuatnya berani keluar rumah tadi. Dia hanya ingin berdoa langsung di pusara bapaknya. Menaburkan bunga dan menyiramkan air ke makam orang yang dia cintai.
Pelukan Ria makin membuat Zayan tergugu, Ria tahu.. si bungsu ini sangat manja pada bapaknya, fakta kepergian Tegar yang nyatanya di sengaja oleh oknum tertentu membuat Zayan benci. Benci pada polisi!
Dan Anam, bocah itu yang paling tidak bisa dibaca ekspresinya. Dia memilih diam. Diam nya itu menyimpan banyak rasa di dalam hatinya, tapi satu yang Ria tahu, Anam juga pasti sangat marah mengetahui kenyataan menyesakkan tentang kematian bapaknya.
"Tidur ya.. Udah malam, besok bibi ke sini lagi.. Kalian mau sarapan apa? Nanti bibi bawakan.." Lirih Ria menutup perjumpaan mereka di malam yang berselimut kabut dingin.
Tak ada jawaban, Ria memilih pergi. Jika bisa, dia ingin terus ada di samping kedua bocah itu, tapi.. Kemarahan Sengkala akan makin menjadi jika dirinya terus berada di dekat anak-anak Tegar. Bukannya tidak kasihan pada kedua anak tersebut, tapi dia sendiri nyaris mati dicekik suaminya beberapa hari lalu karena terus membantah perkataan suaminya tentang larangan mendekati Anam dan Zayan.
bukan nyari muka
seperti kata kong abut berubah lebih baik untuk kalian sendiri
bulu apa ini 🤔🤔🤔