NovelToon NovelToon
Traces Behind The Shadows

Traces Behind The Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Mata-mata/Agen / Harem
Popularitas:852
Nilai: 5
Nama Author: Yes, me! Leesoochan

Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.

Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.

Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 26

Amina memegang lukisan itu lebih erat, matanya menelusuri setiap detail yang tersembunyi dalam goresan warna gelap dan samar. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang terasa nyaris familiar—seperti pesan yang menunggu untuk dipecahkan.

“Jangan menatapnya terlalu lama, nanti jatuh cinta.”

Amina menoleh. Dante bersandar di kusen pintu, tangan bersilang di dada dengan seringai khasnya. Matanya yang tajam menatapnya dengan rasa ingin tahu.

Amina mendesah, meletakkan lukisan itu di meja. “Kamu muncul di saat yang tidak perlu, seperti biasanya.”

Dante terkekeh, melangkah masuk dengan santai. “Dan kamu selalu terlalu serius.” Dia mengambil kursi dan duduk di depannya, melirik lukisan itu sekilas. “Felix memang suka hal-hal aneh, tapi kalau dia sampai memberimu ini, berarti ada sesuatu di dalamnya.”

Amina mengangguk, jemarinya mengetuk meja pelan. “Aku tahu. Aku hanya belum menemukan apa.”

Mereka terdiam sejenak, hanya suara samar obrolan dari luar kamar yang terdengar.

Lalu Dante bersandar lebih dekat, suaranya sedikit lebih rendah. “Kamu sadar, kan? Semua orang mulai melihatmu bukan hanya sebagai tamu. Kamu bukan lagi orang luar.”

Amina menatapnya dalam diam. Dia menyadarinya. Tatapan waspada yang dulu selalu ia dapatkan kini berubah. Beberapa sudah mulai menerima keberadaannya, yang lain masih ragu. Tapi satu hal pasti—kehadirannya tak bisa diabaikan lagi.

Sebelum dia bisa menjawab, langkah cepat terdengar dari koridor. Theodore muncul di ambang pintu, napasnya sedikit tersengal. “Amina, aku butuh kamu di ruang kontrol. Sekarang.”

Amina langsung berdiri. “Ada apa?”

“Data baru,” jawab Theodore cepat. “Dan kamu harus melihatnya sendiri.”

Tanpa banyak bicara, Amina mengambil hijabnya dan merapikannya dengan cekatan, lalu mengikuti Theodore keluar ruangan. Dante menyusul di belakang mereka, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.

Ruang Kontrol

Markas sementara mereka mungkin tersembunyi di gudang tua, tetapi ruang kontrolnya adalah cerita lain. Laptop, monitor, dan kabel berserakan di mana-mana. Layar besar di dinding menampilkan peta dengan beberapa titik merah berkedip. Di salah satu sudut, Alexander berdiri dengan ekspresi serius, tangannya mengepal di belakang punggung.

Amina melangkah mendekat. “Apa yang kita temukan?”

Theodore mengetik cepat di laptopnya, lalu menunjuk ke salah satu layar. “Rekaman kamera keamanan dari sebelum ledakan.”

Amina memperhatikan layar itu. Seorang pria bertopeng hitam muncul dalam rekaman, berjalan dengan percaya diri, seolah tidak terganggu oleh kekacauan di sekitarnya. Tapi yang menarik perhatian Amina bukanlah sosoknya—melainkan caranya berjalan.

Dia mengenali gaya itu.

Jantungnya berdetak lebih cepat. “Aku tahu orang ini.”

Semua orang di ruangan menoleh padanya.

Alexander melangkah lebih dekat. “Siapa dia?”

Amina menatap layar dengan rahang mengeras. Ingatan dari kasus lamanya berkelebat di benaknya. “Dia mantan agen yang menjadi buronan. Nama aslinya Samuel Voss, tapi dia sering menggunakan identitas palsu.”

Theodore melipat tangan di dada. “Kenapa dia menyerang kita?”

Amina menghela napas dalam. “Itu yang masih harus kita cari tahu.”

Dante bersiul pelan. “Jadi kita berurusan dengan seorang pengkhianat?”

“Bukan sekadar pengkhianat,” jawab Amina. “Dia ahli strategi, dan kalau dia ada di balik ini semua, maka kita menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari yang kita kira.”

Hening.

Alexander menatap layar dengan ekspresi dingin. “Kalau begitu, kita harus bergerak sebelum dia menyerang lagi.”

Larut Malam – Kamar Amina

Amina menutup laptopnya dengan napas berat. Terlalu banyak informasi, terlalu banyak misteri yang belum terpecahkan. Samuel Voss… pria itu tidak mungkin muncul secara kebetulan.

Dia mengusap wajahnya, lalu bersandar di kursi. Kelelahan mulai merayap di tubuhnya, tetapi pikirannya masih terus bekerja.

Tiba-tiba, ada ketukan pelan di pintu.

Amina menoleh, sedikit terkejut. Jarang ada yang datang ke kamarnya larut malam.

“Masuk,” katanya akhirnya.

Pintu terbuka, dan Lucien melangkah masuk. Seperti biasa, gerakannya tenang, nyaris tak bersuara. Matanya yang tajam mengamati ruangan sebelum akhirnya tertuju padanya.

Amina menegakkan punggung. “Ada apa?”

Lucien tidak langsung menjawab. Dia melangkah mendekat, lalu meletakkan sesuatu di meja. Sebuah amplop cokelat.

Amina mengangkat alis. “Ini apa?”

Lucien menatapnya sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Sesuatu yang mungkin bisa membantumu.”

Amina membuka amplop itu dengan hati-hati. Di dalamnya, ada beberapa lembar foto. Foto-foto Samuel Voss, tetapi yang mengejutkan adalah… dalam salah satu foto, dia sedang berbicara dengan seseorang yang Amina kenal.

Jantungnya hampir berhenti berdetak.

Amina menatap Lucien, matanya membelalak. “Apa maksudnya ini?”

Lucien memasukkan tangannya ke dalam saku, ekspresinya tetap datar. “Aku tidak tahu. Tapi aku pikir kamu harus mengetahuinya.”

Amina mengalihkan pandangannya ke foto itu lagi. Felix… dia selalu pendiam, selalu misterius. Tapi apakah mungkin dia terlibat dalam semua ini?

"Tidak," pikirnya. "Tidak mungkin."

Tapi jika bukan dia, lalu kenapa dia ada di foto ini?

Lucien melangkah mundur, lalu menatapnya sekali lagi sebelum berbicara pelan. “Hati-hati, Amina.”

Dan tanpa menunggu jawaban, dia berbalik dan pergi, meninggalkan Amina yang kini dilanda lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

1
ceritanya bagus nuansa Eropa kental banget,
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!