Ditinggalkan di hari pernikahan membuat Abigail, gadis yang memiliki berat badan berlebih memutuskan untuk berubah. Dibantu seorang teman lama yang sudah menyukainya sejak lama, Abigail mewujudkan keinginannya untuk memiliki tubuh ideal tapi sahabat yang dia anggap sebagai sahabat baik, berusaha menghalangi langkahnya. Disaat keinginan itu sudah terwujud, Abigail berubah menjadi gadis cantik dan pada saat itu sang mantan kembali dan ingin memperbaiki hubungan mereka. Akankah Abigail menerima ajakan sang mantan sedangkan secara diam-diam, ada seorang pria yang begitu tulus mencintai dirinya. Antara cinta lama dan cinta baru, yang mana akan dipilih oleh Abigail?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Argo terus berjalan, Sarah terlihat frustasi melihat total angkanya. Dia bahkan mengecek uang di dompet yang tidak banyak. Jangan sampai dia tidak bisa membayar taksi tapi argo yang tertera sudah hampir menguras semua isi dompetnya. Apakah dia harus mengikuti Justin secara diam-diam dengan berjalan kaki? Justin membawa sepedanya begitu pelan, dia rasa dia bisa melakukannya tapi dengan begitu dia akan ketahuan.
"Nona, kau harus memperhatikan argonya," sang supir taksi mengingatkan. Jangan sampai wanita itu tidak mampu membayar.
"Aku tahu, jangan berisik" ucap Sarah.
"Sebaiknya hentikan pengejaran ini, Nona. Dia hanya berputar-putar dan Nona hanya membuang uang."
"Aku tahu apa yang aku lakukan jadi jangan menceramahi aku! Lakukan saja tugasmu sebagai supir taksi!"
Sang supir menggeleng, sedangkan Sarah menggigit bibirnya dan mengumpat. Dia tidak akan menyerah apalagi dia semakin curiga jika Justin memang sengaja. Sebaiknya dia menghubungi seseorang, mungkin ada yang tahu di mana rumah Justin.
Ponsel diambil, Sarah menghubungi seorang teman yang tahu tentang Justin. dai harap dia bisa mendapat petunjuk di mana Justin tinggal.
"Ini aku, Sarah," ucap Sara saat sang sahabat sudah menjawab teleponnya.
"Ada apa, Sarah?"
"Aku hanya ingin tahu, di mana Justin tinggal?" tanya Sarah, matanya tidak lepas dari Justin yang sedang menggowes sepedanya dengan santai.
"Aku juga tidak tahu!" jawab sang sahabat.
"Hei, bagaimana mungkin kau tidak tahu?" Sarah terdengar tidak senang.
"Tidak hanya aku, Sarah. Semua teman kita tidak ada yang tahu. Kapan dia kembali ke kota ini dan di mana dia tinggal tidak ada yang tahu. Kami tahu karena wajahnya selalu menghiasi majalah bisnis, kau bisa membeli majalah itu jika kau tidak percaya. Mungkin di sana kau bisa mendapatkan informasi lebih mengenai Justin."
Sarah berpikir sejenak, benar juga. Kenapa dia tidak memikirkan hal ini sebelumnya? Sebaiknya dia membeli majalah itu besok tapi untuk hari ini pengejaran yang dia lakukan tidak boleh sia-sia.
"Baiklah, terima kasih," ucap Sarah seraya mematikan ponselnya.
Matanya kembali menatap Justin, kenapa pria itu semakin membuatnya penasaran? Dia semakin ingin tahu semua tentang Justin. Hari ini apa pun yang terjadi dia harus tahu di mana Justin tinggal tapi sayangnya dia tidak sadar argo taksi yang harus dia bayar hampir melewati batas uang yang ada di dompetnya. Sang supir juga tidak mau berbicara apa pun karena Sarah memintanya untuk diam.
Di luar sana, Justin terlihat semakin santai. itu karena Ben belum mendapatkan apa yang dia mau. Tidak mudah mencari rumah kosong di pemukiman penduduk yang padat. Ben sudah mondar mandir di daerah itu tapi tidak menemukan satu rumah pun yang bisa dia beli. Pria itu tampak frustasi, apalagi suara kereta yang lewat semakin membuat kepalanya sakit.
"Bagaimana, Ben?" tanya Justin.
"Kau gila Sobat, tidak ada satu rumah pun yang bisa kau miliki di sini! Kenapa kau tidak bilang rumahmu di atas tebing saja lalu kau bisa meminta aku membangun sebuah rumah di sana dalam waktu satu malam!"
Justin terkekeh, sepertinya Ben sudah kelewat frustasi. Dia juga asal bicara waktu itu tapi siapa yang menyangka jika Sarah akan mengikutinya?
"Tidak perlu membeli Ben, cukup cari rumah yang bisa aku gunakan untuk mengelabui Sarah. Cari yang jelek lalu beri pemiliknya uang, aku rasa seperti itu sudah cukup."
"Ck, kenapa kau tidak bilang dari tadi!" gerutu Ben.
"Kau sendiri kenapa tidak memikirkannya?"
"Ck, baiklah. Beri aku waktu dua puluh menit. Aku akan segera melakukannya dan mencari wanita super size yang kau inginkan!" ucap Ben.
"Bagus, aku akan segera ke sana! Besok bonusmu akan bertambah!"
"Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku jadi bersemangat!" ucap Ben.
Justin kembali terkekeh dan membelokkan sepedanya, dia sudah hampir tiba. Dia tidak peduli Sarah mau mengikutinya sampai kapan tapi dia tidak mau Sarah tahu siapa dirinya. Untuk mengelabui wanita seperti Sarah memang harus melakukan sedikit hal extreme.
"Terus ikuti!" perintah Sarah saat sepeda Justin berbelok.
Sang supir mengangguk, dia tampak was-was ketika melihat argo. Mengikuti sebuah sepeda adalah hal paling gila yang dia lakukan. Jika dia jadi wanita itu, dia lebih memilih mengikutinya dengan sebuah sepeda juga. Mobil mengejar sepeda? Ini benar-benar pengalaman paling gila yang dia alami.
Sarah benar-benar tidak akan menyerah, selain ingin tahu di mana Justin tinggal, dia juga ingin melihat siapa yang disukai oleh Justin. Dia harap dia juga bisa melihat gadis itu dan dia juga berharap bukan Abigail. Dia tidak akan terima jika Abigail yang Justin sukai, jika gadis lain maka bisa dia singkirkan tanpa perlu merusak persahabatannya dengan Abigail. Bagaimanapun dia tidak mau kalah dua kali oleh gadis yang sama.
Dua puluh menit telah berlalu, Ben sudah mendapatkan apa yang Justin perintahkan. Sebuah rumah kumuh bisa menjadi rumah pura-pura Justin plus dengan seorang wanita dengan ukuran big size bahkan bentuk tubuhnya lebih besar dari pada Abi. Secara kebetulan putri sang pemilik rumah memenuhi syarat untuk menjadi pemeran pembantu, itu membuat pekerjaan Ben semakin mudah.
"Semua sudah siap," Ben memberi laporan.
"Aku segera ke sana!" ucap Justin.
Kali ini sepedanya di gowes dengan cepat, dia juga sudah harus pulang ke rumah dan menyelesaikan semua sandiwara itu. Mobil taksi mulai berjalan cepat karena sepeda Justin sudah melesat jauh. Tidak lama kemudian mulut Sarah tampak menganga ketika mereka mendekati stasiun kereta. Matanya bahkan melotot saat sepeda yang dibawa oleh Justin berbelok di kawasan rumah kumuh yang ada di daerah itu.
"No... No!" Sarah menggeleng dan tampak frustasi.
Apa Jutsin benar-benar tinggal di sana? Tidak, dia tidak percaya sebelum melihatnya sendiri.
"Berhenti di sini dan tunggu aku!" perintah Sarah pada sang supir.
"Bayar dulu ongkos taksinya, Nona!" pinta sang supir karena dia khawatir Sarah melarikan diri.
"Nanti aku akan kembali lagi!" ucap Sarah kesal.
"Tidak bisa, bayar dulu! pintu di kunci agar Sarah tidak bisa keluar.
"Sial, apa kau tidak percaya padaku?" teriak Sarah marah.
"Tidak, Nona!"
"Sial!" Sarah mengumpat, mata melihat ke arah Argo tapi tidak lama kemudian dia memekik.
"Kenapa harganya begitu mahal?" teriaknya.
"Nona, kita sudah berputar selama beberapa jam. kau tahu kecepatan mobil ini saat mengikuti sepeda itu? Jadi jangan protes dan bayar ongkosnya!"
"Tidak mau, kau pasti menipuku!" Sarah tampak tidak terima.
"Jangan sembarangan menuduh Nona, aku sudah memberi peringatan tadi jadi sebaiknya membayar jika tidak mau berakhir di kantor polisi!"
"Sial, jangan mengancamku!" Sarah menelan ludah, matanya kembali melihat argo taksi.
Apa uangnya cukup? Bagaimana dia pulang nanti? Jangan katakan dia akan jalan kaki tapi sepertinya hal itu akan terjadi.
"Cepat Nona, bayar!" sang supir sudah terlihat tidak sabar.
"Sialan!" Sarah kembali mengumpat dan mengambil dompetnya. Dia menghabiskan ratusan dolar hanya untuk ongkos taksi saja? Rasanya ingin menjerit dan menangis. umpatannya kembali terdengar karena uangnya tidak cukup, apa yang harus dia lakukan?
"A-Aku hanya punya ini, kurang delapan puluh dolar," ucap Sarah gugup seraya memberikan uang yang dia punya pada sang supir.
"Apa? Kenapa bisa kurang?" sang supir tampak tidak senang.
"A-Aku akan bayar lagi nanti," Sarah benar-benar malu.
"Jangan mempermainkan aku, Nona!" supir itu tampak kesal.
"Aku sudah tidak punya lagi, kau mau ambil atau tidak!"
"Sialan, jika tidak punya uang jangan sok jadi pengintai!" uang di sambar dengan kasar dan setelah itu kunci pintu di buka.
"Keluar!" bentak sang supir. Dia rugi delapan puluh dolar gara-gara wanita itu.
Sarah keluar dengan perasaan malu luar biasa, untungnya tidak ada yang tahu. Sang supir sangat marah dan segera membawa mobilnya pergi, dia sungguh sial mendapat penumpang seperti Sarah.
Sarah juga memaki, tapi dia harus segera bergegas agar tidak kehilangan Justin. Dia mendekati rumah kumuh yang ada di sana dan mencari keberadaan Jutsin. Matanya mencari dan pada akhirnya, dia melihat Justin berjalan menuju sebuah rumah. Tentu semua itu sudah sesuai dengan skenario yang dia mainkan.
Sarah tersenyum, dia ingin mendekati Justin tapi mata Sarah melotot saat melihat seorang wanita gemuk membuka pintu rumah dan memberikan sebuah pelukan pada Justin. Mata Sarah hampir copot, apa dia tidak salah lihat? Justin tersenyum dan merangkul bahu wanita yang lebih gemuk dari pada Abi, itu agar aktingnya tampak nyata.
Sarah syok luar biasa dan setelah itu dia berteriak histeris bahkan dia jatuh terduduk di atas tanah. Sarah menangis, dia rugi besar bahkan dia harus pulang dengan berjalan kaki.
Di dalam rumah, Ben dan Justin melihat Sarah dari jendela. Mereka tertawa dan mengadukan telapak tangan mereka berdua, akting yang mereka mainkan berjalan dengan suksek.
Di luar sana Sarah masih menangis bahkan dia menjadi pusat perhatian. Bagaimana dia bisa pulang sedangkan jarak rumahnya dari tempat itu lumayan jauh? Seharusnya dia tidak penasaran dan sekarang dia harus menanggung resiko atas rasa penasarannya itu. Ternyata pria yang dia kejar hanya pria miskin yang mempunyai selera aneh. Sepertinya semua yang sahabatnya katakan tentang Justin hanyalah tipuan belaka dan dia menyesal telah mempercayainya.
klara