SEQUEL LENTERA DON GABRIEL EMERSON
Meskipun menikah atas dasar perjodohan, Zeda Humaira Emerson dan Arsyad Ibrahim menjalani pernikahan dengan cinta yang tulus.
Arsyad adalah seorang pria yang sholeh, pintar, dermawan, pendiri sekolah TK gratis, dan tentu Arsyad juga sangat tampan, tidak ada alasan bagi Aira untuk menolak perjodohan itu.
Cintanya pada Arsyad tumbuh semakin besar saat Arsyad tak mempermasalahkan Aira yang tak kunjung hamil setelah 5 tahun pernikahan mereka berjalan.
Namun, Aira tertampar sebuah kenyataan pahit saat ia menemukan fakta, bahwa sang suami telah menikah lagi dengan salah satu guru TK-nya, bahkan istri kedua suaminya itu kini tengah mengandung.
Sementara Arsyad, ia sangat mencintai Aira lebih dari apapun, Aira adalah wanita muslimah yang begitu taat pada agama, orang tua, dan suami. Namun, ia terpaksa menduakan Aira karena sebuah alasan yang tak bisa ia tolak.
Apakah karena Aira yang tak kunjung hamil?
Atau ada alasan yang lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MC Zeda Humaira #24 - Badai Yang Sesungguhnya
Perlahan tangis Aira reda, sakit di hatinya tidak hilang namun ia sedikit merasa lebih lega. "Sekarang kamu cerita sama Kakak, ada apa, Dek?" Tanya Micheal sembari menghapus air mata di pipi Aira. "Ya Allah, sampai segininya kamu nangis, Aira." Micheal berkata dengan pilu, karena ini pertama kalinya Micheal melihat adiknya menangis sampai seperti ini.
"Aku nggak bisa cerita," lirih Aira dengan suara yang serak dan lirih.
"Kamu cerita aja, Aira. Ada apa?" Desak Micheal namun Aira menggeleng.
"Aku bingung, Kak. Aku harus cerita bagaimana? Aku nggak tahu," lirihnya, hingga ia mendengar suara Arsyad yang memanggilnya.
"Aira...."
Aira dan Micheal menoleh secara bersamaan, dan hati Arsyad seperti di cabik-cabik melihat wajah Aira yang sudah di penuhi air mata. Aira dan Micheal pun langsung berdiri saat Arsyad mendekati mereka.
"Kalian ada masalah apa sebenarnya?" Tanya Micheal, ia menatap Arsyad dengan tajam. "Apa yang sudah kamu lakukan pada adikku?" desisnya.
"Aku ... aku minta maaf," kata Arsyad namun Aira justru kembali menititikan air matanya.
"Pulang aja, aku mau disini dan aku nggak mau berbicara denganmu," ujar Aira dengan suara bergetar.
"Jangan begini, Sayang. Aku mohon," lirih Arsyad memelas. "Ayo kita bicara, setelah itu, kamu boleh memutuskan apapun, kamu boleh marah, tapi aku mohon jangan mengabaikanku."
"Apalagi yang perlu kita bicarakan? Semuanya udah jelas," desis Aira.
"Aku nggak tahu apa masalah kalian...." sambung Micheal. "Tapi apapun itu, jika ini salahmu, Arsyad!" Micheal menatap Arsyad dengan ancaman. "Awas saja kau!"
"Kasih aku waktu, aku ingin disini dan tolong pergilah dari sini!" Usir Aira, ia tak ingin mempertontonkan masalah keluarganya saat ini pada Micheal juga pada Zenwa yang berdiri tak jauh dari sana.
"Aku nggak akan pergi sebelum kamu mendengar penjelasanku, Aira," mohon Arsyad. Aira melirik Micheal yang saat ini sedang menatapnya. Kemudian Aira melirik Zenwa yang menatapnya dengan bingung.
"Okay, kita pulang," ujar Aira kemudian karena ia tak ingin bertengkar dengan Arsyad di rumah kakaknya.
"Nggak!" Sambung Micheal dengan tegas. "Aku nggak bisa biarin kamu pulang dalam keadaan seperti ini!"
"Kak...." Aira memegang tangan Micheal. "Ini masalah rumah tanggaku, dan bukankah Ummi selalu mengingatkan, bahwa masalah rumah tangga hanya boleh berada dalam rumah. Aku akan pulang, dan aku datang padamu jika aku membutuhkanmu." Micheal tak bisa langsung menjawab, ia hanya menatap mata Aira yang tampaknya sangat terluka.
"Aku mohon, Kak...." lirih Aira.
"Tapi hati kakak nggak tenang, Dek. Kakak takut," ucap Micheal.
"Aku sudah dewasa, aku bisa menjaga diri. Dan jika memang aku tak sanggup menjaga diriku sendiri, aku akan memanggil Kak Micheal." Micheal menghela napas, ia mengusap kepala adiknya itu kemudian mengangguk.
"Aku tahu masalah kalian bukan masalah kecil," tukas Micheal pada Arsyad. "Apa kamu tahu, Arsyad? Aira begitu patuh padamu, aku tahu itu karena begitulah orang tua kami mendidiknya. Aira nggak pernah keluar dari rumahmu tanpa izinmu. Tapi hari ini, dia melarikan diri dari rumahmu, membawa Via, dan membawa luka yang sangat dalam, dia nggak ngasih tahu jenis luka itu, tapi semuanya terlihat jelas di matanya. Dan apapun jenis luka yang kamu berikan padanya, kami tidak ridho!"
Hati Arsyad semakin sakit, rasa bersalah dan penyesalan semakin membengkak di hatinya mendengar penuturan tajam Micheal.
"Aku titip Via, Kak. Biarkan dia disini untuk sementara waktu," ujar Aira kemudian dan Micheal mengangguk setuju, karena memang lebih baik Via bersamanya untuk sementara waktu.
...
"Aku minta maaf, Aira," lirih Arsyad namun Aira enggan menanggapi. Ia membuang pandangannya keluar, menatap lampu-lampu jalan yang bersinar memerangi jalanan, tapi kenapa hatinya terasa begitu gelap sekarang?
"Aku ingin memberi tahumu, aku tidak bermaksud merahasiakannya," ucap Arsyad.
"Tapi kamu merahasiakannya," sela Aira dingin.
"Iya, aku salah. Aku benar-benar minta maaf. tapi aku benar-benar terpaksa," seru Arsyad kemudian dengan putus asa.
"Terpaksa sampai dia hamil?" Teriak Aira tanpa sadar yang membuat Arsyad kembali terkesiap. "Jadi itu alasan kamu tidak pernah mempermasalahkan keadaanku yang tak kunjung hamil, huh? Karena kamu punya simpanan yang sudah hamil!" Desis Aira kembali berlinang air mata yang membuat Arsyad hati tercabik-cabik.
"Demi Allah, Aira! Aku tidak pernah mempermasalahkan anak karena aku mencintaimu, aku mencintaimu apa adanya!" seru Arsyad frustasi.
"Cinta? Cinta yang mana?" Tanya Aira sinis. "Kamu menikahi dia, Arsyad! Kamu berbagi dengan dia! Dan itu kamu lakukan di belakangku! Kamu selingkuh di belakangku! Kamu menipuku! Kamu menodai pernikahan kita." air mata Aira semakin beracucuran dengan deras.
"Aku benar-benar bodoh! Sangat bodoh!" lirihnya kemudian.
"Aku yang bodoh!" seru Arsyad. "Aku yang bodoh karena aku menodai pernikahan kita!"
"Lalu kenapa kamu lakukan, huh?"
"Aku terpaksa, Aira. Aku melakukannya karena Ummi mendesakku!"
"Sekarang kamu menyalahkan ibumu?" sinis Aira tak percaya yang membuat Arsyad semakin merasa frustasi.
"Aku harus bagaimana supaya kamu percaya sama aku?" Tanya Arsyad sembari melirik Aira, ia yang tidak fokus menyetir hampir saja menabrak mobil di depannya.
"Ceraikan aku!" ucap Aira setengah berbisik, berat sekali hatinya mengucapkan kata cerai, namun mengingat pengkhianatan suami, Aira tak sanggup, ia takkan sanggup.
"Aira!" Desis Arsyad dengan pilu.
"Aku tidak mau berbagi! Kamu tahu itu! Kenapa? Apa hanya karena aku belum juga hamil? Dan kenapa harus Anggun, huh? Kenapa? Selama ini kalian bersandiwara di depanku, seolah tidak terjadi sesuatu padahal kalian sudah menikah. Ya Allah, begitu teganya kamu menipuku habis-habisan seperti ini. Kamu tahu nggak apa yang aku rasakan sekarang?" Aira menatap Arsyad dengan tatapan penuh amarah, sakit dan kecewa.
"Disini...." Aira memegang dadanya yang sesak. "Sesak, sakit, perih. Seperti tercabik-cabik!"
Kedua mata Arsyad pun sudah berkaca-kaca, ia juga sakit karena telah menyakiti belahan jiwanya.
Tak ingin mengambil resiko, Arsyad menepikan mobilnya. Kemudian ia menatap Aira dengan sendu. "Ummi memaksaku, Aira. Aku terpaksa menikahi Anggun karena Ummi terus mendesakku."
"Kenapa sekarang jadi salah Ummi?" Desis Aira. "Kamu yang menikahi Anggun, kamu yang mengucapkan akad atas nama Anggun, terus kenapa sekarang Ummi yang salah?"
"Aku bukannya menyalahkan Ummi, Aira. Tapi aku bersumpah! Jika Ummi tidak terus-terusan mendesakku, aku tidak akan pernah menikahi Anggun atau wanita manapun. Apakah kamu akan melahirkan anak atau tidak, aku tidak perduli! Tapi karena kamu mandul, Ummi mau ak...." ucapan Arsyad terpotong saat ia menyadari apa yang sudah ia ucapkan.
Sementara Aira, ia menganga dan ia menatap suaminya itu dengan mata yang terbuka lebar.
"Aku ... apa ?" Tanya Aira.
Arsyad tak sanggup menjawabnya, ia hanya bisa menatap mata sang istri dengan nanar.
"Katakan sekali lagi...." Aira menarik baju Arsyad dan menatap mata suaminya itu. " Aku apa?"
TBC...