Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Saat sore tiba, Tama dengan outfit malam minggunya sudah memarkirkan mobil di pinggir jalan di depan rumah Husna. Dia masih berada di dalam mobil sambil menghubungi Husna lewat telpon, karena dia belum begitu yakin kalau itu adalah rumahnya.
Terlihat dari dalam rumah sederhana dengan bangunan yang sudah tua bahkan ada beberapa kayu yang sudah lapuk dan menjulang ke bawah, tapi tak ada satu orang pun terlihat di rumah itu. Hanya ada induk ayam dengan beberapa anaknya sedang mencari makan di halaman rumah.
"Husna, kamu dimana? Aku sudah sampai sesuai dengan alamat rumah yang kamu kasih. Tapi aku masih ragu soalnya takut salah." Tanya Tama setelah telponnya Husna angkat.
Husna menoleh sedikit mengintip lewat tirai jendela, dilihatnya mobil sedan merah berada di depan rumahnya.
"Itu kamu dimana Tama?" Husna malah balik bertanya kepada Tama karena belum melihat sosok Tama hanya melihat sebuah mobil di depan rumahnya.
Tama pun turun dari mobilnya hingga Husna kini melihat Tama dengan jelas yang sedang berdiri di samping mobil.
"Aku di depan ini. Depan rumah yang kamu kasih alamatnya." Jawab Tama sambil celingak-celinguk melihat ke arah sekitar.
"Oh, yaudah tunggu! Sebentar lagi aku ke situ." Ucap Husna sambil mematikan telpon lalu berjalan menuju ke arah luar.
Saat Husna mau membuka pintu depan, ibunya Husna tiba-tiba keluar dari kamar depan yang dekat dengan pintu keluar, ibunya langsung menegur Husna karena melihat anaknya yang sudah rapi seperti mau pergi ke sebuah acara.
"Kamu mau kemana Nak?" Ibu bertanya sambil mengikat rambut yang sebagian sudah beruban.
"Em aku mau main Bu keluar." Jawab Husna pelan sambil melepaskan tangannya yang sudah memegang gagang pintu.
"Main sama siapa? Sama Frian?" Tanya Ibu sambil menoleh ke arah luar lewat gorden yang sudah berlubang.
"Bukan Bu, yang di luar itu namanya Tama, dia teman sekelas aku." Ucap Husna sambil menunduk karena takut ibunya tak mengizinkan dia pergi.
"Husna, jangan ya sayang! Kalau bapakmu tahu dia pasti marah besar nanti sama kamu. Apalagi kalau Frian ke sini nanti, ibu mau jawab apa coba." Ibunya berkata sambil memegang pundak Husna yang makin tertunduk lesu.
"Kak Frian nggak ada ko Bu, dia sedang di luar kota. Nanti kalau bapak nanyain aku, ibu bilang saja kalau aku pergi sama kak Frian. Yah Bu please!" Husna mencoba merayu ibunya.
"Hmmm." Ibu menghela nafas sedikit berat karena jadi merasa kasihan kepada anak perempuan satu-satunya itu.
"Yah Bu yah izinin aku. Bukannya ibu pernah bilang kan kalau aku ini masih boleh menemukan cinta sejati aku, ibu juga tahu sendiri kan kalau sampai saat ini aku masih belum bisa mencintai Kak Frian." Husna kembali memohon sambil memelas memegang kedua tangan ibunya.
"Em yaudah, yaudah sayang kamu boleh pergi. Tapi suruh lelaki itu menemui ibu dulu sebentar. Ibu ingin mengenalnya lebih dulu." Ibu mengizinkan Husna dan mengajaknya untuk keluar rumah bersamaan.
Saat sudah di teras rumah, Husna melambaikan tangan kepada Tama sambil memberikan isyarat menyuruhnya untuk menghampiri mereka di teras depan.
Tama pun menuruti dan langsung bersalaman dengan ibunya Husna sambil mengenalkan dirinya.
"Ibu, aku mau minta izin mau ajak Husna main keluar. Apa boleh?" Dengan santun sambil sedikit menunduk, Tama meminta izin kepada ibunya Husna.
"Kamu mau ajak Husna main kemana?" Tanya ibu mencoba sedikit ingin tahu.
"Palingan yang deket-deket sini Bu, soalnya kan aku belum tahu daerah sini, aku baru pindah dari Jakarta seminggu yang lalu." Tama mencoba menjelaskan.
"Hmm. Yaudah Nak silahkan, tapi jangan pulang terlalu malam ya! Jaga Husna ibu titip sama kamu." Ibu mengizinkan dengan senyuman yang seperti sudah percaya terhadap Tama.
"Iya Bu, aku pasti jaga Husna ko selama kami pergi." Tegas Tama meyakinkan ibunya Husna.
"Yaudah sana pada berangkat gih, jangan terlalu jauh ya mainnya!" Ucap Ibu sambil memberikan tangan agar mereka Salim dan pamitan.
Husna dan Tama pun pamit. Setelah itu Husna sedikit menyuruh Tama untuk cepat masuk ke dalam mobil.
"Cepetan, cepetan masuk! Takutnya nanti bapak keburu pulang." Husna sedikit menyeret tangan Tama berjalan cepat menuju ke arah mobil.
Tama yang heran langsung menuruti kemauan Husna melangkah terburu-buru dengan wajah yang sangat heran.
Kini mereka sudah berada di dalam mobil, Tama pun menyalakan mesin tapi masih bingung dengan tingkah Husna yang barusan.
"Ayo ih berangkat, ngapain bengong?" Husna celingak-celinguk melihat ke arah belakang seperti ketakutan.
"Hmmm. Iya iya." Tama pun mulai melajukan mobilnya.
Setelah mobil berjalan beberapa meter, Tama pun bertanya kepada Husna.
"Kamu kenapa sih? Memang kalau ketahuan bapak kamu kenapa? Dia galak memang?" Tanya Tama yang penasaran.
"Bukan itu. Nanti saja deh aku ceritanya. Sekarang bahas yang lain dulu ya." Jawab Husna yang mencoba mengalihkan obrolan.
"Hmm dasar cewek aneh. Ini kita mau main kemana nih? Aku nggak tahu loh daerah sini." Tanya Tama sambil melihat jalan sekitar.
"Yaudah ikutin petunjuk dari aku saja. Tapi bebas kan tempatnya?" Husna menoleh ke arah Tama.
"Iya bebas, asal jangan ajak aku ke kuburan saja." Ucap Tama sedikit becanda.
"Hmm. Ngeledek aja bisanya ya mentang-mentang ini di kampung bukan di kota." Desis Husna sedikit kesal.
"Jangan marah-marah mulu coba, sayang loh itu kamu udah dandan cantik-cantik masa cemberut aja hobinya nggak tahu waktu amat." Ucap Tama sambil sedikit terkekeh melihat ke arah Husna.
"Siapa yang marah coba, kamu aja jadi cowok lemah banget masa gitu doang di bilang marah hmmm." Husna makin kesal dengan wajah lucunya.
"Adududu ngomel aja nih anak ya kaya nenek-nenek nasehatin cucunya, udah dong sekarang senyum ya kita lagi ngedate loh sore ini jangan merusak momen." Tama mengusap-usap kepala Husna dengan tangan kirinya.
"Ngedate? Tuh kan kamu ini suka mulai, kita mau ngobrol lama aja loh bukan ngedate. Kegeeran Mulu ya jadi cowok ih aneh dasar." Husna sambil mengangkat kedua bahunya dan mengernyitkan dahinya.
"Ini kan malam minggu Husna, setahuku ya malam minggu itu kalau cowok sama cewek jalan bareng itu namanya ngedate, nggak ada tuh istilah ngobrol lama di malam minggu nggak ada." Tama dengan senangnya terus menggoda Husna karena wajahnya semakin lucu.
"Kalau kamu menganggapnya gitu mending kita balik lagi aja deh, nggak mau aku jalan apalagi ngedate sama cowok ngeselin kaya kamu." Rasa kesal Husna semakin memuncak sampai menghentakkan kakinya.
"Haha lucu banget sih kamu ini. Aku becanda Husna, kamu ini selalu saja nanggepinnya dengan serius terus akhirnya emosi." Tama malah tertawa melihat Husna yang semakin kesal.
"Hmm ih nyebelin sumpah. Arggh." Husna mendesah kasar kemudian terdiam sambil cemberut.
"Yaudah yaudah aku minta maaf ya cantik, senyum dong! Semalem kamu udah janji loh di telpon nggak bakal pernah cemberut lagi. Janji deh aku nggak akan ngeselin lagi." Tama kini sembari memegang salah satu tangan Husna.
"Minta maaf sih minta maaf, tapi maksudnya apa ini megang-megang tangan aku?" Tanya Husna sambil mendelik ke arah Tama dengan wajah yang masih sinis.
"Biarin. Kali aja kalau aku pegang gini kamunya jadi sedikit tenang nggak emosian lagi." Ucap Tama sembari menahan tawa.
"Ih so tahu banget ih bisa aja modusnya." Husna kesal tapi mulai sedikit tersenyum ke arah Tama.
"Tuh kan mulai senyum tuh." Ucap Tama menahan tawa yang makin tak terkontrol.
"Haha. Ih gemes aku sama kamu tahu nggak emmm." Husna pun tertawa sambil mencubit pelan pipi Tama.
"Hmm. Tapi makasih ya Husna, aku seneng deh sore ini kamu ada di samping aku." Tama kembali berbicara sambil memegang salah satu tangan Husna.
"Senengnya kenapa?" Tanya Husna sambil menikmati pegangan tangan Tama.
"Ya seneng aja, selain kamu terlihat cantik sore ini, aku juga seneng akhirnya kesampaian juga ngobrol lama sama kamu." Ucap Tama sambil sedikit memberikan senyuman tulusnya kepada Husna.
"Hmm. Makanya kamu jangan ngeselin lagi, nanti cantik aku luntur loh gara-gara di bikin cemberut terus sama kamu." Husna semakin ceria bahkan dia mengayun-ayunkan tangan Tama.
"Tapi menurutku sih nggak akan bisa luntur. Orang tadi pas cemberut aja masih cantik banget malah makin lucu mukanya." Sedikit gombalan Tama membuat Husna semakin tersenyum.
"Ih gombal dasar." Husna pun sudah tak canggung lagi untuk memberikan senyuman cantiknya kepada Tama. Karena pegangan tangannya saat ini membuat hati Husna nyaman seperti ada yang melindungi dirinya.
Di perjalanan, mereka terus bercanda penuh dengan tawa. Sampai akhirnya mereka sampai di suatu tempat.