Leona Subroto tinggal di sebuah perkampungan kumuh, Dia dikenal sebagai bu guru yang baik hati. Orang-orang di sekelilingnya tidak ada yang tahu siapa dia. Sampai suatu hari pertemuannya dengan pria kaya bernama Abizar membuat semua tabir hidup Leona terungkap. Bagaimana kehidupan Leona ke depannya? Simak Selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Mana Mungkin
Leo menoleh dengan kaku, Dia menatap wanita paruh baya di sampingnya dan tersenyum lebar.
"I_ini tidak seperti yang tante lihat. I_ini .... "
"Kenapa kamu jadi gagap Leo?"
"Habisnya tante bikin aku kaget."
"Ya, tante kira kamu diam-diam punya anak di luar nikah?"
"Mana mungkin. Tante Nurma jangan ngaco," ucap Leonard kesal. Tante Nurma justru tertawa senang mendengar keponakannya kesal.
"Tante lapor mama kamu, ah." Tante Nurma mengeluarkan ponselnya dan bersiap mengambil gambar Leonard dan Sinar. Namun, Leonard mengulurkan tangannya dengan cepat dan mengambil ponsel tantenya dengan gampang.
"Leo, kamu ga seru, ih."
"Tante ngapain di sini?" tanya Leonard sambil mengembalikan ponsel tante Nurma.
"Tante habis ambil hasil chek up Om kamu. Biasa, lah dia itu kalau ga kontrol makanannya biasanya kolesterolnya naik."
"Oh, tapi bukannya kata Gio kalian ke luar kota, ya?"
"Tante sengaja bohongin dia. Tante sekalian mau awasi pergaulan Gio kalau ke sini."
"Sama anak, kok, ga percaya."
Sinar yang tidak dilibatkan dalam percakapan itu terus menunduk. Gadis kecil itu bahkan tidak berani menarik tangannya. Tadinya dia senang karena kakak dari kakak cantik itu juga baik dan ganteng, Dia senang digandeng seperti ini oleh pria tampan, tapi sayangnya tante ini menganggu mereka.
"Eh, iya. Siapa anak ini?"
"Leona ketemu dia dan kakaknya tadi. Sekarang dia lagi bawa kakek anak ini untuk berobat."
"Oh, adik kamu memang selalu luar biasa. Nanti tante bilang ke Om kamu supaya nambahin uang jajan Leona."
"Sinar, kenalin ini tante Nurma."
Leonard menggoyangkan tangannya yang bertaut dengan tangan Sinar. Sinar mau tidak mau mengangkat wajahnya dan tersenyum manis.
"Aduh, anak ini manis sekali. Persis kaya Leona waktu kecil."
"Halo, tante, aku Sinar."
"Halo, Sayang." Tante Nurma mengusap pipi Sinar dengan lembut. Wanita itu lalu teringat sesuatu. Dia membuka tasnya dengan tergesa-gesa.
"Ini buat kamu, ya. Maaf tante ga bawa banyak uang cash." Tante Nurma menyelipkan beberapa uang ke tangan Sinar.
Sinar bingung dan bahkan ketakutan memegang uang sebanyak itu. Dia mendongak untuk melihat ekspresi Leonard dan juga tante Nurma.
"Kamu terima saja, rejeki jangan di tolak," kata Leonard. Sinar mengangguk, tapi kemudian dia bingung karena tidak memiliki saku.
"Sini, biar kakak simpan dulu." Leonard mengulurkan tangannya. Sinar tampak ragu saat akan menyerahkan uangnya pada pria itu. Leonard mau tidak mau tertawa, melihat tingkah Sinar.
"Kakak ga akan ambil uang kamu. Nanti kakak malah akan tambahi uang kamu ini."
Saat Leonard melihat uang di tangannya, dia mengernyit. "Tante masak ngasih dollar Euro ke dia? Sama aku aja ga pernah."
"Kamu udah kaya, masa mau minta duit lagi, sih."
Leonard tertawa, tak lama tante Nurma pun pamit pergi. Leonard membawa masuk Sinar ke Indomei. Keduanya memesan makanan. Namun, Sinar tampaknya masih sangat canggung.
"Ada apa, Sinar. Kenapa cuma dilihat?"
"Apa Sinar boleh makan nanti aja, Kak?"
"Kenapa?"
"Mau makan sama kakek juga kak Mahesa," ucap gadis kecil itu dengan malu-malu. Leonard langsung mengusap wajahnya. Dia tidak mengira gadis kecil itu ternyata sangat memikirkan keluarganya.
"Nanti kakak akan belikan untuk mereka sendiri. Kamu sekarang makan dulu, ya." Leonard mengacak rambut Sinar dengan gemas.
Sementara itu, di rumah sakit. Setelah menunggu cukup lama, Leona dan Mahesa akhirnya dipanggil oleh perawat. Leona melihat mata kakek Ihsan terpejam. Evan memasukkan stetoskopnya di saku jasnya.
"Bagaimana kondisinya?"
Evan hendak menjelaskan kondisi kakek Ihsan, hanya saja dia melirik Mahesa terlebih dahulu. Mahesa merasakan perasaan mengganjal di hatinya, akhirnya dia pun bersuara.
"Bagaimana kondisi kakek saya, Dok?"
Evan melirik Leona, saat dia melihat Leona mengangguk, Evan pun akhirnya bicara, "Sebenarnya penyakit kakek kamu sudah kronis. ini tidak hanya sekedar Asma biasa, tapi ...."
"Tapi apa, Van?" Leona ikut tegang karena Evan menjeda ucapannya.
"Ada indikasi Kanker dari gejala yang dialami pasien, Na."
Leona tiba-tiba goyah, dia mundur dua langkah dengan mata nanar. Tanpa sadar cengkeraman tangannya di bahu Mahesa menguat sehingga Mahesa meringis kesakitan.
Mahesa mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi Leona. Dia tidak tahu istilah kedokteran yang baru saja disebutkan oleh Dokter, tapi dia yakin ini bukan kabar baik, dilihat dari respon kakak cantiknya.
"Kamu yakin itu kanker, Van?" tanya Leona dengan suara bergetar.
"Ini baru dugaan saja, Na. Untuk hasil pemeriksaannya akan keluar paling cepat besok. Leona mengangguk setelah mendengar ucapan Evan. Leona menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya.
"Tolong berikan perawatan yang terbaik untuk kakek Ihsan, Van."
"Sudah tugasku untuk merawat pasienku, Na."
"Aku mau perawatan yang khusus untuk kakek Ihsan. Jangan perawatan yang umum. Paling tidak harus ada satu perawat yang standby di ruangannya. Bisa?"
Evan tersenyum dan mengangguk. Dia melihat Leona dengan tatapan lembut dan tulus.
"Kak, kanker itu apa? Apa itu berbahaya?"
"Kakak tidak bisa mengatakan itu berbahaya atau tidak, tapi yang kakak tahu, kondisi kakek kamu tidak terlalu baik, tapi kamu tenang saja! Ada dokter di sini."
Leona menunjuk Evan. Pria itu pun tersenyum pada Mahesa dan dengan penuh perhatian mengusap kepala bocah itu. "Kakak yakin, kakek kamu pasti akan sembuh," kata Evan.
"Terima kasih, Dok." Mahesa membungkuk setengah badan di depan Evan sehingga membuat Leona dan Evan tertawa.
Evan lalu menatap Leona. Sejak dulu gadis itu tidak berubah. Jika saja mereka tidak bertetangga baik dan ibunya merupakan sahabat dari mama Wulan, mungkin dia tidak akan diterima baik oleh keluarga Subroto yang notabene keturunannya hampir seluruhnya laki-laki dan hanya Leona satu-satunya perempuan. Namun, meski begitu para kakak dan sepupu Leona sering sekali membatasi pendekatan Evan pada Leona. Jadi Evan dan Leona hanya bisa sekedar berteman biasa.
"Kamu sudah makan belum?" tanya Evan dengan santai. Para perawat yang masih berada di sekitar Evan, cukup kaget melihat interaksi dokter tampan itu dengan salah satu keluarga pasien.
Biasanya Evan dikenal di kalangan rumah sakit sebagai dokter tampan berhati dingin. Bahkan dia jarang sekali menampakkan senyumnya. Namun, entah mengapa hari ini terasa lain dari biasanya. Dokter yang memiliki predikat pria kutub itu, tiba-tiba tertawa bahkan terkesan lembut. Mungkinkah gadis ini adalah pujaan hati dokter Evan?
Para perawat hanya bisa menerka-nerka dengan rasa penasaran yang semakin besar. Mereka tidak menyangka akan melihat senyum dokter Evan dan sialnya senyum itu menambah tingkat ketampanan dokter Evan menjadi berlipat-lipat.
"Belum. Rencananya setelah ini aku mau makan bareng Mahesa dan adiknya," kata Leona. Namun, sesaat tiba-tiba Leona membatu dan langsung menepuk keningnya.
"Ya, ampun, aku melupakan Sinar."
Mahesa yang juga baru teringat akan adiknya, pada akhirnya menoleh ke sekeliling ruangan IGD itu.
Evan menggelengkan kepalanya. Dia lantas mengambil ponselnya dan menghubungi Leonard. "Sinar sedang makan dengan kakak kamu di Indomei. Apakah kamu mau menyusul. Kebetulan aku juga haus.
"Memang jam praktek kamu sudah beres?"
"Sebenarnya aku sudah selesai tugas sejak kamu menghubungi aku."
"Oh, kalau begitu maaf sudah merepotkan."
"Jangan sungkan. Tunggu dulu. Aku akan meminta rekanku untuk mengurus kepindahan kakek Ihsan ke ruang rawat inapnya. Kamu mau menunggu di sini atau di luar."
"Aku tunggu di luar aja, ya," ucap Leona sembari menggiring Mahesa."
Tanpa Leona sadari, dia berpapasan dengan Mikayla. "Heh, kamu!" Mikayla tiba-tiba menghentikan Leona.
"Ya?"
"Kamu adik Leo kan?"
"Iya, kenapa memang?"
"Jauhi Abizar, kamu ga pantas sama dia."
"Dih, siapa juga yang tertarik sama pria itu! Dasar orang aneh." Leona menggendikkan bahunya. Dengan kepala terangkat dia mengibaskan tangan di bahunya yang tadi sempat disentuh oleh Mikayla, seperti sedang menghilangkan debu kotoran.
Eehhh....mma wulan trnyta ga ska sm emaknya abi y???alamt ggal besanan dong....
slain rstu kluarga msing2,jg ada prmpuan gila yg t'obsesi sm abi....
dia pst bkln trs ngusik.....