Bukan Gadis Biasa

Bukan Gadis Biasa

Bab Satu

"Mbak, Mbak Leon, tungguin dong."

"Kamu, tuh, Nik. Panggil aku Leona. Udah berapa kali aku bilang?" Leona memberengut setiap kali ada orang memanggilnya Leon. Dia merasa seperti singa betina, padahal sebenarnya iya. Leona ini meski baik dia cukup galak.

Oh, ya! Perkenalkan dulu, Gadis yang baru saja dipanggil Leon ini bernama lengkap Leona Subroto. Usianya menginjak 23 tahun. Dia sudah tiga tahun tinggal di kampung kumuh dekat dengan tempat pembuangan akhir sampah. Leona ini dijuluki bu guru baik hati, karena setiap sore dia akan mengajar beberapa anak pemulung yang memang tidak bisa bersekolah. Bahkan ada sebagian anak jalanan yang tidak memiliki orang tua juga ikut menuntut ilmu di rumah kontrakan tempat Leona tinggal.

"Ya elah, Mbak. Gitu aja marah. Ojo nesu nesu terus cepet tua, hooh tenan," kata Niken sambil cengengesan.

"Gue getok jadi panci lu."

"Ketok magic kali, ah."

Niken tertawa begitu juga dengan Leona. Keduanya berjalan beriringan membawa kantong kresek berisi buku. Hari ini rencananya Leona akan membagikan buku-buku lagi pada anak didiknya di tempat tinggalnya.

Niken adalah anak tetangga Leona, usianya 18 tahun. Setelah lulus sekolah, dia tertarik untuk membantu Leona mengajar anak-anak di kampungnya. Dia merasa sangat terinspirasi dengan kebaikan Leona. Sayangnya sampai sekarang Leona belum mau terbuka pada Niken meskipun hubungan mereka sangat dekat.

Keduanya baru tiba di depan kontrakan Leona. Leona tersenyum melihat beberapa anak yang menunggu kedatangannya dengan antusias.

"Hai, kalian udah pada datang," sapa Leona.

"Sudah, dong, Kak. Kan katanya kakak mau bagi-bagi buku," jawab Andi salah satu murid didik Leona. Leona meletakkan barang bawaannya dan lalu mengusap kepala Andi.

"Ya sudah, ayo segera masuk, tapi nanti nunggu teman-teman kalian datang semua, ya, baru kakak bagikan bukunya."

"Ya, Kak."

Leona masuk ke rumah kontrakannya yang berukuran 8x12 meter persegi. Dia mengubah ruang tamunya menjadi seperti ruang kelas belajar. Sejauh ini Leona mengajar setidaknya 14 anak. Baik itu anak pemulung maupun anak-anak jalanan.

Saat beberapa anak-anak lainnya datang, mereka semua langsung memasuki ruang belajar dan duduk di kursi masing-masing dengan tenang.

Untungnya 14 anak itu memiliki rentang usia yang hangat terpaut satu atau dua tahun. Ada beberapa juga yang sudah menginjak usia remaja, tetapi anak-anak remaja itu memilih mendengarkan dari luar, mereka malu berkumpul dengan anak-anak kecil.

"Bu Guru, kapan bukunya dibagi?" Putri seorang gadis berusia delapan tahun bertanya. Anak-anak itu memanggil Leona dengan panggilan Bu Guru jika hanya berada di ruang pembelajaran. Leona tidak mau dipanggil ibu di luar, dia merasa tidak setua itu untuk menyandang gelar ibu, apalagi dirinya masih ting-ting.

"Sabar dulu, ya. Kalian setor hapalan perkalian atau pembagian dulu ke mbak Niken. Nanti kalau sudah, kalian akan mendapat buku satu per satu, ya."

"Ya, Bu Guru."

Satu per satu murid didik Leona maju. Mereka cukup fasih menyebutkan hapalan perkalian. Bahkan sesekali Leona melempar pertanyaan dan anak-anak berebut untuk menjawab.

Leona hanya memberi pengajaran selama dua jam, tapi beberapa orang tua dari anak-anak itu mendatanginya sembari mengucapkan terima kasih kepadanya. Bahkan ada yang membawakannya singkong, ubi sebagai bentuk rasa terima kasih.

Waktu belajar selama dua jam pun usai, anak-anak berhamburan keluar sembari bersalaman pada Leona. "Terima kasih, bu Guru. Semoga ibu guru selalu sehat dan bahagia."

Leona tersenyum hangat. Setelah murid muridnya pulang, Leona menghela napas panjang. Sebenarnya hari ini dia sangat lelah, tapi Leona tidak tega untuk menunda belajar anak-anak itu.

"Mbak, semuanya udah aku beresin. Aku pulang dulu, ya," Niken yang baru saja menata ruang belajar keluar sembari membawa tasnya.

"Ya, sudah. Terima kasih, ya, Nik."

"Sama-sama, Mbak."

Niken pergi, Leona langsung masuk ke kamarnya. Dia ingin segera mandi dan rebahan. Saat Leona menyambar handuk di gantungan, ponselnya berdering. Ada nama kontak Mama memanggil. Leona pun segera mengangkatnya.

"Halo, Ma."

Leona sesekali tertawa ketika berbicara dengan ibunya. Seperempat jam mereka berbicara dan tertawa, lalu tak lama Leona mengakhiri panggilan dari ibunya. Leona masuk ke kamar mandi dengan senyum mengembang.

Pagi harinya Leona sudah rapi dia berjalan melewati gang biasanya dimana ada sebagian ibu-ibu yang sedang berbelanja.

"Eh, neng Guru mau berangkat kerja, ya?" sapa salah seorang ibu ramah.

"Iya, Bu. Permisi numpang lewat ya, Bu."

"Halah, lagaknya sok ramah, tapi sebenarnya sombong minta ampun," celetuk salah satu ibu yang memakai daster orange.

"Bu Basuki ada masalah apa sama neng Leona? Oh, ini pasti karena anaknya ditolak sama neng Leona, ya? Makanya, Bu! Kalau punya anak mbok ya disuruh ngaca dulu. Kalau saya jadi neng Guru juga kalau ditembak anaknya Bu Basuki pasti bakalan saya tolak. Udah pengangguran, banyak gaya lagi," ucap Bu Komaria, orang yang pertama menyapa Leona.

"Udah, Neng ga usah dengerin Bu Basuki. Neng Guru berangkat aja."

Leona tersenyum canggung dan pamit kepada ibu-ibu lainnya. Dia pun segera meninggalkan gang dengan langkah lebar. Sudah jadi makanan sehari-hari Leona harus menghadapi mulut-mulut tetangga. Apalagi yang setipe dengan Bu Basuki.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Leona melihat lampu lalu lintas berwarna kuning, karena terburu-buru Leona menyeberang tanpa memperhatikan jalan.

CKIIT!

BRAAK!

Orang-orang yang semula terlihat sibuk, kini menatap ke arah di mana Leona berdiri tadi, di sampingnya ada setidaknya tiga mobil yang bertabrakan karena pengemudi depan mengerem mobilnya secara mendadak, al hasil dua mobil di belakangnya menyeruduk.

Supir mobil yang berada di dalam mobil tengah, menoleh ke kursi penumpang dengan raut wajah pucat.

"Tu-tuan, maafkan kecerobohan saya."

"Cepat keluar dan kamu urus orang-orang itu. Pastikan kamu tuntut mereka dengan ganti rugi." Suara bariton pria itu membuat sang supir mengangguk dengan ketakutan.

Leona berada di tengah jalan dan menimbulkan kemacetan. Orang-orang yang tadinya hanya melihat sebagian melenggang begitu saja karena takut berurusan dengan para pemilik mobil.

Pemilik mobil depan segera turun dan memaki Leona. Leona berdiri dibantu oleh seorang wanita paruh baya yang kebetulan berdiri di seberang. Kaki Leona gemetaran karena kaget.

"Maaf, Pak. Saya akan ganti rugi kerusakan mobil bapak," kata Leona sambil membungkuk di depan bapak itu.

Lalu supir mobil kedua dan ketiga juga mendekat. Leona juga melakukan hal yang sama yaitu meminta maaf dan berjanji akan mengganti rugi, tapi yang membuat Leona mengernyit heran, tak hanya padanya saja salah satu pengemudi meminta ganti rugi, tetapi dia juga meminta pada pengemudi pertama dan pengemudi ketiga.

"Eh, Pak, kenapa bapak meminta ganti rugi sama bapak-bapak yang lain? Kan saya sudah bilang bakalan tanggung jawab."

"Karena mereka sudah membuat mobil mahal saya penyok." Suara bariton itu membuat Leona seketika menoleh.

...----------------...

Terpopuler

Comments

nyaks 💜

nyaks 💜

aku mampirrr mak

2024-09-22

0

mamak"e wonk

mamak"e wonk

Boncabe harus di siram.air biar melempem 👍👍👍

2024-09-04

1

jaran goyang

jaran goyang

aaaaa cp kh dy

2024-09-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!