Jeri & Ryuna

Kali ini Ryuna menolaknya. Mereka duduk bersisian di kursi lapangan basket tempat para pemain beristirahat.

"Oke, kalau gitu gue to the point aja. Gue penasaran sama hubungan lo sama si Jeri."

"Hubungan? Kenapa semua orang kayaknya kepo banget?" kening Ryuna mengernyit.

"Bukan gitu, gue kayaknya melewatkan sesuatu sampai tiba-tiba lo udah kelihatan dekat sama si Jeri."

Ryuna mengangguk. "Ya, lo melewatkan banyak hal. Tapi ini tentang gue, jadi lo nggak perlu tahu."

Kening Jimi mengernyit. "Maksud lo?"

"Jim, gue tahu apa yang gue lakuin."

"Kita tahu gimana si Jeri. Mana mungkin gue nutup mata pas tahu lo deket sama anak-anak brandalan itu? Gue khawatir karena kita temenan. Bukan sekali dua kali si Jeri bikin ulah, termasuk ke cewek. Gue nggak mau lo jadi korban."

"Ini bukan tentang itu Jim," potong Ryuna.

"Dia usil, dia bahkan dipanggil ke BK karena numpahin air ke guru." Jimi tak peduli dan masih lanjut berucap.

"Dia nggak sengaja," bela Ryuna.

"Dia nakal, lo nggak bisa bergaul sama orang kayak gitu. Jauhin dia Ryu."

Jadi sekarang Jimi ingin ikut memutuskan siapa-siapa saja yang ikut andil dalam ceritanya? Jimi bahkan tidak kenal Jeri. Bukan berarti sok kenal juga, tapi setelah bersama Jeri, Ryuna bisa melihat lelaki itu dari sudut pandang lain. Ia memang menyebalkan dan pemaksa, tapi tidak seperti apa yang dikatakan orang lain, meski bagian usilnya tidak dapat disangkal.

"Gue nggak mau jauhin dia," ucap Ryuna.

Meskipun Ryuna berniat melakukannya, Jeri pasti akan berulah dengan menyebarkan video miliknya.

"Lo harus."

"Lo nggak perlu repot-repot ikut campur Jim. Urusin aja hidup lo sendiri."

Jimi menatap gadis itu dengan tatapan tak percaya.

"Gue khawatir sama lo, itu balasan lo?"

"Makasih, tapi sekali lagi, gue tahu apa yang seharusnya gue lakuin."

Ryuna berdiri dari duduknya. Ketika hendak melangkah, ia berdiri dan mencekal pergelangan tangan gadis itu.

"Lo harus jauhin si Jeri! Lo bisa dekat sama siapa aja tapi bukan dia, kenapa harus dia?" Jimi menaikan intonasi suaranya.

"Lo nggak berhak ikut campur! Gue mau dekat sama siapapun lo nggak berhak larang! Bahkan meskipun itu Jeri!"

"Sebaiknya lo tarik kata-kata lo barusan."

"Apa? Yang mana? Oh ... iya, gue emang dekat kok sama si Jeri, dia asik. Puas? Itu yang mau lo tahu?"

Ryuna menghempaskan tangan Jimi dan mulai melangkah pergi. Kali ini langkahnya kembali terhenti, namun bukan karena cekalan Jimi. Tapi karena lelaki itu memeluknya dari belakang.

Tubuh Ryuna langsung membeku.

"Sanastasya Ryuna, lo berubah," bisik Jimi.

Setelah beberapa saat, ia sadar dan bergerak kecil.

"Jim! Apa-apaan sih?! Lepasin! Lo gila apa?"

"Lo masih dekat sama si Jeri. Berarti lo bakal kehilangan gue, Ryu."

Gadis itu terdiam. Tak lama ia tertawa hambar. "Lo sebelas dua belas sama cewek lo. Kalian cocok. Bukannya Luna nyuruh milih antara dia dan gue kan? Gue cuma kerikil di antara hubungan kalian. Karena lo milih dia, ini bakal adil kalau gue juga milih Jeri, bukan lo. Kita emang temenan sebelumnya, tapi beda lagi sekarang, kita harus jaga jarak, kita orang asing Jim, apa yang lo harapkan dari orang asing?"

"Ryu---"

"Jim?"

Kedua orang itu berbalik dan menoleh ke arah sumber suara. Mereka bisa melihat Luna berada di luar pagar lapangan dan menatap keduanya dengan tatapan terluka. Jarak Luna pun tak begitu jauh.

Ryuna langsung menyikut perut Jimi dan mendorongnya agar menjauh.

"Sumpah Lun, ini nggak seperti yang lo---"

"Gue tahu Ryu, gue lihat semuanya."

Gadis itu tersenyum getir. "Bahkan setelah semua ini gue masih suka sama lo, Jim. Tapi gue udah nggak sanggup, kita sebaiknya putus," katanya lalu segera melangkah pergi dari sana.

"Lun! Tunggu! Luna!" teriak Jimi sambil berlari. Namun baru beberapa langkah, ia berhenti. Lelaki itu berteriak kesal, lalu menatap Ryuna yang mulai melangkah seolah menghiraukannya.

"Ryu."

"Gue nggak ngatain ini sebagai Ryuna, tapi sebagai orang asing. Brengsek, lo bener-bener brengsek Jim," kata Ryuna lalu melewati Jimi begitu saja.