Pemuda tampan yang sakit-sakitan dan pengangguran di usianya yang telah 30 tahun meski bergelar sarjana, ia dicap lingkungan sebagai pengantin ranjang karena tak kunjung sembuh dari sakit parah selama 2 tahun.
Saat di puncak krisis antar hidup dan mati karena penyakitnya, Jampi Linuwih, mendapat kesempatan kedua.
Jemari petir, ilmu pengobatan, hingga teknik yang tak pernah ia pelajari, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia dipilih langit untuk mengemban tugas berat di pundaknya.
Mampukah ia memikul tanggung jawab itu? Saksikan perjalanan Jampi Linuwih, sang Tabib Pilihan Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24_ Piala Bergilir
"Apa maksudmu?", tanya Jampi. Ia tak tahu apa maksud sang ratu dan siapa itu Bronto.
" Ups, pasti kamu tak tahu apapun bocah. Sudah lah, lebih baik kamu tak mengetahui apapun. Juga, meski aku tak bisa merebut kantong semar yang telah memilihmu, setidaknya aku lah yang menikmati hasilnya dengan menyerap saripatimu itu", jawab sang ratu yang membuat Jampi semakin bingung.
"Ah, terserah lah", Jampi tidak peduli. Segera ia bangkit dan membersihkan sisa-sisa cairan dengan kain kover kasur. Ia pun mengambil debu tayamum untuk bersuci.
Sang ratu nampak tidak keberatan dengan hal itu. Pemuda itu pun dibiarkan pergi dari kamarnya. Kali ini, jelas nampak ada pintu masuk dan keluar yang megah dan indah.
" Apa kata ibunda ratu?", tanya Blorong yang sedari tadi menunggu di depan pintu.
"Apa kau bodoh? Ibumu itu menjamahku dan kau tidak berbuat apapun?", heran Jampi.
" Semua pria di kerajaan ini adalah milik ibunda ratu. Sah sah saja jika dia ingin menjamahmu. Kamu adalah manusia paling spesial yang pernah kami nikmati", jawab Blorong yang malah membuat Jampi ingin muntah.
"Menjijikkan!", celetuk Jampi sembari berjalan menjauhi ruangan sang ratu.
" Jaga bicaramu manusia!", Blorong nampak marah.
"Terserah lah. Kalau mau, habisi saja aku sekarang", tantang Jampi. Ia merasa kematian lebih mulia daripada menjadi budak jin.
Blorong hanya menunjukkan ekspresi marah tanpa melakukan apapun. Faktanya memang kehidupan Jampi itu penting untuk keberlanjutan kerajaan, khususnya sang ratu dan putrinya.
" Aneh, kemarin aku bertarung melawan monster batu dan kelelahan. Sekarang, aku telah dikerjai berulang kali, kenapa aku tidak merasa lelah atau lapar?", bingung Jampi sembari duduk di balkon istana sendirian. Tak ada penjaga satu pun yang menjaga Jampi karena tubuhnya masih teracuni.
Saat ia merenung, tiba-tiba Blorong mendekatinya.
"Enak kan hidup di sini? Kamu tak perlu makan dan minum, hanya menikmati makanan sekedarnya. Kamu tidak merasakan lelah, juga semua keinginanmu akan terwujud", ujar Blorong berusaha mempengaruhi.
" Apanya? Aku minta keluargaku dikembalikan dalam kondisi aman saja, itu tak tercapai. Statusku juga budak, apanya yang hebat?", protes Jampi.
"Minta lah apapun selain itu", ujar Blorong.
" Baik, aku minta kalian semua berislam. Bisa?", kata Jampi yang tahu pasti jawabannya. Blorong hanya melotot, tidak menjawab.
"Sudah lah, biarkan aku sendiri di sini. Toh aku tidak bisa melarikan diri dari sini", ucap Jampi ingin menenangkan diri.
" Allahumma anta rabbi, laailaaha illa anta", Jampi berulang kali membaca sayyidul istighfar.
Saat semua hening, Jampi membaca basmalah dan merogoh sakunya. Ia membayangkan alat transportasi yang mampu mengantarkan sukma ke jasadnya. Sudah lebih dari 24 jam, itu berbahaya bagi raga keluarganya.
Saat ia menarik tangannya, hanya ada daun kelor di dalam botol kaca. Di dalam benaknya nampak bahwa ia hanya perlu membaca kalimat 'laa khaula walaa quwwata illa billah' dan meniupkan ketiga sukma ke dalam botol.
"Eh, memangnya bisa ya sesederhana itu? Kalaupun bisa kembali sampai ke rumah, bagaimana sukma mereka bisa keluar dari botol?", bingung Jampi.
Beberapa saat ia menunggu petunjuk berikutnya, namun semuanya hening.
" Ah sudah lah. Dicoba saja ", pikir Jampi karena memang tak ada pilihan lain.
Jampi pun membaca basmalah dan kalimat yang ia dengar dalam benaknya.
" Fuh..", ia meniup ketiga sukma ke dalam botol dan memasukkannya kembali ke dalam kantong.
Jampi hanya bisa meneteskan air mata, mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya dan hanya duduk termenung di sana. Kekuatannya tidak lah cukup untuk melarikan diri dengan kantong seperti waktu itu. Karena dirinya dibalut energi keemasan yang cukup untuk membawanya masuk ke kantong dan berpindah ke alas Kumitir.
Saat ia sedang meratapi nasib, pundaknya kembali dicengkeram sang ratu dan dibawa ke dalam kamarnya untuk memuaskan hasrat sang ratu yang kembali memuncak. Tak berhenti di situ, usai keluar dari kamar, Jampi diseret ke kamar Blorong untuk memuaskan hasratnya lagi.
Layaknya piala bergilir. Dalam sehari, entah berapa kali Jampi harus memenuhi hasrat mereka berdua secara bergantian. Meski begitu, Jampi masih bertekad kuat melawan meski tak berarti. Juga, setiap kali dipaksa berhubungan badan, ia hanya bisa bertayamum untuk bersuci.
Di sisi lain, botol yang dikirim Jampi telah sampai di kamar, yang mana tergeletak tiga jasad yang memucat.
Duar
Botol itu pecah dan melepaskan ketiga sukma yang terbungkus dengan potongan daun kelor. Ketiganya tahu mana jasadnya masing-masing dan bergegas kembali.
Hanya dalam beberapa detik, ketiganya telah bangun. Mereka membuka mata hampir bersamaan.
"Loh, aku di mana?", lirih Nia yang merasakan pening dan lemah. Ia melihat bahwa ini bukan lah kamarnya.
" Loh, ibu, bapak?", Nia keheranan dan baru menyadari bahwa dirinya berada di kamar mertuanya.
Kedua mertuanya hanya bisa membuka mata tanpa berkata-kata. Efek lepasnya sukma sangat berat mereka rasakan. Melihat hal itu, Nia menguatkan diri dan segera menyeduh tiga gelas air madu hangat dengan sedikit garam untuk memulihkan tenaga mereka bertiga.
Saat itu, telah masuk waktu sholat ashar. Mereka bertiga masih linglung dan duduk bersama di kamar itu.
"Bu, tadi aku bermimpi dipenjara dengan tangan, kaki, dan leher dibelenggu bersama kalian. Lalu, mas Jampi membawa kita ke dalam sebuah botol. Lalu, aku terbangun di sini.
Sepertinya aku tidur di kamarku tadi pagi", ujar Nia yang tidak sadar bahwa mereka telah tidur lebih dari 1 hari.
Bu Eki dan pak Joni yang mendengar itu pun merasa mengalami mimpi yang sama. Hanya saja, karena terlalu lelah, mereka hanya menganggukkan kepala.
" Eh, ini sudah jam setengah 4, pasti mas Jampi akan segera pulang", celetuk Nia. Ia ingin menanyakan perihal mimpinya dan kenapa ia tak melihat Jampi setelah sholat subuh sampai sebelum berangkat kerja.
"Oh iya, aku masak dulu ya bu, pak. Maaf tadi tertidur sampai sore", Nia meminta izin untuk sholat. Ia mengqada sholat dhuhur yang belum ia kerjakan setelah menunaikan sholat ashar. Kemudian, ia pun memasak dan makan bersama kedua mertuanya.
Saat masuk waktu sholat maghrib, mereka bertiga berjamaah sholat dan sengaja duduk bersama di teras, menunggu kepulangan Jampi.
" Sudah jam segini, kenapa mas Jampi belum juga pulang ya Bu? Apa dia lembur di konter?", celetuk Nia ke arah bu Eki. Mertuanya hanya menyentuh tangan pak Joni, isyarat bahwa dirinya meminta bantuan suaminya untuk mengecek kondisi putra mereka ke konter biasanya.
"Ya sudah, kalian tunggu di rumah, jangan ke mana-mana. Bapak akan memeriksa ke konternya Jampi" pesan pak Joni. Kedua wanita itu hanya mengangguk setuju.
"Heh, ke mana anak ini. Buat istri dan ibunya khawatir saja", gumam pak Joni sembari menaiki sepeda listriknya.
Tak perlu waktu lama, pak Joni pun pulang. Wajahnya nampak bingung. Juga, tak ada Jampi bersamanya.
lanjuttt.... semangattt