Cerita romansa mantan kekasih yang masih terhubung meski hubungan keduanya telah kandas. Akankah kebersamaan mereka sejalan atau hanya kenangan? Akankah berakhir di pernikahan atau datang sebagai tamu undangan?
Inilah cerita tentang kisah klise Regan dan Nahla. Dua manusia yang dipertemukan di bumi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsmeriseee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lelah
Rumah duka dibanjiri ucapan berbelasungkawa dari sanak saudara, sahabat, kerabat, maupun rekan kerja. Keluarga besar datang dari berbagai pulau bahkan yang dari luar negeri baru saja tiba. Kehilangan hanya bisa dirasakan kepada orang-orang yang pernah ditinggalkan.
Nahla duduk diam di lantai kamar Regan memeluk kedua kakinya. Matanya sembab dengan pandangan kosong. Nahla memilih untuk mengurung diri karena terlalu banyak keluarga Regan di luar. Belum lagi semua Rekan kerja datang tanpa henti.
Dari semalam Nahla belum makan, ia tidak berani keluar. Regan sibuk menyambut kedatangan tamu dan Nahla belum melihatnya sampai detik ini menunjukkan pukul tiga sore.
Tidak ada lagi rasa lapar. Meski tidak sering bertemu, Nahla kenal om Alardo cukup baik. Rasanya tidak percaya bisa pergi secepat itu.
Nahla mengangkat wajahnya mendengar pintu kamar terbuka. Regan masuk dengan wajah yang berantakan. Bahunya tidak setegar kemarin, sepertinya lelaki itu kelelahan.
"Udah makan?" Tanya Regan lemah berjalan mendekati Nahla. Ia tahu Nahla tidak keluar kamar seharian ini. Tidak ada asupan di tubuhnya.
Nahla berdiri lalu menggeleng.
"Para tamu sebagian sudah pulang, kita makan ke bawah." Regan mengulurkan tangan di sambut Nahla lembut.
Keduanya bergandengan tangan keluar dari kamar. Nahla melihat hanya tinggal keluarga besar Regan. Pemakaman sendiri sudah dilakukan siang tadi, Nahla tidak ikut pergi ke pemakaman.
"Lo nggak makan?" Tanya Nahla mengambil piring dan beberapa lauk yang sudah disiapkan.
"Lo aja, gue kenyang." Regan menarik kursi, mengeluarkan handphone dari saku celana.
Setelah mengambil beberapa lauk makan, Nahla menarik kursi duduk di samping Regan. Makan dalam diam.
"Regan belum makan, Na. Dari kemarin, kamu suapin aja," Ujar Tante Zara mengambil segelas air putih. Wajah lelah menyelimuti ibu dan anak tersebut.
"Iya, Tan." Nahla mengangguk. Tante Zara pergi menghampiri saudara yang lain. "Lo harus makan, nanti sakit,"
Regan menjauhkan wajahnya menolak suapan Nahla. "Mereka mau kesini,"
"Em? Siapa?"
"Temen-temen gue. Lo keberatan?"
Nahla menurunkan sendok ke atas piring. "Gue pulang aja,"
"Ini udah sore, Na. Jangan aneh-aneh," Regan meletakkan handphone ke meja. "Gue nggak masalah semua orang tahu tentang hubungan masa lalu kita. Aruna dan teman gue juga sudah tau. Apa masalahnya?"
"Nggak ada masalahnya sama lo. Hanya masalahnya ada di gue." Nahla menghabiskan makanannya. "Gue juga sudah terlalu lama disini, nggak enak sama keluarga lo,"
"Kita sudah seperti keluarga, Na."
Nahla menggeleng, meletakkan piring ke wastafel lalu mencucinya sebentar kemudian bersiap untuk pergi.
"Lo serius?" Regan menahan tangan Nahla.
"Sebelum kemalaman, gue bisa pulang sekarang."
"Silahkan kalau lo diizinkan oleh Mama," Regan mempersilahkan.
"Bantu gue ngomong."
"Nggak, gue capek." Regan merebahkan kepalanya ke meja. "Lo istirahat aja di kamar gue, teman-teman gue nggak lama. Malam mereka pulang lagi,"
Nahla mengusap wajahnya. "Gue nggak bawa baju ganti, gerah nggak mandi dari kemarin."
"Sayangnya gue nggak punya saudara cewek, sepupu gue juga kebanyakan laki. Ada sih cewek, umur tujuh tahun, mau pinjam bajunya?"
"Menurut lo?" Nahla melirik sinis.
Regan tertawa kecil. "Ya udah, gue pinjam baju mama dulu. Lo ke kamar aja, nanti gue antar kesana."
Keduanya berpisah. Regan menghampiri Mamanya untuk izin meminjam baju. Setelah mengambil satu stel baju tidur dan belum sempat ia antar ke kamar, Aruna dan teman-temannya tiba.
Nahla melihat sedikit dari pintu kamar yang belum tertutup. Bagaimana eratnya pelukkan Regan pada Aruna. Nahla memilih untuk menutup rapat pintu kamar.
Nahla berdiri di bawah air mengalir membersihkan diri. Ia seperti terkurung dari mereka yang sedang bersenda gurau di bawah sana. Namun ini sudah menjadi pilihan. Segala sesuatu sudah pasti ada resikonya. Semuanya Nahla anggap netral. Tidak ada rasa tersisa untuk ia pikirkan saat ini.
Menunggu Regan yang belum juga datang membawa baju ganti. Nahla menggunakan bath robe putih yang tergantung di kamar mandi. Setengah jam menunggu akhirnya Regan datang membawa baju tidur.
"Serius nggak mau keluar?" Tanya Regan setelah Nahla berganti baju.
"Em," Nahla mengangguk, merebahkan tubuhnya di ranjang. "Gue mau tidur, capek banget rasanya,"
"Ya udah, tidur aja. Gue ke bawah dulu."
Regan meninggalkan Nahla lalu kembali menemui teman-temannya. Mereka sedang makan duduk di lantai yang berlapis karpet terbentang hampir di setiap ruangan.
"Harusnya kita datang pagi, karena Aruna sama Carissa harus menyelesaikan tugas dulu jadi sore kita baru kesini," Ujar Kananta.
"Iya, gue juga ngerti. Aruna kasih tau gue," Regan mengelus paha Aruna yang di lapisi celana jins panjang. "Gimana tadi? Ada kendala?"
Aruna menggeleng. "Kamu gimana?"
"Aku baik. Sepertinya pertunangan kita harus di undur, babe,"
Aruna mengangguk. "Aku paham keadaan kamu. Jaga kesehatan,"
Carissa yang duduk di samping Regan menatap tidak suka namun sebaik mungkin menunjukkan wajah yang hangat.
"Jadi bisnis bokap lo gimana?" Tanya Carissa.
"Untuk sementara ada yang menjalankan."
"Kalau ada apa-apa, lo bisa hubungin bokap gue."
Regan mengangguk sekali. Meskipun bisnis Papanya bangkrut sekalipun, Regan tidak akan pernah berurusan dengan orang yang menyangkut perempuan itu. Akting Carissa bagus sekali, harusnya Carissa jadi aktris bukan jadi dokter.
Setelah makan, Aruna dan Carissa membatu membereskan rumah yang berantakan. Sementara Regan dan temannya duduk di taman belakang sambil merokok.
"Nahla?" Tanya Alister pelan.
Regan menunjuk lantai atas dengan dagunya. "Di kamar gue."
"Gue bawa mobil kalau mau ikut." Alister menawarkan diri.
Regan mendongak ke atas menatap kamarnya. "Besok gue antar pulang."
Tidak banyak yang mereka bicarakan, memang keadaan yang tidak tepat untuk di ajak bercanda. Namun keheningan mulai mencair ketika Aruna dan Carissa bergabung. Mereka mengobrol santai dengan sedikit tertawa.
Nahla mendengar suara ramai di taman. Ia mengintip di jendela. Melihat Regan yang sudah bisa tertawa membuat Nahla senang. Aruna sudah menjadi dunia bagi Regan, tidak ada tempat untuknya lagi.
Menutup gorden, Nahla duduk di bibir ranjang. Banyak sekali yang ia fikirkan membuat Nahla tidak sadar jarum jam terus berjalan. Menarik nafas berat lalu menghembuskannya pelan. Menatap sang bulan berdiri gagah di tengah gelapnya malam melalui jendela kaca.
Nahla menunduk, melihat tetesan darah di lantai. Sempat terdiam mencari sumber tetesan yang ternyata berasal dari hidungnya. Sontak Nahla mendongakkan kepala ke atas. Tiba-tiba kepalanya menjadi pusing membuat Nahla memejamkan matanya sejenak.
ceritain aja ttg persiapan pernikahan mereka serta ujian² nya/Good/
Bikin penasaran aja
Giliran up paling cuma 2 bab doang, eehh vakum lagi 2 bulan 🤭🤭