NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Kembalinya Sang Dewa Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ash Shiddieqy

Perang terakhir umat manusia begitu mengerikan. Aditya Nareswara kehilangan nyawanya di perang dahsyat ini. Kemarahan dan penyesalan memenuhi dirinya yang sudah sekarat. Dia kehilangan begitu banyak hal dalam hidupnya. Andai waktu bisa diputar kembali. Dia pasti akan melindungi dunia dan apa yang menjadi miliknya. Dia pasti akan menjadikan seluruh kegelapan ada di bawah telapak kakinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ash Shiddieqy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 - Datangnya Master Menara

"Jadi, Mustaza Bachtiar tak bersalah?" tanya Rio setelah mendengar cerita panjang dari Aditya.

"Iya. Itu hanya fitnah. Apa menurutmu kakek tua cengeng itu akan tega menghilangkan nyawa keluarganya sendiri?" ujar Aditya dengan mata yang memandang ke arah Mustaza dan Nicole yang sudah duduk berpindah ke kursi teras rumahnya. Mereka tampak berbincang melepas kerinduan

"Apa mungkin keluarga kerajaan kita sebusuk itu? Aku masih belum bisa percaya dengan ini." Rio menyenderkan punggungnya ke sofa. Mata berwarna amber miliknya menatap jauh ke langit-langit.

"Tidak semua keluarga kerajaan adalah orang yang busuk, tapi mereka yang masih memiliki kebaikan hanya bisa diam tak bisa melakukan apapun di sana."

"Aku datang ke sini untuk mencari pencerahan, tapi kenapa bebanku rasanya malah bertambah," ujar Rio pasrah.

Tiba-tiba gerbang depan rumah Aditya terbuka dan masuklah sebuah sedan berwarna hitam. Dari sedan itu kemudian keluar seorang wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat cantik di umurnya yang sudah menginjak kepala lima. Matanya yang tajam menatap ke arah Mustaza yang sedang duduk di samping Nicole.

"Jadi kau benar-benar masih hidup, huh?" tanya wanita itu dengan nada dingin pada Mustaza. Aura di tubuhnya meluap-luap yang menunjukkan betapa kuat dia yang sebenarnya. Roni yang melihat itu segera merapat mendekat setelah menutup gerbang depan.

Farhan yang sejak tadi tak terlihat batang hidungnya tiba-tiba muncul di samping Aditya. "Maaf menganggu, Tuan Muda. Sepertinya kita kedatangan tamu yang sangat penting," jelas Farhan dengan wajah yang terlihat cemas.

"Memangnya dia siapa?" tanya Aditya. Dia sama sekali tak mengenal wajah wanita itu.

"Dia adalah Master Menara Sihir Selatan yang kelima, Irene Lim," jawab Farhan.

Aditya mengangguk paham. Dia belum pernah bertemu dengan Master Menara Sihir sama sekali di kehidupan sebelumnya. Dia hanya pernah mendengar nama dan prestasinya yang cukup terkenal.

"Apa yang ingin kau lakukan di sini?" tanya Mustaza dengan waspada. Ia berdiri lalu mengambil tongkat sihirnya.

"Bukankah aku yang harusnya bertanya? Kenapa kriminal sepertimu ada di kediaman Nareswara?" Irene memegang erat tongkat sihirnya lalu berjalan mendekati Mustaza dan Nicole.

Aditya menelan ludah saat melihat mereka berdua saling memberikan tatapan membunuh. Dalam situasi ini mereka berdua bisa bertarung kapan saja. Dia tidak ingin masalah ini menjadi semakin besar.

"Cukup! Jangan membuat masalah di sini!" ucap Aditya sambil berjalan ke luar diikuti Farhan dan Rio di belakangnya.

"Oh, apakah keluarga Nareswara sudah berani melindungi seorang kriminal? Apa kalian tau konsekuensinya?" tanya Irene dengan tatapan mata yang garang. Melihat itu Farhan dan Roni bergerak maju untuk melindungi tuannya.

"Jika dia memang kriminal, apa buktinya?" tanya Aditya dengan menatap mata Irene seolah dia tak takut sama sekali.

Melihat keberanian Aditya membuat kemarahan Irene semakin tersulut. Dia mengumpulkan sebuah pusaran magic yang sangat besar di sekitar tubuhnya. Nicole yang merasa itu berlebihan akhirnya mulai angkat bicara.

"Jangan Master! Kakekku tidak bersalah. Dia pasti bukan orang yang membunuh keluargaku. Aku mohon jangan melakukan apapun padanya!" pinta Nicole sambil menggenggam erat tangan renta Mustaza.

"Jangan naif, Nicole! Apa kau masih berpikir kalau dia bukan pelakunya? Kerajaan sudah memberikan pernyataan resmi tentang ini," ujar Irene dengan marah. Walaupun begitu terlihat ada sedikit guratan kesedihan di wajahnya.

Nicole menggeleng dengan cepat. "Tidak. Kakek tidak mungkin melakukan itu. Kerajaan pasti sudah salah."

"Kau-

"Ada apa ini?" Almeera memasuki gerbang depan rumahnya diikuti dengan beberapa orang kesatria dan pelayan di belakangnya.

Irene mengalihkan pandanganya menuju ke Almeera. "Untuk apa keluargamu melindungi seorang kriminal? Apa kau sudah gila? Kau tau apa yang akan dilakukan kerajaan kalau mereka tau tentang ini?" cecar Irene.

Almeera menghentikan langkah kakinya tepat di hadapan Irene. "Aku tau, Senior. Aku sangat tau apa yang mungkin dilakukan kerajaan, tapi aku akan tetap melindungi orang itu di sini apapun resiko yang akan kami terima," ujar Almeera dengan percaya diri.

Irene mengerutkan dahinya. "Atas dasar apa kau sampai berani melawan kerajaan seperti ini?"

Almeera tersenyum kecil. "Aku dulu juga sempat tak percaya padanya, tapi aku sering melihatnya menangis di tengah malam sambil memandangi foto lusuh keluarga Bachtiar yang selalu ia bawa kemana-mana. Apa orang seperti itu akan tega menghabisi nyawa keluarganya sendiri?"

Irene memicingkan matanya. "Lalu kenapa kerajaan mengeluarkan pernyataan kalau dia adalah pelaku pembantaian keluarga Bachtiar? Apa menurutmu itu hanya adalah tuduhan palsu?"

"Bukankah kau sudah tau itu, Senior? Kerajaan kita sekarang dikuasai oleh orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan mereka sendiri. Aku juga baru menyadarinya akhir-akhir ini saat mereka beberapa kali mengeluarkan kebijakan yang tak masuk akal."

Irene mengepalkan tangannya menahan amarah. Dia tidak ingin mempercayai ini, tapi dia juga tidak bisa menyangkalnya. Kerajaan saat ini memang berisi orang-orang rakus yang menghancurkan negara ini secara perlahan. Dia sudah muak dengan ini namun tak ada yang bisa ia lakukan.

"Jika mereka tau hal ini mereka pasti akan menghancurkan keluargamu. Aku tidak ingin kehilangan salah satu junior seperti dirimu," ucap Irene dengan wajah yang sudah mulai melunak. Aditya dan orang-orang yang ada di sana menghela napas lega kecuali Rio yang masih termenung kebingungan.

"Aku tau kerajaan akan berusaha menghancurkan keluargaku. Apa kau tidak merasakan hal yang aneh selama perjalanan ke sini?" tanya Almeera.

"Hal aneh? Apa maksudmu orang-orang yang mengawasiku diam-diam sepanjang perjalanan? Apa mereka bukan bawahanmu?"

Almeera menggelengkan kepala yang membuat wajah Irene terlihat cemas. "Siapa mereka? Apa yang ingin mereka lakukan? Apa mereka berbahaya?" tanyanya lagi.

Almeera menyentuh pundak seniornya. "Tidak perlu khawatir, Senior! Kami pasti akan mengatasi ini," hiburnya.

"Lebih baik kau mengatakan itu padanya! Lebih banyak orang yang membantu akan lebih baik," timpal Mustaza.

"Memang apa tujuan mereka?" Irene memandang Mustaza dengan wajah yang penuh kekhawatiran berbeda dengan ekspresi yang ia tunjukkan sebelumnya.

Mustaza duduk kembali di kursi sebelum menjawab pertanyaan Irene. "Mereka akan melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lakukan pada keluargaku."

Irene kembali menatap ke arah Almeera berharap apa yang dikatakan Mustaza adalah kebohongan. Almeera yang hanya mengangguk pasrah membuat perasaan Irene campur aduk. Dia harus membantu juniornya, tapi resiko yanv harus ia tanggung sangatlah besar.

"Siapa dan kapan kira-kira mereka akan mulai bergerak? Aku akan membantu kalian sebisa mungkin."

Semua hanya diam. Mustaza dan Almeera tahu kalau pelakunya adalah Duke Nazareth dan para antek-anteknya. Hanya saja mereka tidak tahu kapan mereka akan mulai bergerak.

Aditya mengangkat tangannya menginterupsi. "Duke Nazareth adalah dalang di balik semua ini. Dia mungkin akan menyerang saat kerajaan mengumumkan perang dengan Aliansi Negara Timur sekitar tiga atau empat bulan lagi," jelas Aditya.

"Duke Nazareth?" Irene berhenti sejenak. "Tunggu sebentar! Dari yang aku ingat perang dengan Aliansi Negara Timur mungkin akan diumumkan sekitar satu minggu dari sekarang. Situasi di perbatasan sudah sangat memanas."

Pupil Mata Aditya melebar kaget saat mendengar informasi itu. Apakah yang ia lakukan sejauh ini sudah memicu butterfly effect? Satu minggu adalah waktu yang terlalu singkat. Dia harus segera menyelesaikan persiapannya.

"Kenapa kau diam saja, Nak? Apa benar Duke Nazareth akan menyerang saat itu? Jika benar begitu kita harus segera memberitahukan hal ini pada yang lain," kata Mustaza.

Aditya mendengus kesal. "Ya, kemungkinan begitu. Pernyataan perang itu akan membuat semua orang fokus ke medan perang dan melupakan hal-hal yang lain di dalam negeri."

Mereka semua berbincang panjang lebar tentang penyerangan itu. Rio yang berdiri di belakang mereka hanya diam berusaha mencerna semua yang ia dengar. Dia tidak menyangka keluarga sahabatnya sedang dalam situasi yang sangat darurat. Dia harus bisa membantu bagaimanapun caranya

^^^Continued^^^

1
Aixaming
Aku sudah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu, thor.
Mafe Oliva
Ngasih feel yang berbeda, mantap!
Nia Achelashvili
Ngangenin banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!