Diam-diam Cinta

Dirga terjaga terlebih dahulu. Sudah beberapa malam ini ia selalu meminta haknya sebagai suami. Dan pagi ini untuk pertama kalinya, Dirga bangun lebih dulu. Ditatapnya wajah sang istri, ia sudah menyatakan cinta malam itu. Namun, sampai detik ini Tiara tidak pernah menjawab pernyataan cintanya. Masih diam, dan hanya menjalankan tugasnya sebagai istri.

Sebelum beranjak dari tempat tidur, Dirga merapikan selimut yang menutupi tubuh istrinya. Kemudian, ia berjinjit keluar kamar dengan sangat pelan, tidak ingin membangunkan Tiara.

Perlahan ia berjalan menuruni tangga seraya mengusap kelopak mata. Melangkahkan kaki menuju ke taman belakang.

“Kau sudah bangun?” tanya Dirga mendapati Arvel yang tengah duduk menikmati udara pagi ditemani secangkir kopi.

“Aku selalu bangun pagi,” jawab Arvel.

“Bangun pagi atau tidak bisa tidur?” Dirga menatap lurus ke manik mata saudara sepupunya. Ia perlu mengonfirmasi sesuatu agar tidak menjadi gosip belaka.

Kedua manik mata Arvel, menatap ke depan membalas tatapan mata Dirga. Tidak paham dengan maksud pertanyaannya.

“Aku selalu bangun pagi,” tegas Arvel.

“Oh, aku kira kau masih susah tidur gara-gara gadis sepuluh tahun silam!” ujar Dirga sengaja memprovokasi. Sudah bukan rahasia lagi, semua kerabat tahu mengenai Dirga yang tidak bisa melupakan gadis yang tidak sengaja menghabiskan malam bersamanya di hari perpisahan sekolah. Semua mengejek menjadikan bahan candaan. Tetapi tidak untuk Arvel yang memang belum bisa melupakan pesona gadis itu

“Diam, jangan membahas gadis yang bahkan namanya saja tidak aku ketahui!” Arvel terlihat marah. Jujur saja, ia belum pernah menjalin cinta dengan wanita mana pun. Masih munggu kehadiran wanita itu, entah dimana? Entah ditakdirkan atau tidak!

“Sebentar lagi umurmu 28 tahun, paman Tedjo beberapa kali menghubungi mama dan akan segera menjodohkan mu jika diulang tahunmu yang ke 28 kamu tak kunjung mengenalkan calon istri!” terang Dirga. Begitulah yang ia ketahui.

“Terima kasih infonya!” Arvel beranjak, memilih meninggalkan Dirga daripada tersulut emosi.

“Tunggu! Kita bicara sebentar!” cegah Dirga.

“Apalagi, aku lebih baik tidur, dari pada mendengarkan ocehanmu! Kau belum berubah! Suka sekali mengejek dan merendahkan orang!” Arvel menatap tajam tidak suka.

“Aku tidak seperti itu, tak seburuk dugaanmu! Aku tidak akan peduli jika kau tidak menyentuh Tiara, katakan siapa yang menyuruhmu datang dan mengusik kehidupan pernikahanku?” tanya Dirga.

“Apa itu penting? Sekarang yang terpenting kau sudah mengakui perasaan dan kakak ipar menerima permintaan maafmu! Misiku sudah berakhir, aku akan pulang menemui papaku dan bulan depan kembali ke sini untuk proyek terbaru Abraham group,” jelas Arvel. Tidak perlu memberi tahu jika Vania dan Tomi yang menyuruhnya datang lebih cepat.

Dirga menggeleng, berkat Arvel pula ia sudah mengakui perasaan cintanya terhadap Tiara.

“Jaga kakak ipar, andai aku bisa jatuh cinta aku juga akan menjaga wanita yang aku cintai dengan sepenuh hati, jiwa dan raga. Kakak ipar, sudah menjalani masa kecil dan remaja di panti asuhan tanpa kasih sayang orang tua, apa iya saat menikah ia juga tidak mendapat kasih sayang dari suaminya?” Arvel kembali duduk.

“Hah! Kau tidak tahu saja, kalau Tiara itu JM!” keluh Dirga. Nada suaranya berubah santai, merobohkan dinding pemisah antar dirinya dan Arvel.

“JM?” Arvel yang selama ini kuliah di London sangat asing dengan istilah JM. “Jenderal Manajer?” celetuknya.

“Jual Mahal!” terang Dirga.

“Kakak ipar jual mahal? Mana mungkin!”

“Ya, sejak malam itu, sudah setiap malam aku menyatakan cinta tetapi Tiara tidak pernah membalas pernyataan cintaku!” curahan hati Dirga. Jujur, ia tidak ingin mengatakan pada Tomi yang lebih senior, dia pasti ditertawakan. Berbeda saat bercerita dengan Arvel, dia tetap memimpin karena Arvel sama sekali tidak memiliki pengalaman tentang cinta dan wanita. Begitulah yang ia ketahui.

“Ajak kakak ipar makan malam romantis, kalau perlu seharian kalian melakukan kegiatan bersama, lalu diakhiri dengan makan malam romantis. Setelah itu, kamu ungkapkan semuanya. Kembali nyatakan cinta dan kembali memintanya menjadi seorang istri! Pasangan hidup untuk selamanya, bukan teman tidur hanya untuk dua tahun!” jelas Arvel. “Kalau pernikahan kontrak itu masih berlangsung, aku akan melaporkanmu ke penjara dengan tuduhan perdagangan manusia!” Arvel mengamati Dirga dengan saksama. Sekilas, tampak senyuman bahagia ketika bercerita tentang Tiara. Itu artinya pria itu benar-benar jatuh cinta.

“Benar juga, aku akan segera mempertegas semuanya.” Kedua sudut bibir Dirga melebar membentuk senyuman. Mendapat solusi dari masalah asmara yang biasanya ia perbincangkan dengan Tomi.

“Bagus,” pujinya. Aku akan pulang pagi ini juga!” pamit Arvel berdiri dari duduknya. “Sampaikan salamku untuk kakak ipar! Selamat untuk kalian berdua!” Kemudian, ia pergi begitu saja, meninggalkan taman belakang.

* *