This Is ME

Seketika riuh terdengar, Andin pun sepertinya mengenal suara yang sedang berseru dengan penuh ancaman.

"Jangan berani menyentuhnya!" Teriakan itu seketika membuat Bima dan orang-orangnya terkejut.

Laki-laki dengan langkah kaki kasar sudah menodongkan senjata beserta dengan beberapa orang yang dibawanya.

"Tu Tuan Leon?!" Bima shock ditempat.

"Lindungi Nona Andin!" Teriak Leon sambil terus melangkah ke arah Bima yang sudah di buat keder karena tatapan tajam orang yang di kenal dengan kekejamannya.

Orang-orang tegap itu pun membentuk formasi dan kini membuat pagar di sekitar Andin, lalu ada seorang wanita diantara mereka yang segera menghampiri Andin dan merangkulnya.

"Nona tidak apa-apa?"

"Hem, terimakasih" Andin kini di papah keluar dari ruangan dengan perlindungan.

Tidak perlu bertanya lagi, Andin sudah memahami siapa di balik orang-orang yang kini sudah menyerbu dan memporak porandakan tempat itu, bahkan keadaan sangat kacau di luar sana, pesta berubah seperti sebuah kancah peperangan.

Andin segera masuk ke dalam mobil dan mendapatkan perawatan untuk memulihkan keadaannya, sementara Leon memulai aksinya.

"Jadi siapa yang menculik Nona Andin?" Tanya Leon dengan senjata dan pisau di tangannya.

Bima tak ingin kalah, dia merasa sudah membeli Andin dari awal, tentunya tidak mau rugi dan sia-sia.

"Saya sudah membelinya Tuan Leon, dan dengan harga yang fantastis, jadi jangan salahkan saya" ucap Bima.

"Siapa yang menerima uang mu?" Tanya Leon dengan mata tajamnya.

"Aku tidak peduli hal itu, yang jelas uang itu sudah ter transfer penuh di nomer rekening orang yang menawarkan jasanya" jawab Bima.

"Sekali lagi aku tanya, siapa yang menerima uangnya?" Leon makin mendekat dan kini meletakkan pisaunya di dada Bima.

Anak buah Bima yang ingin membantu segera tertembus sebuah peluru di tempurung kakinya hingga berteriak, dan tak ada seorangpun yang berani lagi untuk maju.

"She-Sheila, kakak dari Nona Andin" jawab Bima yang kini sangat ketakutan dengan pisau yang dirasakan semakin menekan kulitnya, hingga rasa perih mulai dirasakan.

"Bagus, berarti kau bisa melampiaskan naf-su binatang mu itu ke orang yang sudah menerima uang mu, tentunya bukan Nona Andin, jadi jangan berani mengusiknya lagi"

"Tapi Tu_, Akh!!" Bima berteriak, saat saya-tan di rasakan menembus kulitnya hingga darah mulai mengalir disana.

"Apa kau mengerti?" Ucap Leon dengan senyuman mengerikan.

Bima tak tahan menahan sakitnya hingga mengangguk cepat agar pisau yang menghujam di dadanya segera di lepaskan oleh pemiliknya.

"Bagus, kita pergi dari sini!" Teriak Leon lalu menarik pisau dan menyarungkan senjatanya kembali.

"Tapi Tuan, memangnya siapa wanita itu bagi mu, kenapa kau rela melindunginya?!" Bima melontarkan pertanyaan.

"Tidak perlu kau tau, wanita ini adalah orang spesial milik seseorang yang spesial, aku ditugaskan untuk melindunginya"

Deg

Bima semakin tak percaya, seperti yang diketahui semuanya, jika sosok Leon tidak akan mau bekerja untuk siapapun kecuali laki-laki yang di sebut Sang Penguasa, bahkan Bima sendiri tidak pernah jelas siapa sebenarnya orang itu sebenarnya.

"Tidak mungkin, bagaimana dia menjadi wanitanya sang Penguasa, Breng-sek!!" Teriak Bima kesal akan kenyataan yang harus di hadapi.

*

*

Andin baru saja membersihkan dirinya dan merebahkan tubuh diatas kasur, ada luka lebam di tangannya, namun sudah tidak begitu nyeri karena sudah memberikan salep beberapa saat yang lalu.

Pintu kamar di ketuk, Andin memberikan ijin untuk membukanya, dan terlihat pelayan perempuan masuk, memberitahukan bahwa ada Leon sedang menunggu di depan kamarnya.

"Baik, akun akan keluar, suruh tunggu sebentar" ucap Andin segera bergerak meninggalkan tempat tidurnya.

Benar saja, nampak Leon berada di depan pintu kamarnya, lalu Andin berjalan keluar menuju kursi yang tak jauh dari sana.

"Ada apa?" Tanya Andin.

"Apa Nona Andin baik-baik saja?" Tanya Leon sambil mengamati luka lebam yang ada di lengan Andin saat ini.

"Aku tidak apa-apa, boleh aku bertanya?"

"Tentu Nona, silahkan" Leon mempersilahkan.

"Apa kamu tidak ikut kemana Aftan pergi, karena yang aku tau, Tuan Leon adalah Asisten pribadi sekaligus sekretaris nya bukan?" Tanya Andin.

"Tentu saja, saya selalu ikut, baru kali ini Aftan tak memintaku untuk menemani"

"Kenapa?" Tanya Andin.

"Karena perintahnya adalah mutlak, dan saya tidak inging kena masalah"

"Memerintahkan apa hingga anda meninggalkannya?" Tanya Andin.

"Menjaga Anda Nona Andin, itulah perintahnya"

Deg!

Andin terdiam, menatap mata Leon mencari kebenaran, dan memang tidak ada kebohongan disana, hatinya berbunga-bunga untuk sesaat, namun berubah ketika menyadari status pernikahan yang dijalaninya.

"Jadi begitu?" Andin memastikan apa yang baru saja di dengarnya.

"Iya, ada lagi yang anda tanyakan?, jika tidak, saya akan pulang dan melaporkan kejadian hari ini ke suami Anda, karena itu juga salah satu perintahnya" Leon menatap Andin sejenak, lalu berdiri untuk pergi setelah mendapat anggukan.

Sampai di depan pintu Mansion, Leon berhenti, lalu berbalik dan memberikan pesan penting yang pasti belum di mengerti oleh Andin.

"Mulai hari ini, anda akan berada di bawah pengawasan saya Nona Andin, ada pengawal yang akan mengikuti mu"

"Apa?, tapi aku sudah meminta Aftan untuk di berikan kebebasan akan hal itu"

"Setelah kejadian ini, suami anda tidak akan lagi memberikan hal itu"

"Tapi_"

"Tenang saja, orang-orang ku tidak akan terlihat oleh mu, hanya mengawasi dari jangkauan yang tak terlihat, memastikan kalau tidak ada seorang pun bisa mengusik anda lagi"

Andin haya terdiam, tidak mengiyakan ataupun menolak, lalu Leon segera pamit untuk pergi dari Mansion.

Pintu megah itupun kini telah tertutup kembali, Andin berjalan masuk menuju kamar tidurnya, meletakkan tubuhnya diatas kasur dan bersiap tidur untuk memulihkan tubuhnya, namun dirinya dikejutkan dengan suara pesan dari ponselnya.

Jari jemarinya segera membalas pesan itu dengan singkat, bahwa dirinya tidak keberatan dengan apa yang sudah di putuskan oleh Aftan, saat akan meletakkan kembali, tiba-tiba terdengar ponselnya berdering nada panggilan.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Iya, aku baik-baik saja, terimakasih atas bantuannya"

"Itu bukan bantuan, tapi kewajiban, apa kau lupa siapa aku bagimu sekarang ini?"

"I iya, maaf" Andin terbata saat menjawab pertanyaan Aftan, ada perasaan bahagia dan terharu.

"Ada beberapa mobil di lantai bawah, kamu bisa memakainya mulai sekarang, pilih sesuka hatimu"

"Apa?, tapi_"

"Itu Perintah, demi keamanan mu, jangan bepergian memakai Taksi atau apapun lagi, pakai mobilku, tidak akan ada yang berani mengusik mu saat berada didalamnya"

"Bukankah itu berlebihan?"

"Akan sangat menjadi masalah yang berlebihan, jika keluarga ku tau terjadi sesuatu dengan wanita yang berstatus menjadi istri seorang Aftan Brian Nugraha, apa kau mengerti?"

Deg

"Oh, i iya, sekali lagi maaf, aku akan melakukannya" ucap Andin, rupanya bukan karena dirinya Aftan melakukan hal itu, tapi karena keluarga besar Nugraha, kini ada rasa kecewa.

Pembicaraan pun terputus saat dirasakan tidak ada yang perlu di sampaikan lagi, pesan dari Aftan untuk berhati-hati cukup untuk sedikit mengobati kekecewaan Andin saat ini.

Matanya menerawang jauh melihat langit-langit dinding kamar.

"Jadi inikah takdirku?, menjadi seorang istri semu dari sebuah kesepakatan atas kepentingan seseorang yang berkuasa?, tapi tidak masalah, setidaknya aku akan berdiri kokoh mulai saat ini" kilatan sinar mata Andin terlihat, dengan senyum yang kini menghiasi wajahnya, lalu kemudian tak beberapa lama, akhirnya masuk ke alam mimpinya.