Setelah kecelakaan yang hampir mengakibatkan Ashana keguguran, suaminya malah ingin meninggalkan nya. Bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah keadaan miris yang harus dihadapi wanita muda yang baru berusia 21 tahun itu.
"Mas Nathan! Apa yang kamu katakan, Mas!" teriak Asha yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.
"Aku menceraikan mu, Ashana! Mulai detik ini kau bukan lagi istriku!"
Setelah mengatakannya, laki-laki yang sudah membersamai hidup Ashana selama satu tahun sebagai suami itu pergi tanpa berbalik lagi.
Bahkan musibah tidak sampai disana, setelah pulang dari rumah sakit ada yang membakar rumah yang dimana Asha berada di dalam rumah itu. Meskipun nyawa Asha tertolong namun wajah dan tubuh Asha rusak terbakar.
Lima tahun kemudian, Asha dengan sosok baru telah kembali dengan nama Belvina Gania untuk membalas dendam dan merenggut kembali apa yang seharunya menjadi miliknya.
Cekidot...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Asha Dan Devano Adalah Milikku.
Kedua sejoli itu masih terpaku saling menyelami isi hati dari tatapan lawan, hentakan rindu semakin bergejolak di iringi setiap hembusan dan tarikan nafas mereka.
"Mommy, siapa yang datang?" Bocah itu mengikuti sang Mommy ke pintu depan. "Apa Daddy...? Oh, Paman Nathan..." ujar Devano nampak kecewa karena berharap yang datang adalah Arkan.
"Oh, halo Boy. Kamu ternyata masih mengingat Paman, ya." Nathan jongkok mensejajarkan dirinya dengan Devano, namun sebelum itu buket bunga di tangan nya dijejalkan dengan paksa ke pelukan Asha.
Asha terbengong, mau tak mau dia terpaksa memegang buket bunga itu dengan wajah kesal.
"Paman sedang apa disini?" tanya bocah itu polos.
"Kebetulan Paman punya Penthouse disini, nggak jauh beberapa pintu dari sini," ujar Nathan, ia sedang dalam proses membeli salah satu Penthouse agar bisa dekat dengan mantan istri dan putranya.
Kemarin saat dia keluar dari rumah sakit, karena ingin segera bertemu Asha dan putranya akhirnya Nathan pergi menuju Mansion Arkan.
Tak diduga ternyata lelaki itu melihat Asha membawa koper dari dalam Mansion, lalu ia berusaha mengikuti mobil yang membawa Asha.
Entah apa yang terjadi antara Asha dan Arkan, namun Nathan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah berada dalam genggamannya. Jadi, disinilah kini dia berada berusaha meluluhkan hati Asha yang pasti masih marah padanya dan ingin menjelaskan kejadian lima tahun lalu.
"Wow! Jadi Paman juga tinggal disini, Vano punya teman dong...!" teriak bocah itu senang.
"Jadi Paman sekarang adalah teman Vano?" tanya Nathan ikut senang karena ia memang membutuhkan pendekatan pada putranya.
"Teman..." Devano memberikan jari kelingking agar Nathan mengaitkan jarinya.
Seolah mengerti apa keinginan sang putra, Nathan mengangkat jari kelingkingnya lalu mengaitkan dengan jari kelingking putranya.
"Boleh Paman memelukmu?" tanya Nathan penuh harap.
"Tentu Paman, seorang teman bisa saling berpelukan..." jawab Devano dengan wajah lucunya.
Grep!
Tak ada lagi orang yang menghalang-halangi Nathan memeluk putra kandungnya, lelaki itu memeluk tubuh mungil putranya dengan begitu erat seolah takut kehilangan bahkan mata Nathan sudah berkaca-kaca karena haru.
"Vano sekarang masuk ke dalam sama Sus, ya...." Asha akhirnya bersuara, mengakhiri pelukan hangat untuk pertama kalinya antara anak dan Ayah.
Asha menarik lembut tangan Devano, lalu mendekatkan Vano pada babysitter anak itu. "Sus, jangan sampai Vano kesini lagi." Bisik Asha.
Babysitter yang bernama Mela itu mengangguk mengerti, dia memegang tangan Devano membawa anak itu menjauhi pintu depan.
Setelah anaknya menjauh pergi, Asha menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan wajah tenang namun dengan tatapan dingin.
"Ada apa Tuan Nathan membuat kejutan seperti ini di pagi hari?" tanya Asha tanpa senyuman.
Nathan yang masih berjongkok seketika berdiri dan menghadapai Asha dengan bibir tersenyum.
"Kamu masih ingin bersikap formal padaku, Sha?"
"Apa ada hal yang mengharuskan saya bersikap santai pada Anda, Tuan?"
"Masih ingin berpura-pura menjadi Belvina, istri dari Arkan?"
Asha bukannya tidak mengerti apa yang dituduhkan Nathan padanya, namun jika Nathan belum bisa membeberkan bukti-bukti jika dirinya adalah Asha, ia hanya ingin tetap menjadi Belvina.
"Kenapa Anda bicara sembarangan, Tuan? Hargai Tuan Arkan sebagai suami saya, Anda adalah rekan bisnisnya!" Asha berkata tegas.
"Bisakah kita bicara dengan tenang di suatu tempat? Kalau kamu menolak bicara denganku... aku akan terus datang kesini dan bertemu Vano, putra kita." Meskipun Nathan mengancam namun lelaki itu melembutkan suaranya seperti lima tahun lalu ketika mereka berdua masih bersama.
"Vano adalah putraku dan suamiku! Jangan lancang!" bentak Asha.
"Kalau begitu kita bertemu 30 menit lagi di cafe seberang, kalau tidak__"
"Baiklah, jangan banyak bicara lagi disini. Aku tidak ingin putraku mendengar omong kosong Anda! Sekarang silahkan pergi."
Nathan masih tetap tersenyum, "Aku akan menunggumu, sayang." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya dengan genit.
'Astaga!' Asha menelan umpatan yang ingin ia keluarkan pada sosok lelaki yang sudah melenggang pergi dari depan pintu Penthouse-nya tanpa merasa bersalah.
.
.
.
Di halaman Mansion, Arkan membanting pintu mobil dengan kasar. Beberapa waktu lalu dia yang mengantongi alamat Asha dari sang Mommy, segera pergi ke Penthouse tempat tinggal Asha.
Namun apa? Lelaki itu malah menyaksikan pemandangan yang menyakiti mata dan hatinya.
Arkan melihat saat Nathan memeluk Devano, putra yang ia besarkan sejak bayi bersama putrinya. Lalu pandangan matanya beralih melihat buket mawar yang dipegang Asha dalam pelukan wanita itu. Hatinya sungguh sakit, ingin sekali mendatangi Asha dan Nathan saat itu juga untuk melabrak mereka, namun... ia sadar jika dirinya bukan siapa-siapa bagi Asha akhirnya dia memilih pergi dari sana membawa rasa sakit di hatinya.
"Sialan! Asha dan Devano adalah milikku! Beraninya laki-laki itu memeluk putraku dan merayu Asha....!!!" umpat Arkan dengan suara keras, dia bahkan tidak perduli dengan sekelilingnya.
Lelaki itu bahkan tidak menyadari keberadaan istrinya yang sedang duduk di sofa ruang tengah, Belvina mendengar ucapan Arkan saat lelaki itu melewati dirinya begitu saja.
"Jadi kamu baru pulang dari menemui wanita itu...!" berang Belvina setelah sosok suaminya tidak terlihat lagi.
"Wanita tidak tau diri, dengan alasan apapun aku nggak terima kau sudah berani membuat suamiku berpaling padamu...! Arggttt!" sekali lagi Belvina mengumpat Asha.
Belvina berdiri kemudian mendorong guci besar seukuran tinggi tubuh manusia di ruangan itu ke lantai.
Pranggg!!!
Pecahan guci tercecer kemana-mana, bahkan menggores tangan Belvina karena beberapa pecahan guci memantul ke atas.