Bening gadis tompel dijodohkan dengan Bayu, pria tampan dan kaya dengan imbalan uang untuk pengobatan sang ibu yang mengalami gangguan mental.
Perjodohan yang tidak biasa karena yang menjodohkan Bening adalah Naura istri Bayu sendiri. Tentu Bayu menolak dengan tegas permintaan Naura istrinya. Wanita cantik yang profesinya sebagai artis terkenal.
Sementara Bening sebenarnya gadis manis tetapi wajahnya tompel tentu bukan selera Bayu.
"Kamu sudah gila Ra! Mana ada istri yang rela menjodohkan suaminya dengan wanita lain?!"
"Mas... tolong, dengan kamu menikahi Bening, jika aku syuting film ke luar negeri kamu ada yang mengurus."
Bayu terpaksa menikahi Bening, tetapi hanya demi menyenangkan hati Naura. Bayu bingung, apa tujuan Naura memaksa dirinya menikahi Bening. Ketika Bayu tanya alasan Naura tidak memuaskan.
Lalu apa yang akan terjadi setelah pernikahan Bening dengan Bayu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Bening sakit Tuan, belum lama Dia pulang," Papar Annas, ketika Bayu sudah tiba di toko menanyakan Bening.
"Bening sakit?" Bayu terperangah. Tanpa pamit Annas, ia segera keluar dari toko, kemudian menyuruh Wawan agar mengantarkan pulang.
"Kok aneh sih, kata Bening tuan itu majikanya, masa majikan kok khawatir sama Bening sampai segitunya," Gumam Annas memandangi Bayu yang berjalan tergesa-gesa.
"Annas... loe sudah gila ya! Bicara sendiri?! Kerjaan loe tuh banyak!" Bagian kasir sewot marah-marah, para pembeli mundur semua.
"Ih! Bawel banget sih! Memang toko loe apa, yang punya toko saja tidak pernah marah," Sahut Annas sambil berlalu melewati kasir itu. Rasanya ingin meninju mulut wanita itu jika dia pria.
Di dalam mobil kepala Bayu semakin pusing, belum hilang rasa gelisahnya memikirkan Naura, kini Bening pun sakit pula.
"Bagaimana ini?" Gumamnya. Namun, masih terdengar Wawan.
"Kenapa Tuan?" Tanya Wawan. Namun, tetap fokus dengan setir.
"Tidak." Hanya itu jawaban Bayu, karena jalanan lumayan lancar mereka tiba di pondok indah.
Brak!
Bayu menutup pintu mobil dengan kencang, sepatu yang ia kenakan terdengar berisik masuk ke dalam rumah. Ia lepas sepatu dengan kaki bergantian lalu menyepaknya seperti bola hingga masuk ke bawah tangga.
"Bening..." Ujarnya tanpa mengucap salam, mendorong kenop pintu kamar Bening. Pandanganya tertuju pada wanita yang sedang tidur meringkuk dengan selimut.
Bayu memegang dahi istrinya itu dengan punggung tangan. Setelah terasa normal perasaannya pun sedikit lega, kemudian membuka kemeja akan menggantinya dengan kaos.
Pria itu membuka pintu lemari perlahan-lahan, agar tidak mengganggu tidur Bening. Setelah ganti kaos, ia menekan tempat tidur, memandangi paras Bening tersenyum lebar.
"Tuan..." Merasa bibir hangat menyentuh pipinya, Bening membuka mata. Perlahan-lahan bangun, walaupun dicegah Bayu tetapi memilih duduk.
"Kamu sakit?" Bayu menelisik wajah istrinya itu. Ingin rasanya berucap 'jangan kerja lagi' tetapi Bayu tidak ada keberanian. Sebab, Bayu tahu istrinya ini belum mau berhenti kerja untuk saat ini.
Bayu akan membuat istrinya berhenti dengan caranya tanpa Bening tahu. Sama halnya saat Bayu membatalkan Bening menjual rumah.
"Nggak sakit kok, cuma capek saja," Jujur Bening.
"Tuan sendri kenapa? Tadi pagi aku dicuekin." Bening manyun.
"Hehehe... lucu" Bayu terkekeh gemas, menekan pipi Bening kiri dan kanan dengan kedua telapak tangan lalu me**mat bibir Bening lembut.
"Iiihhh... kanapa? Kok malah mesum," Bening kembali manyun.
Bayu duduk di sebelah Bening, diusapnya rambut panjangnya yang baru sejak tadi malam Bayu melihatnya. Karena selama dua minggu menikah, Bening tidak melepas kerudung.
"Naura sakit Ning," Ucapnya lirih menatap kosong ke arah pintu.
"Mbak Naura sakit?" Bening terkejut menoleh ke arah Bayu.
"Iya Ning, itu yang membuat aku bingung, dia minta aku ke sana," Papar Bayu hati-hati agar Bening tidak merasa dinomor duakan.
"Pergi saja," Tulus Bening. Ia tidak boleh egois, toh dirinya sudah bersama Bayu hampir sebulan, walaupun setengahnya ketika itu masih dalam keadaan perang hati.
"Terus kamu?" Bayu menatap mata Bening yang sayu itu tidak tega.
"Memang Tuan disana mau berapa lama? Satu bulan... Nggak kan?" Cecar Bening, seikhlas-ikhlasnya suami pergi jauh, apa lagi dengan istri pertama, perasaan takut tidak akan kembali pasti terbersit di benak.
"Tentu tidak Ning, aku kan harus kerja. Kalau Naura sudah sembuh, aku akan segera pulang, tidak mungkin juga kan aku mengajak Naura pulang dalam keadaan sakit," Tutur Bayu, memang masuk akal.
"Pergilah..." Bening memegang kedua telapak tangan Bayu. Keduanya saling pandang, hati Bayu terpompa begitu cepat. Ada getaran yang berbeda kali ini saat menatap mata Bening, yang memang Bening itu.
Bening lantas menunduk malu merasa diperhatikan suaminya itu. Hingga beberapa saat kemudian, Bening mengangkat kepalanya, lalu bertanya. "Terus... rencana Tuan kapan berangkat?" Bening mengalihkan.
"Besok pagi-pagi saja Ning," Bayu tentu tidak bisa meninggalkan Bening saat ini, jika Naura telepon ia akan berjanji besok.
"Sampai kapan kamu mau memanggil aku Tuan," Bayu sebenarnya ingin mengatakan ini sejak mereka tinggal di rumah Bening.
"Habisnya kan waktu itu, Tuan bilang aku..."
"Stop Ning," Potong Bayu. Ia tahu apa yang akan dikatakan Bening, menyinggung perlakuannya dulu.
"Ning, apapun yang aku katakan dulu sama kamu pasti buruk, aku minta maaf, tapi tolong jangan kamu ungkit lagi," Bayu menyadari, kala itu mungkin terlalu syok, tiba-tiba Naura memberikan jodoh untuknya. Hingga membuat Bayu marah. Seharusnya dia marah kepada Naura. Namun, Bayu melampiaskan kekesalan nya kepada Bening.
"Iya deh... terus aku harus panggil apa?" Bening menangkap keseriusan diraut wajah Bayu.
"Panggil saja Mas, kakek aku kan orang jawa,"
"Nggak mau, masa panggilan aku sama dengan Mbak Naura." Tolak Bening cepat.
"Oh iya, aku kan orang betawi asli, berarti aku akan memanggilmu Abang," Bening senang dengan panggilan itu.
"Apa saja, yang penting jangan Tuan,"
"Kamu sebaiknya istirahat gih" Bayu mendorong pelan pundak Bening, hingga kembali terlentang, Bayu lantas menyusul.
Waktu masih jam 10 pagi memang sedang enak-enak nya tidur jam itu. Walaupun sebenarnya tidak baik untuk kesehatan, toh sekali-sekali tidak apa-apa.
Suara adzan membuka mata Bening dari tidur siangnya. Setengah bermimpi ia memindai sekeliling kamar, bingung sendiri. Karena memang baru kali Bening di rumah siang hari.
Suara dengkur halus di sebelahnya menyadarkan jika hari ini ia tidak bekerja. Tidak membuang waktu lagi, Bening segera ambil air wudhu, setelah dari kamar mandi, Bayu pun rupanya sudah bangun.
"Aku juga mau shalat Ning," Ujar Bayu.
Bak mendapat sebongkah berlian, Bening bahagia sekali mendengar ucapan Bayu. Ini yang Bening mau, suaminya shalat dengan keinginan sendiri tanpa harus Bening ingatkan, karena Bayu suaminya bukan anaknya.
"Kok kamu bengong," Bayu tersenyum melewati Bening yang sudah mengenakan mukena, hendak ke kamar mandi.
"Abang jadi imam ya" Pinta Bening.
"Jangan sekarang ya Ning" Bayu tidak berani menjadi imam, entah sudah berapa lama ia meninggalkan shalat. Bening mengangguk, mengerti tanpa dijelaskan oleh Bayu mengapa tidak mau mengimami.
Mereka shalat walaupun belum sesuai harapan Bening yakni Bayu menjadi imam, tetapi Bening sudah senang.
"Ning... kalau sudah pulang menjemput Naura, aku ajari mengaji ya," Pinta Bayu selesai shalat, mereka duduk di sadjadah masing-masing.
"Tentu saja," Bening tersenyum. Bening senang ternyata kehadirannya membuat Bayu sedikit demi sedikit berubah.
"Ning, siang ini, aku mau mengajak kamu makan di luar, sekalian beli handphone untuk kamu," Bayu selama ini ingin membeli handphone untuk Bening tapi belum ada kesempatan. Sekarang waktu yang tepat karena dia akan pergi agar bisa menghubungi Bening setiap saat.
Hanya dengan berjalan kaki mereka tiba di mall dekat kediaman Bayu. Bening bukan tidak mendengar orang-orang yang mencemooh dirinya. Namun, dengan percaya diri Bening masuk mall tersebut tidak menghiraukan para pengunjung yang seoalah iri kepadanya.
"Hihihi... tidak salah itu. Pria tampan kok menggandeng gadis tompel," Mereka berbisik-bisik. Namun, masih terdengar oleh Bening. Bening sungguh kasihan dengan orang seperti itu, menilai orang dari penampilan luarnya saja.
"Bayu..." Seorang wanita yang sudah duduk di restoran menghentikan langkah Bayu
...Bersambung~...
koreksi
kadang kita yang menanam tetangga yang memanen hhhhh😄
kalo kau tau kopi itu buatan siapa...
jangan kau katai bodoh kau bilang hus atau ck runtuh sudah dunianya terlebih kata2 dr orang yg di cintai,, berkali-kali sedihnya.
kau itu yg bodoh, masa gitu aja ga paham ekekekekek