Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Message Tengah Malam
Ku rebahkan tubuhku di atas pembaringan, ku tatap wajah anakku mungkin dia sedang berada di alam mimpinya yang indah, sehingga senyum itu terlihat di ujung bibirnya membuatku ikut tersenyum.
Drrttt....drrrtt...
Kembali kulihat ponselku bergetar lagi, karena nada dering telah ku ubah menjadi silent mode. Nomor mas Dian memanggil ingin ku menolak, tapi ketika ku ingat kejadian sore tadi setelah mengantarku dengan Shasy pulang rasa bersalahku muncul dan ini membuatku mau tidak mau aku mengangkatnya.
"Hallo mas Dian Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam...... Maaf dek Lintang, mas menganggu waktu istirahatmu. Terimakasih semua waktu dan kebersamaan kita siang tadi,"
"Eh... Ma...mas Dian, harusnya saya yang minta maaf tadi begitu saja saya tinggal, saya...."
"Mas tau kok dek, tidak masalah kan masih ada waktu bahkan akan menjadi lebih banyak waktu kedepan untuk kita berdua lagi!"
Hah .... Berdua? Ini yang aku takutkan terjadi juga, rasa hati yang tidak pernah sekalipun harapkan bersemi di hati dokter Dian.
"Dek.... Dek Lintang,"
"Oh ya mas, maaf sa..saya anu,!
"Baiklah mungkin dek lintang capek, istirahatlah jaga kesehatan salam buat Shasy, Assalamualaikum...."
" Waalaikumsalam," terasa kaku pembicaraan ku dengan mas Dian, sungkan, malu, takut membaur jadi satu, ada rasa suka tapi entahlah... Aku bingung!
Ku pandangi foto profil yang ada di WhatsApp mas Dian, sosok tampan mapan dan sabar yang kukenal selama ini bahkan jauh sebelum terjadi prahara dalam rumah tanggaku, orang yang pertama kali mengendong putriku dan banyak membantuku pada saat persalinan.
Kini Dia menyatakan perasaannya padaku, apa yang harus aku lakukan? Kebimbanganku kembali membuat ku berada di ujung keraguan, statusku sebagai janda anak satu membuatku merasa aku bukan yang terbaik untuknya.
Belum juga usai batinku berdialog sendiri dengan rasa yang mas Dian katakan dengan kejujurannya, kembali ponselku bergetar menandakan masuknya sebuah panggilan lagi, akan tetapi kali ini bukan dari mas Dian. Membuat mataku terbuka dengan lebar dan hampir saja tidak percaya.
Lagi-lagi nomor mas Iwan yang tertera di layar kecil benda pipih itu, antara penasaran dan ingin menolak panggilan membuat tanganku bergetar memegang ponselku.
Ku pandangi wajah putriku yang tertidur pulas, teringat betapa menderitanya putriku saat masih bersama dengan mas Iwan bahkan ketika perpisahan, tangis putriku juga putri darah dagingnya mas Iwan sendiri tidak sedikitpun ia hiraukan.
Antara sakit dan kecewa, tapi aku juga bersyukur dengan kejadian seperti itu mampu membuat diriku bangkit dan menjadikan cambuk untuk menemukan awal usaha yang kini sedang ku rintis.
Drrtt... Kali ini notifikasi WhatsApp!
Perlahan ku buka, ku ulang dan ku ulangi isi message tersebut. Antara percaya dan tidak membuatku terduduk di pembaringan sambil mengolah kembali isi message dari mas Iwan.
"Lintang, maafkan aku! Aku sangat menyesal dengan perbuatan keluargaku, bahkan aku sendiri yang telah berlaku tidak adil padamu, andai waktu bisa kembali! Mas ingin kamu berada kembali disisi mas, dan kita akan membesarkan anak kita Shasy bersama-sama. Aku merindukanmu Lintang."
"Mas Iwan, maaf! Antara kita sudah usai, sebaiknya mas tidak menghubungiku lagi, kasihan mbak Rahma jangan pernah nasib yang kami rasakan dia juga akan merasakannya,"
"Lintang, mas ingin bertemu dengan Shasy, mas kangen dengan Putri kita,"
"Maaf mas, kami sudah cukup bahagia dengan keadaan kami saat ini, tolong jangan usik kebahagiaan kami biarkan kami menikmati. Belum tentu Shasy juga kangen sama mas, bukankah mas sudah menolaknya?" Ucapan kangen yang keluar dari mulut mas Iwan dan dengan jelas ku dengar membuatku ingin segera menutup panggilan telepon ini.
"Tapi Lintang, bagaimanapun juga Shasy adalah putriku! Aku tidak ikhlas dia hidup dengan kekasihmu itu, belum tentu dokter sialan itu bisa memberikan kebahagiaan pada kalian!"
Telingaku serasa perih setelah mendengar suara mas Iwan tentang kerinduan pada ngin rasanya aku tertawa sekencang mungkin, agar puas rasa hati ini.
"Maaf mas, sudah malam sebaiknya jangan telpon lagi, dan satu lagi! Simpan saja rasa kangen mas untuk Shasy. Dia lebih bahagia hidup dan berkembang dengan wajar tanpa hadirnya seorang papa yang diharapkan, dan satu lagi mas! Kalian sudah membuang kami ibaratkan barang kalian sudah tidak mengharapkan kami lagi, jadi tolong! Jangan ganggu aku dan Shasy."
Ku matikan ponselku lalu ku tekan tombol off agar mas Iwan tidak menghubungiku lagi.
Tubuhku serasa menggigil, tanganku mencengkeram erat bantal yang ada dalam pangkuanku, begitu mudahnya mas Iwan mengucapkan bahkan mengatur kehidupanku.
Sebagai wanita yang pernah tertindas dan selalu didalam keadaan kekurangan rasa nelangsa itu membuatku menumpahkan kemarahanku dengan tangisku. Cintaku yang tulus padanya, kesetiaanku yang hanya untuknya, namun semua sia-sia tuduhan demi tuduhan perselingkuhan yang tanpa bukti, selalu aku terima bahkan sampai sekarang ketika aku dan mas Iwan sudah resmi bercerai.
Sandiwara apalagi yang akan ku terima dari keluarga mas Iwan, yang masih saja membenci diriku, ibu mertuaku bahkan masih saja dengan mudah mencaci diriku walaupun itu hanya melalui message tapi itu sangat menyakitkan.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
Minggu pagi tentu hari yang tidak jauh beda seperti hari-hari biasanya, karyawan modiste hanya beberapa saja yang masuk lembur, lalu kegiatan ibu yang di temani Mak Siti memasak dan mempersiapkan kantin, walaupun hari Minggu namun kantin ibu memang tidak ada hari libur kecuali memang saat tertentu dan memang di kehendaki. Sedangkan Ayah seperti biasa, karena hari Minggu tentu Shasy tidak masuk sekolah jadi kegiatan ayah adalah memberi makan ikan di kolam belakang rumah.
Aku?... Tentu saja aku melanjutkan kegiatanku yang berkutat dengan laptop dan beberapa buku laporan serta kertas contoh yang selalu Anik berikan padaku.
"Mama ini bubur ayam untuk mama, hi hi hi tadi Shasy masak, uhhh hot ma hoott...." Ulah putriku yang selalu memberikan tawaku lepas karena melihat gaya dan cara berbicaranya persis menirukan orang dewasa.
"Bu Lintang mau minum kopi apa hot chocolate, harganya murah loh ada bonus, tapi ikat rambut Shasy dulu he he he," ku letakkan semua pekerjaanku, ku dekati putriku.
"Aahhh....mama ampun ha.. ha. ha.. gelii ma... geli...!" Nyaring teriak suara putriku tawa kami pecah memenuhi ruangan.
Inilah kebahagiaanku yang aku rasakan, setiap jeritan bahagia putriku adalah satu lecutan cambuk untuk terus bersemangat.
Kejadian semalam melalui ponsel dengan dua pria yang berbeda dengan tendensi masing-masing seolah bukan apa-apa di banding kebahagiaanku pagi ini.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
tuh kan 🤧 Iwan maunya apa, tunggu waktunya gua bejek-bejek loe ye😂😂
tetep semangat 💪 sehat selalu, dukungan yuk biar makin lincah jempol ini😂😂
To be continued 😉
Salam Sayang Selalu 🤗 By RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya