Jangan lupa like dan komennya setelah membaca. Terima kasih.
Menjadi tulang punggung keluarganya, tidak membuat Zayna merasa terbebani. Dia membantu sang Ayah bekerja untuk membiayai sekolah kedua adik tirinya hingga tamat kuliah.
Disaat dia akan menikah dengan sang kekasih, adiknya justru menggoda laki-laki itu dan membuat pernikahan Zayna berganti menjadi pernikahan Zanita.
Dihina dan digunjing sebagai gadis pembawa sial tidak menyurutkan langkahnya.
Akankah ada seseorang yang akan meminangnya atau dia akan hidup sendiri selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Malu
Malam hari, setelah makan malam, Ayman dan Zayna memutuskan untuk langsung tidur. Hujan deras tadi sore membuat udara semakin dingin. Selimut yang membungkus tubuh keduanya masih bisa membuat tubuh mereka kedinginan.
Suasana seolah tengah membantu mereka. Tanpa sadar tubuh keduanya merapat. Ayman dan Zayna saling pandang, menyelami perasaan masing-masing. Jauh di lubuk hati yang paling dalam, wanita itu merasa nyaman dan itu hanya didapatkannya dari sang suami.
Jarak mereka semakin dekat, entah siapa yang memulai, bibir keduanya telah berpaut. Ini adalah ciuman pertama Ayman dan Zayna setelah menikah. Ada getaran yang belum pernah mereka rasakan. Ini hal baru bagi keduanya dan ini sangat memabukkan.
"Aku tidak bisa menahannya lagi. Apa aku boleh meminta hakku?" tanya Ayman setelah tautan mereka terlepas.
Pria itu memandang wajah istrinya yang memerah karena malu. Disingkirkannya rambut kecil yang menutupi kening Zayna agar dia lebih leluasa memandang wajah cantik wanita yang sudah membuatnya jatuh cinta. Walaupun dalam hati sang istri belum ada cinta untuknya, tetapi Ayman juga berhak atas diri wanita itu.
Tanpa menatap wajah sang suami, Zayna mengangguk dengan pelan. Ayman tersenyum dan kembali menautkan bibir mereka. Sang istri mulai terbuai dengan apa yang dilakukannya. Perlahan pria itu mulai melepaskan satu persatu kain yang menempel di tubuh mereka.
Zayna begitu pasrah dengan apa yang dilakukan sang suami. Tidak dipungkiri dia juga mulai terlena dengan kegiatan mereka. Meski wanita itu sering mendengar teman-temannya bercerita, tetapi rasanya pasti berbeda saat dia merasakannya sendiri.
Rasa sakit saat sang suami mengambil mahkotanya, berganti rasa nikmat seiring berjalannya kegiatan mereka. Hingga sampailah pada puncak kenikmatan yang baru kali ini keduanya rasakan. Peluh membasahi tubuh mereka padahal suasana dalam keadaan dingin.
Ayman mencium kening sang istri. Dia mengucapkan terima kasih berulang kali karena sudah menjaga mahkota dan memberikan padanya. Zayna tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dia juga senang bisa memberikan hak untuk sang suami.
Mereka pun tidur sambil berpelukan di bawah selimut yang tidak terlalu tebal. Lengan kokoh Ayman sebagai penyanggah kepala Zayna agar bisa mempererat pelukannya. Keduanya tidak menyangka jika hari pertama di rumah ini justru menjadi malam pertama mereka. Di dalam rumah yang bagi pria itu sudah tidak layak huni.
Ayman menatap wajah damai istrinya yang sudah tertidur. Dia terus saja memandanginya sambil tersenyum mengingat kegiatan panas mereka. Pria itu berterima kasih pada mamanya karena telah memberikan ujian untuk tinggal di rumah ini. Jika keduanya tinggal di hotel mewah atau rumahnya, belum tentu mereka bisa melakukan itu.
Rumah tanpa penghangat ruangan, justru bisa membuat mereka saling memberi kehangatan. Berbeda jika keduanya berada di hotel. Sudah pasti penghangat ruangan yang bekerja.
Suara azan subuh membangunkan Zayna dari tidurnya. Dia membuka mata dan berusaha untuk menggerakkan tubuh. Namun wanita itu merasa kesulitan. Saat kesadarannya sudah terkumpul, barulah Zayna tahu jika sang suami tengah memeluknya.
Dia juga baru mengingat mengenai kejadian semalam. Tiba-tiba wanita itu merasa malu sendiri. Perlahan, Zayna menyingkirkan lengan sang suami dan mencari sesuatu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai dengan ritualnya wanita itu kembali ke kamar. Zayna melihat sang Suami masih terlelap dalam tidurnya. Dia pun mencoba menetralkan sikapnya dan berusaha untuk membangunkan pria itu.
"Mas, bangun! Sudah subuh, nanti kita kesiangan," ucap Zayna dengan menggoyangkan tubuh sang suami.
Ayman menggeliatkan tubuhnya dengan malas. Dia merasa sangat mengantuk. Matanya masih terpejam seolah mimpi indah membuatnya enggan untuk bangun
"Mas, ayo, cepat bangun! Sudah subuh."
Ayman pun membuka matanya seketika. Dia teringat mengenai kejadian semalam. Pria itu langsung melihat ke arah istrinya. Zayna yang ditatap pun merasa salah tingkah.
"Kenapa, Mas, melihatku seperti itu? Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Zayna pura-pura tidak mengerti dan melanjutkan ucapannya, "Sebentar lagi subuh, cepat mandi!"
"Oh, iya, aku mandi dulu," sahut Ayman yang segera berlalu ke kamar mandi. Untung saja pria itu semalam sempat memakai boxernya. Zaina memilih mengambil air wudhu di keran depan rumah saja. Terlalu lama jika menunggu sang suami yang sedang mandi.
*****
"Kamu ini kerja yang benar, dong, Zivana! Masa begitu saja kamu tidak bisa!" pekik Savina saat keduanya sedang berada di dapur.
"Mama, kan tahu, kalau selama ini aku tidak pernah melakukan pekerjaan dapur jadi, wajar dong kalau aku tidak bisa. Kenapa Mama tidak ambil pembantu saja, sih?" gerutu Zivana.
"Memang bayar pembantu pakai apa? Kamu sendiri belum bekerja. Sementara Zayna sekarang ikut suaminya. Dia juga sudah berhenti bekerja."
"Lagian sok-sokan banget sih Zayna itu. Suaminya miskin gitu aja udah nggak mau kerja. Bagaimana kalau dia punya suami kaya? Bisa malas-malasan di rumah," ucap Zivana dengan nada sinis.
"Iya, Mama juga heran, padahal suaminya cuma tukang ojek saja, sok-sokan tidak butuh uang. Pakai cara berhenti bekerja segala. Pasti sebentar lagi juga dia diusir dari rumah kontrakannya dan akhirnya numpang di keluarga kita karena sudah tidak mampu membayar uang kontrakan. Sungguh miris sekali nasib anak tertua di keluarga ini."
"Pokoknya, Ma. Kalau Zayna kembali ke rumah ini, dia harus mau jadi pembantu tanpa digaji. Melakukan semua pekerjaan di rumah ini. Enak saja mau tinggal di sini gratisan," gerutu Zivana.
"Ehmm ...." Kedatangan Rahmat membuat Savina dan Zivana gelagapan.
"Papa, mau apa? Kopi atau teh?" tanya Savina mencoba terlihat biasa saja.
"Teh," jawab Rahmat. "Zayna adalah putriku. Dia juga punya hak tinggal di rumah ini. Bahkan haknya lebih besar karena tanah yang dipakai untuk membangun rumah ini adalah pemberian orang tua Aisyah, ibu Zayna. Dia juga berhak mengusir kita jika dia mau."
Rahmat segera pergi dari sana. Sementara Zivana menatap mamanya seolah bertanya, apa benar yang dikatakan Rahmat jika Zayna memiliki hak yang lebih besar daripada dirinya dan juga Zanita? Namun, Savina hanya diam tidak mengatakan apa pun.
Selama ini dia diam karena tidak ingin ada yang tahu, bahwa Zayna adalah pemilik Rumah ini yang sebenarnya. Baginya semua ini sudah menjadi miliknya karena dirinya sudah menjadi nyonya di rumah ini.
"Sudahlah, kamu jangan memikirkan kata-kata Papamu. Sekarang kamu lanjutkan pekerjaan kamu!" seru Savina yang terus lanjutkan kegiatan memasaknya.
"Aku tidak mau! Aku tidak bisa memasak dan aku tidak mau belajar memasak. Lebih baik aku makan di luar." Zivana segera pergi meninggalkan mamanya. Dia tidak mau berkutat di dapur yang akan membuat tubuhnya bau.
.
.
.