NovelToon NovelToon
Kembalinya Pendekar Pedang Naga Api

Kembalinya Pendekar Pedang Naga Api

Status: tamat
Genre:Action / Petualangan / Tamat / Fantasi Timur / Dikelilingi wanita cantik / Aliansi Pernikahan / Pusaka Ajaib
Popularitas:3.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ebez

Sebelum mulai baca novel ini, baca dulu pendahulu dengan judul Babat Negeri Leluhur untuk mengetahui latar belakang cerita ini.



Panji Tejo Laksono, sang putra pertama dari Raja Panjalu Prabu Jitendrakara harus berjuang keras menyatukan kembali perpecahan di kalangan Istana Kadiri karena hasutan tahta yang meracuni pemikiran permaisuri kedua Raja Panjalu.


Intrik politik dalam istana, ketulusan hati dan tekad untuk memajukan negeri tercinta menjadi bumbu perjalanan cerita Panji Tejo Laksono dalam upaya membuktikan diri sebagai penerus yang mampu membawa kejayaan Panjalu setelah pemerintahan Prabu Jitendrakara.


Bagaimana kisah perjalanan cita dan cinta Panji Tejo Laksono dalam tampuk kekuasaan Kerajaan Panjalu setelah mendapat warisan Pedang Naga Api dari sang Ayah? Temukan jawabannya di setiap episode perjalanannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kidung Cinta Endang Patibrata

Panji Tejo Laksono langsung menghormat pada Warok Suropati sebelum menoleh ke arah Gunosecho Si Wiku Sesat.

"Mari kita mulai Wiku.

Mohon tidak terlalu keras pada ku", ujar Panji Tejo Laksono sembari bersiap untuk menghadapi serangan Gunosecho.

"Huhhhhh...

Apa yang di terima oleh murid murid kesayangan ku harus pula kau terima bocah tengik!", Gunosecho merogoh pinggangnya. Sebuah keris berlekuk 9 dia cabut dari warangka nya. Lalu dengan cepat, dia mengayunkan keris pusaka itu di hadapannya dua kali sebelum melesat cepat kearah Panji Tejo Laksono.

Shreeeeettttthhh!!!

Ayunan tangan Gunosecho begitu cepat mengincar dada Panji Tejo Laksono. Pangeran muda ini memutar pedangnya dan menangkis tusukan keris pusaka Gunosecho.

Thrrriiinnnggggg thrrriiinnnggggg!!

Dua tusukan cepat Gunosecho langsung di sambut dengan tangkisan pedang bilah dua warna milik Panji Tejo Laksono. Gunosecho memutar tubuhnya di samping Panji Tejo Laksono dan menggenggam gagang keris sembari menusukkan senjata tajam itu ke arah punggung sang pangeran muda.

Panji Tejo Laksono langsung berguling ke tanah menghindari tusukan keris pusaka Gunosecho, kemudian menggunakan kedua tangan sebagai tumpuan lalu melayangkan tendangan keras kearah kaki Gunosecho.

Dhiesshhhhhhh!!

Si Wiku Sesat itu oleng tubuh nya hendak jatuh ke tanah namun dengan cepat membuat gerakan bersalto tanpa tumpuan ke belakang menjauhi lawan.

Sementara itu Panji Tejo Laksono yang segera berdiri langsung mencungkil sebuah batu sebesar kelapa dan melemparkannya ke arah Gunosecho yang baru saja berdiri.

Whhhhuuuuggghhh!

Batu sebesar kelapa itu langsung melesat cepat kearah Gunosecho. Merasakan hawa dingin berdesir kencang kearah nya, Gunosecho langsung berbalik badan dan mengayunkan keris pusaka nya ke batu besar itu.

Blllaaaaaarrr!!

Batu sebesar kelapa itu langsung hancur berkeping keping saat bersentuhan dengan keris pusaka di tangan Gunosecho.

Melihat itu, Panji Tejo Laksono langsung menghentakkan kakinya ke tanah.

Bhhuuuuummmmmmhh!!

Kerasnya hentakan kaki Panji Tejo Laksono langsung membuat dua batu sebesar kepala kerbau terangkat ke udara. Dengan gerakan cepat Panji Tejo Laksono langsung membuat gerakan berputar cepat sembari melayangkan tendangan keras kearah batu batu besar itu.

Dhhaaaassshhh dhhaaaassshhh!!

Dua batu sebesar kepala kerbau itu langsung melesat cepat kearah Gunosecho.

Whuuthhh whuuthhh!!

Gunosecho langsung menghentak tanah dengan keras. Tubuhnya melenting tinggi ke udara menghindari dua buah batu lemparan dari Panji Tejo Laksono.

Blllaaaaaarrr!!!

Ledakan keras terdengar saat batu besar itu menghantam batang pohon besar yang ada di belakang Gunosecho. Perlahan pohon besar itu berderak dan roboh ke tanah.

Gunosecho langsung mendarat di sebatang ranting pohon. Dengan satu tebasan cepat dengan keris pusaka nya, ranting pohon terpotong. Sembari menaiki nya, ranting pohon meluncur ke arah Panji Tejo Laksono.

Panji Tejo Laksono langsung melenting tinggi ke udara, bersalto sekali lalu meluncur ke arah Gunosecho sembari mengayunkan pedangnya.

Thrangg thrangg!

Dengan gerakan seringan burung walet, Panji Tejo Laksono ikut menaiki ranting pohon yang di tumpangi Gunosecho. Dengan cepat Gunosecho langsung mengayunkan keris nya ke arah leher Panji Tejo Laksono namun pemuda itu segera menangkisnya.

Thhraaaanggggggg!

Kedua orang lelaki berbeda usia itu saling menekankan senjata mereka masing-masing kearah lawan. Melihat ranting pohon itu hendak menabrak pohon, Gunosecho langsung menghantamkan tangan kiri nya ke arah Panji Tejo Laksono. Lagi lagi kecermatan Panji Tejo Laksono menyelamatkan nyawa nya. Pangeran muda dari Kadiri ini langsung menghantamkan tapak tangan kiri nya yang berwarna merah menyala seperti api.

Blllaaammmmmmmm!!!

Bunyi nyaring terdengar dari benturan dua tapak tangan kiri kedua orang itu. Dua duanya terdorong mundur beberapa tombak ke belakang. Gunosecho langsung menghapus darah segar yang keluar dari sudut bibirnya sembari menatap tajam ke arah Panji Tejo Laksono yang juga memuntahkan seteguk darah segar.

'Bocah ini tidak bisa di anggap remeh. Aku harus menggunakan ilmu kedigdayaan ku jika tidak mau di permalukan', batin Gunosecho.

Dua jari telunjuk dan tengah tangan kiri Gunosecho langsung berdempetan sembari mulutnya komat kamit membaca mantra. Lalu dua jari tangan kiri itu dengan cepat mengelus bilah keris pusaka di tangan kanannya.

Sebuah sinar biru kekuningan tercipta pada bilah keris pusaka.

Dengan cepat, Gunosecho mengayunkan keris pusaka nya kearah Panji Tejo Laksono.

Shhiiiuuuuuuttttt!!!

Selarik sinar biru kekuningan menerabas cepat kearah Panji Tejo Laksono. Melihat itu, Panji Tejo Laksono kembali mencungkil sebuah batu sebesar kelapa dengan pedang nya lalu menghantam batu yang melenting ke udara itu dengan tapak tangan kiri nya.

Bhhhuuukkkkkhhh!!

Batu sebesar kelapa itu langsung melesat cepat kearah sinar biru kekuningan yang di lepaskan oleh keris pusaka di tangan Gunosecho.

Blllaaaaaarrr!!!

Batu besar itu langsung meledak hancur lebur menjadi abu saat berbenturan dengan sinar biru kekuningan, menyisakan debu dan abu yang beterbangan di udara.

Panji Tejo Laksono sedikit terkejut melihat itu semua. Dia segera menyarungkan pedang bilah dua warna. Keduanya tangan nya terentang lebar memutar dua kali lalu menangkup di depan dada. Dia bermaksud mengeluarkan Ajian Dewa Naga Langit.

Mata Panji Tejo Laksono terpejam sebentar lalu sinar merah kebiruan langsung menutupi seluruh tubuh Panji Tejo Laksono disertai hembusan angin panas berseliweran. Saat mata sang pangeran muda terbuka, manik mata Panji Tejo Laksono berubah merah menakutkan layaknya mata seekor naga yang baru bangun dari tidurnya.

Gunosecho kembali melancarkan serangannya.

Selarik sinar biru kekuningan dari keris pusaka di tangan nya melesat cepat kearah Panji Tejo Laksono.

Shhiiiuuuuuuttttt!!!

Panji Tejo Laksono langsung menginjak tanah dengan keras. Sebuah batu sebesar kepala kerbau terlempar ke udara. Lalu dengan cepat Panji Tejo Laksono menyepak batu besar itu untuk menghentikan laju sinar biru kekuningan dari keris pusaka Gunosecho.

Blllaaaaaarrr!!!!

Hancur nya batu besar hingga menjadi abu dan debu itu membuat pandangan Gunosecho terbatas. Saat kakek tua berkepala botak itu celingukan mencari sosok lawan nya, tiba tiba..

Shhiiiuuuuuuttttt!!!

Sebuah sinar besar biru kemerahan berhawa panas menyengat disertai angin kencang menderu melesat cepat kearah Gunosecho. Si Wiku Sesat ini terperanjat melihat itu semua dan segera menyilangkan keris pusaka di tangan kanannya untuk menahan Ajian Dewa Naga Langit yang baru saja di lepaskan oleh Panji Tejo Laksono.

Blllaaammmmmmmm!!!!

Ledakan dahsyat terdengar saat keris pusaka yang memancar sinar merah kekuningan itu berbenturan dengan sinar biru kemerahan Ajian Dewa Naga Langit. Gunosecho terpental jauh ke belakang dan menyusruk rerumputan di padang rumput Kedungwaluh sejauh 2 tombak lebih. Wiku itu muntah darah segar sedangkan keris pusaka nya mencelat dan menancap pada pohon besar.

Gunosecho segera menepuk tanah dengan keras hingga tubuhnya melenting ke udara. Wiku berusia hampir 7 dasawarsa ini menatap tajam ke arah Panji Tejo Laksono yang masih tegak berdiri di hadapannya usai mendarat di tanah.

Kedua tangan Gunosecho langsung menangkup di depan dada. Seberkas cahaya merah yang disertai angin kencang berbau amis darah menyelimuti seluruh tubuh Gunosecho. Keringat dingin mulai mengucur membasahi kening keriput kakek tua itu. Dia berniat mengeluarkan Ajian Kala Wisesa, sebuah ilmu yang membutuhkan tenaga dalam besar untuk mampu mengeluarkan kekuatan nya.

Melihat itu, Warok Suropati mendengus keras sambil berteriak lantang pada Panji Tejo Laksono.

"Bocah bagus!

Keluarkan Ajian Waringin Sungsang yang aku ajarkan. Hanya ilmu itu saja yang mampu menandingi kekuatan Ajian Kala Wisesa. Cepat lakukan!", Warok Suropati sedikit khawatir dengan keselamatan putra Panji Watugunung ini.

Mendengar perkataan guru nya, Panji Tejo Laksono langsung mengangguk mengerti.

Segera tangan Panji Tejo Laksono menangkup di atas kepala, perlahan turun ke depan dada. Setelah menghirup nafas sebanyak tiga kali, Panji Tejo Laksono memusatkan seluruh cipta, rasa dan karsa nya, meminta kuasa Hyang Akarya Jagat untuk kekuatan sukma sejati.

Perlahan sinar hijau kebiruan melingkupi seluruh tubuh Panji Tejo Laksono. Bersamaan dengan itu, angin dingin nan lembut berhembus perlahan di sekeliling sang pangeran muda.

Gunosecho langsung melesat cepat kearah Panji Tejo Laksono dengan tangan kanan nya di liputi sinar merah berbau amis darah sebesar kepala kerbau.

"Ajian Kala Wisesa..

Hiiyyyyyyyaaaaaaaaaaaaaat....!!!!"

Panji Tejo Laksono menyambut serangan itu dengan tapak tangan kanan nya yang berwarna hijau kebiruan.

Saat membentur tangan Panji Tejo Laksono, daya hancur Ajian Kala Wisesa seperti menghilang. Panji Tejo Laksono sempat muntah darah segar saat Ajian Kala Wisesa menyentuh kulit nya, namun perlahan tenaga dalam nya berangsur meningkat saat Ajian Waringin Sungsang mulai menghisap daya hidup dan tenaga dalam Gunosecho.

Perlahan sinar hijau kebiruan mulai merambat ke seluruh tubuh Gunosecho, menarik daya hidup dan tenaga dalam nya ke arah Panji Tejo Laksono.

Rasa sakit yang teramat sangat mulai dirasakan oleh Gunosecho bersamaan dengan keluarnya darah segar dari mulut, hidung, telinga dan mata Gunosecho.

AAAARRRGGGGGGHHHHH!!!

Perlahan tubuh Gunosecho menghitam dan terus menghitam. Saat Ajian Waringin Sungsang mencapai puncak nya, Panji Tejo Laksono berteriak lantang dan menghantam tubuh Gunosecho.

"Chhiyyyyyyyyyyyyyaaaaaaaatt...!!!"

Dhuuaaaaaaarrrrrr!!!

Tubuh Gunosecho meledak dan hancur lebur menjadi abu. Melihat itu, Panji Tejo Laksono menarik nafas dalam-dalam untuk menata napas nya sebelum menoleh ke arah Kapa dan Sambujana yang masih terkapar di atas rerumputan padang rumput Kedungwaluh.

"Terpaksa aku menghabisi nyawa guru mu. Dia mencoba untuk membunuh ku dengan Ajian Kala Wisesa.

Aku mengampuni nyawa kalian hari ini. Tapi jika kalian ingin menuntut balas kematian guru mu, carilah aku di Kadiri. Aku Taji Lelono akan siap meladeni kalian", ujar Panji Tejo Laksono sembari menatap ke arah Sepasang Pedang Pembunuh dari Gunung Wilis.

Usai berkata demikian, Panji Tejo Laksono melangkah menuju ke arah Warok Suropati yang masih berdiri sembari tersenyum lebar.

"Maafkan aku Eyang Guru..

Aku terpaksa melanggar perintah mu. Gunosecho ingin membunuh ku", Panji Tejo Laksono menghormat pada Warok Suropati.

"Hahahaha..

Aku sudah menduganya, Nakmas Pangeran. Sudahlah, ayo kita pulang ke rumah. Semua orang pasti menunggu kedatangan kita", ujar Warok Suropati sembari menepuk bahu Panji Tejo Laksono.

Mereka berdua segera melesat pergi meninggalkan padang rumput Kedungwaluh.

"Taji Lelono..

Su-suatu saat dendam ini akan aku balas!", ujar Kapa sembari batuk batuk kecil dan mengepalkan tangannya erat-erat.

"Benar Kakang Kapa..

Sebaiknya kita segera pulang ke lereng Gunung Wilis untuk meningkatkan kemampuan kita. Mari Kakang Kapa", Sambujana memapah Kapa melangkah meninggalkan tempat itu menuju ke arah Utara.

Endang Patibrata terus menerus mondar mandir di serambi kediaman Lurah Wanua Pulung. Raut wajah gadis cantik itu penuh dengan kekhawatiran.

Dia ingin sekali menyusul Panji Tejo Laksono dan Warok Suropati di padang rumput Kedungwaluh. Tapi Singo Manggolo dan Gandini sudah melarangnya untuk berbuat macam-macam. Endang Patibrata sendiri juga menyadari bahwa kemampuan beladiri nya sangat terbatas hingga terpaksa harus menuruti perintah Singo Manggolo.

Matahari sudah bergeser ke arah barat.

Kedatangan Panji Tejo Laksono langsung membuat wajah Endang Patibrata cerah seketika. Gadis cantik itu segera berlari menuju ke arah halaman rumah Lurah Wanua Pulung. Pun Gayatri dan Singo Manggolo serta Nyi Gandini ikut serta melangkah menuju halaman.

"Kakang Taji,

Kau tidak apa-apa Kakang?", tanya Endang Patibrata dengan cepat. Melihat sisa darah yang mengering di sudut bibir Panji Tejo Laksono, Endang Patibrata langsung menyentuh pipi sang pangeran muda. Sementara itu Gayatri yang melihat sikap Endang Patibrata langsung mendengus dingin. Ada rasa panas menyengat yang menjalar di hati nya.

"Kau kau terluka dalam Kakang?", kembali Endang Patibrata melayangkan pertanyaan pada Panji Tejo Laksono.

"Endang,

Jaga sikap mu. Apa aku tidak mengajarkan tata Krama kepada mu?", Singo Manggolo mendelik ke arah putri bungsunya itu.

Melihat sikap sang ayah, Endang Patibrata segera sadar dengan sikap tidak sopan nya. Buru buru dia mundur beberapa langkah sembari menunduk wajah nya.

"Tidak apa-apa Paman Manggolo. Biarkan saja dia bersikap seperti ini, aku tidak keberatan.

Eyang Guru,

Aku mohon ijin untuk beristirahat lebih dulu. Mohon Eyang Guru mengijinkan", ujar Panji Tejo Laksono yang segera mendapat anggukan kepala dari Warok Suropati.

"Endang, temani bocah bagus ini ke dalam. Siapkan semua keperluan nya. Dia tadi sudah mengeluarkan tenaga dalam yang besar untuk bertarung.

Kau mengerti?", Warok Suropati menatap wajah cantik Endang Patibrata. Senyum manis segera terukir di wajah bulat telur perempuan cantik dari Wanua Pulung itu. Begitu Panji Tejo Laksono melangkah menuju ke arah kamar tidur nya, Endang Patibrata segera melangkah mengekor di belakangnya. Gayatri pun tidak mau kalah dengan segera melangkahkan kakinya menyusul Panji Tejo Laksono.

Melihat Warok Suropati senyum senyum sendiri menatap ke arah berlalu nya Panji Tejo Laksono, Singo Manggolo langsung mengernyitkan keningnya.

"Bopo, kenapa kau terlihat senang sekali? Apa kau berniat menjodohkan Endang Patibrata dengan Taji Lelono?", tanya Singo Manggolo segera.

"Hehehe..

Kalau benar bocah bagus itu bersedia memperistri Endang Patibrata, itu adalah keberuntungan besar untuk mu, Singo Manggolo", jawab Warok Suropati sembari tersenyum simpul.

"Apa maksud ucapan mu Bopo?", Singo Manggolo semakin penasaran.

"Kau bilang tidak baik membongkar rahasia seseorang.

Untuk saat ini hanya itu yang bisa aku katakan. Aku mau beristirahat dulu. Kau jangan menggangguku", ucap Warok Suropati sembari melangkah masuk ke dalam rumah. Singo Manggolo hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan bapak nya itu.

Bulan menggantung indah di langit malam yang gelap. Cahaya nya begitu indah nampak dari gumpalan awan yang berarak menutupi sebagian angkasa.

Malam itu hati seorang gadis cantik tengah berbunga-bunga. Di hati nya tengah terdengar kidung cinta untuk seorang pemuda tampan yang bernama Taji Lelono.

Gadis cantik yang tengah mabuk asmara ini menatap sosok seorang lelaki pujaan hatinya yang tengah duduk bersila bersemedi untuk memulihkan tenaga dalam nya yang terkuras akibat pertarungan tadi siang.

Panji Tejo Laksono menghela nafas panjang setelah membuka mata nya.

Nafasnya yang sempat tak karuan sekarang menjadi lebih teratur. Jalan darahnya juga lancar setelah bersemedi tadi. Pemuda tampan itu segera menoleh ke arah Endang Patibrata yang masih setia menunggu nya di kursi kayu dekat pintu kamar nya.

"Taji, kau sudah bangun dari semedi mu?"

Suara itu langsung membuat Endang Patibrata dan Panji Tejo Laksono menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka lebar dimana Gayatri tengah berdiri disana. Endang Patibrata menggerutu dalam hati.

'Dasar pengacau'

1
Joel
Luar biasa
Tegar Nagan
haha
Nunung Setiawan
Lumayan
Nunung Setiawan
Luar biasa
Mahayabank
/Good//Good//Good//Good//Good//Pray//Pray/
Mahayabank
Panjang sangad...tuh gelar.../Good//Good//Good/
Mahayabank
/Good//Good//Good/ The best
Mahayabank
Nah..padahal sudah tinggal potong leher.../Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Mahayabank
Mantaaap...Lanjuuuut lagiiee 👌👌👌
Mahayabank
/Good//Good//Good//Moon//Moon/
Mahayabank
/Ok//Ok//Ok//Good//Good/
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
Mahayabank
Setan jantan juga ada donk klo gitu.../Facepalm//Facepalm/
Mahayabank
/Good//Good//Good//Moon//Moon/
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
Mahayabank
/Good//Good//Good//Ok//Moon/
Mahayabank
Mantaaap...Lanjuuuut lagiiee 👌👌👌
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
Mahayabank
/Good//Good//Good//Ok//Ok/
Mahayabank
Mantaaap...Lanjuuuut lagiiee 👌👌👌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!