Kembalinya Pendekar Pedang Naga Api

Kembalinya Pendekar Pedang Naga Api

Prahara Jurang Menjing

Blllaaammmmmmmm!!!!

Ledakan dahsyat terdengar saat sebuah cahaya merah membara menghantam kereta kuda dengan bendera Kerajaan Panjalu. Kereta kencana dari kayu berukir indah dengan lambang kepala garuda itu hancur berkeping-keping dan jatuh ke dalam Jurang Menjing yang ada di kiri jalan yang mereka lewati.

Seorang kusir dan empat ekor kuda yang menarik kereta kuda ikut tewas dalam ledakan dahsyat di siang hari itu.

Namun seorang lelaki muda berusia kurang lebih 2 dasawarsa berpakaian mewah layaknya seorang bangsawan berhasil menyelamatkan diri dengan melompat keluar dari kereta kuda sesaat sebelum sinar merah membara menghantam. Meski beberapa luka menghiasi tubuhnya, namun dia masih selamat.

Sayangnya keberuntungan sang lelaki muda tak begitu baik. Meski dia berhasil melompat ke jalan, tapi seorang lelaki paruh baya dengan jenggot lebat yang mulai memutih kembali melontarkan cahaya merah membara kearah si lelaki muda.

Whuuutthhhh!!

Si lelaki muda bertubuh tegap dengan wajah tampan itu langsung salto ke belakang beberapa kali menghindari sinar merah membara yang di lepaskan lelaki paruh baya itu.

Dhuuaaaaaaarrrrrr!!!

Ledakan dahsyat kembali terdengar. Si lelaki muda itu menyadari bahwa kemampuan nya jauh di bawah si lelaki paruh baya yang memburu nya, bermaksud untuk melarikan diri. Namun dari sisi yang lain juga muncul seorang lelaki paruh baya lain dengan satu mata tertutup kulit lembu berwarna hitam.

Sadar tak mungkin bisa meloloskan diri, si pemuda mundur setapak demi setapak.

"Kalian berani sekali mencelakai kerabat dekat istana Kadiri? Apa kalian sudah bosan hidup?", ujar si pemuda tampan mencoba untuk menakut-nakuti dua orang yang mendekati sang pemuda.

Hahahahahahaha...

"Menggunakan nama Istana Kadiri untuk menakut-nakuti kami? Kau pikir kami takut?

Phuihhhh..

Kami bertindak juga dengan perintah orang istana Kadiri. Kau pikir kami bodoh berani macam-macam dengan kerabat istana tanpa bantuan orang dalam ha? Kau sungguh naif sekali anak muda", jawab si mata satu sambil tersenyum sinis.

"Mak-maksud mu, kalian di suruh orang dalam istana Kadiri? I-itu tidak mungkin itu tidak mungkin...

Kalian pasti bohong, kalian berdusta", teriak si pemuda tampan sambil terus mundur. Dia benar-benar sulit mempercayai apa yang baru saja dia dengar.

Sambil tersenyum lebar, si lelaki paruh baya berjenggot lebat yang mulai memutih itu mengeluarkan sebuah lencana perak bergambar Candrakapala yang di angkat ke depan wajah sang pemuda.

"Ini adalah bukti perintah nya. Apa kau masih meragukan omongan ku, Gusti Pangeran? Hahahaha...

Bersiaplah untuk menemui leluhur mu di neraka. Salahkan nasib sial mu yang menjadi anak pertama Jayengrana", ucap si lelaki berjenggot lebat sambil mengumpulkan tenaga dalam nya di tangan kanannya.

"Mampus kau, Pangeran Tejo Laksono!"

Sinar merah membara melesat cepat kearah si pemuda tampan yang tak lain adalah Panji Tejo Laksono, putra tertua dari Prabu Jitendrakara atau juga dikenal sebagai Prabu Jayengrana.

Whhuuuuuuuggggh!!

Tak ingin terbunuh tanpa perlawanan, Panji Tejo Laksono langsung mengeluarkan Ajian Tapak Dewa Api yang dia pelajari dari Padepokan Padas Putih.

Sinar merah menyala seperti api tercipta di kedua tangan Panji Tejo Laksono. Dengan cepat ia menghantamkan kedua tangan nya ke arah sinar merah membara yang menuju ke arah nya.

Blllaaammmmmmmm!!

Ledakan dahsyat terdengar. Panji Tejo Laksono muntah darah segar sambil terpental ke arah Jurang Menjing. Tubuhnya melayang turun dan dia pingsan saat masih di udara.

Si lelaki berjenggot lebat itu juga muntah darah segar dan terdorong sejauh 2 tombak ke belakang. Si mata satu dengan cepat mendekati nya.

"Kakang Reksowiryo kau tidak apa-apa?", tanya si mata satu itu dengan cepat.

"Uhuukkkk...

Bocah tengik itu lumayan juga. Saat mau mampus masih sempat melukai ku. Kita harus cepat pergi dari sini, Kencaka.. Aku yakin orang orang kita tidak mampu menahan dua perwira tinggi Kerajaan Panjalu itu lebih lama lagi", ajak lelaki berjenggot lebat yang di panggil dengan nama Mpu Reksa sambil melesat ke arah rimbun pepohonan di sisi lain jalan. Temannya yang bermata satu yang di sebut dengan nama Mpu Kencaka itu langsung mengikuti langkah Mpu Reksowiryo.

Mpu Reksowiryo dan Mpu Kencaka adalah sepasang pendekar sepuh yang memiliki nama besar di wilayah Tanah Perdikan Lodaya. Mereka bekerja pada kelompok pembunuh bayaran yang paling di takuti di wilayah timur Kerajaan Panjalu, Bulan Sabit Darah.

Kelompok Bulan Sabit Darah beberapa kali terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap beberapa pejabat rendah hingga menengah. Yang paling berani mereka menyerbu ke dalam Istana Kadipaten Matahun untuk membunuh Adipati Maitreya. Meski gagal dan kehilangan beberapa pilar utama kelompok, tapi kelompok itu tetap menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar pejabat di timur Kerajaan Panjalu.

Tubuh Panji Tejo Laksono yang pingsan meluncur turun ke dasar jurang. Sebuah bayangan putih berkelebat cepat menyambar tubuh Panji Tejo Laksono sebelum menyentuh dasar jurang yang berbatu.

"Hemmmmmmm tulang yang bagus", gumam si bayangan putih itu sambil melayang seperti terbang menuju ke arah timur.

Di sebuah pondok kayu dekat air terjun kecil di lereng Gunung Kelud, si bayangan putih yang ternyata adalah seorang kakek tua bertubuh sedikit kurus dengan pakaian seperti pertapa itu berhenti. Jenggotnya telah memutih, rambutnya penuh dengan uban dan kulit nya yang keriput menandakan bahwa kakek tua itu telah berusia lanjut.

Dengan hati hati, sang kakek tua meletakkan tubuh Panji Tejo Laksono diatas dipan kayu yang di lapisi daun daun kering.

Dengan cepat, sang kakek tua itu memeriksa keadaan Panji Tejo Laksono.

"Ah untung saja cuma luka dalam sedang saja. Kau benar benar punya keberuntungan anak muda", ujar si kakek tua yang dengan cepat menotok beberapa jalan darah dan urat nadi Panji Tejo Laksono.

Setelah itu, si kakek tua segera mendudukkan tubuh Panji Tejo Laksono. Sambil duduk bersila di belakang nya, si kakek tua bertubuh kurus itu segera menyalurkan tenaga dalam nya. Hawa panas menyebar ke seluruh tubuh Panji Tejo Laksono hingga sang pemuda tampan tersadar dari pingsannya.

Thapp thapp..

Dengan cepat kakek tua menotok dua titik nadi di punggung Panji Tejo Laksono.

Huuuuooogggghhh!!!

Panji Tejo Laksono langsung muntah darah kehitaman. Melihat Panji Tejo Laksono memuntahkan darah kehitaman, kakek tua itu tersenyum senang. Perlahan dia beringsut dan merebahkan tubuh Panji Tejo Laksono keatas dipan kayu. Bibir Panji Tejo Laksono yang nampak pucat itu bergerak seperti hendak mengatakan sesuatu. Tubuhnya sangat lemah hingga tak punya tenaga untuk bicara.

"Istirahat lah anak muda. Kita bicara lagi setelah pulih tenaga mu", ujar kakek tua sembari tersenyum tipis.

Dengan menyentuh dahi diantara dua mata, si kakek tua itu langsung membuat Panji Tejo Laksono tertidur pulas. Si kakek tua tersenyum simpul lalu berjalan keluar dari dalam pondok kayu beratap daun kelapa yang dianyam. Satu gerakan cepat, tubuh tua kakek itu melayang meninggalkan pondok kayu.

Sementara serombongan pasukan berkuda berhenti di bekas arena pertarungan antara Panji Tejo Laksono dan dua pembunuh bayaran.

Seorang lelaki bertubuh tegap langsung melompat turun dari kudanya dan bergegas memeriksa keadaan sekitar tempat itu. Mata lelaki berusia empat setengah dasawarsa itu nampak menyapu ke sekeliling tempat itu. Matanya terpaku pada genangan darah, beberapa potongan kayu kereta dan sebuah potongan kain yang menyangkut di sebuah pohon johar yang tumbuh di tepi tebing Jurang Menjing.

Tak berapa lama kemudian rombongan berkuda lain menyusul berhenti di tempat itu. Seorang lelaki bertubuh tambun dengan rambut mulai memutih nampak melompat turun dari kudanya mendekati sang perwira tinggi prajurit Panjalu.

"Apa yang kau lihat Lu? Apa kau menemukan sesuatu?", tanya perwira tinggi bertubuh tambun itu segera.

"Kau diam dulu Mbreg...

Aku sedang mencoba menggambarkan keadaan pertarungan disini tadi", bentak si lelaki bertubuh tegap itu dengan keras.

"Ah kau itu tetap saja begitu Lu, suka main rahasia rahasiaan sama aku", perwira bertubuh tambun itu mendengus kesal.

"Dasar cerewet!

Coba kau lihat potongan kayu jati itu, juga bekas tapak roda yang menghilang disini. Terus darah yang belum mengering di sana. Lobang itu juga merupakan dari hantaman ajian kanuragan tingkat tinggi.

Dari itu semua, aku perkirakan bahwa kereta kuda yang membawa Gusti Pangeran Panji Tejo Laksono telah jatuh ke Jurang Menjing ini, Mbreg", jawab sang perwira tinggi berkumis tipis itu segera. Mendengar jawaban itu, si perwira prajurit bertubuh tambun itu terkejut bukan main begitu juga para prajurit yang mengiringi mereka.

Ya, mereka berdua adalah Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg, dua perwira tinggi Kerajaan Panjalu. Mereka adalah abdi setia Prabu Jitendrakara alias Jayengrana sejak masih muda.

Kali ini mereka berdua di tugaskan untuk menjemput Pangeran Panji Tejo Laksono yang telah selesai menempuh pendidikan di Padepokan Padas Putih.

Namun rupanya ada sebuah persekongkolan besar di dalam istana Kadiri hingga iring-iringan rombongan Panji Tejo Laksono di sergap para pembunuh bayaran Bulan Sabit Darah.

Para pembunuh bayaran dari Kelompok Bulan Sabit Darah dengan cerdik memisahkan kereta kuda Pangeran Panji Tejo Laksono dengan Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg hingga menyebabkan peristiwa ini terjadi.

Seluruh prajurit Panjalu yang dipimpin oleh Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg langsung memikirkan nasib yang akan di terima oleh mereka jika kabar jatuhnya Pangeran Panji Tejo Laksono ke Jurang Menjing terdengar oleh telinga Maharaja Panjalu Prabu Jitendrakara Parakrama Bhakta. Hukuman penggal sudah pasti mereka terima karena gagal melindungi putra tertua Panji Watugunung itu.

Saat mereka tengah memikirkan nasib mereka ke depannya, seorang prajurit melihat suatu sinar berkilau di dasar Jurang Menjing.

"Gusti Tumenggung,

Ada cahaya berkilauan di dasar jurang ini. Itu ada disana", sang prajurit menunjuk ke cahaya berkilauan seperti batu mulia.

Mendengar ucapan itu, Tumenggung Ludaka segera bangkit dan memicingkan matanya ke arah cahaya yang di tunjukkan oleh sang prajurit.

"Itu itu lencana perak. Itu pantulan sinar matahari dari perak. Itu pasti lencana perak Gusti Pangeran.

Mbreg, aku akan turun ke bawah untuk memastikan bahwa ada kemungkinan Gusti Pangeran di temukan di bawah sana. Aku akan turun ke bawah ", ujar Senopati Ludaka pada Demung Gumbreg dengan girang.

"Tapi Lu,

Jurang Menjing ini sangat dalam. Menuruninya sangat berbahaya. Iya kalau itu benar lencana perak Gusti Pangeran, kalau bukan kan sia sia kau kesana", Demung Gumbreg mencoba untuk menghentikan niat Tumenggung Ludaka.

"Mbreg,

Kita itu prajurit Panjalu. Sekalipun kita mati dalam tugas yang diberikan oleh Gusti Prabu Jayengrana, bagiku itu lebih baik daripada harus kembali ke istana dengan kegagalan menjalankan tugas. Aku akan membawa 6 prajurit ku.

Kau kembalilah ke istana. Kabarkan berita ini pada Gusti Prabu seorang. Tapi ingat, selain kita yang ada disini, berita ini tidak boleh bocor.

Apa kau mengerti?", Tumenggung Ludaka menatap ke arah Demung Gumbreg.

"Aku mengerti Lu..

Sebaiknya kau kembali dengan selamat dan membawa berita baik ", jawab Demung Gumbreg sambil menatap wajah sahabat karibnya itu. Mereka telah berkawan karib puluhan tahun, mengabdikan diri pada Panji Watugunung melewati suka duka bersama di puluhan perang dan pertempuran.

Usai berkata demikian, Demung Gumbreg segera melompat ke atas kuda nya dan bersama para prajurit Panjalu dia menggebrak kudanya menuju ke arah Kotaraja Kadiri.

Sedangkan Tumenggung Ludaka dan keenam prajurit pilihan nya segera bergegas mencari jalan memutar untuk menuruni lereng terjal Jurang Menjing. Begitu menemukan yang dicari, mereka bertujuh segera turun ke bawah.

Rimbun pohon belukar dan akar akar pohon menjalar menjadi alat bantu mereka untuk menuruni lereng terjal itu. Menggunakan parang dan golok, mereka membuat jalan menuju dasar jurang. Sesampainya di dasar jurang, Tumenggung Ludaka dan keenam prajurit Panjalu menyusuri sungai kecil berair jernih menuju ke arah tempat dimana kilauan perak tadi terlihat.

Setelah sampai, mereka segera berpencar ke sekeliling tempat terlihatnya perak tadi. Di tempat itu mereka menemukan bangkai kuda dan mayat kusir kereta tapi tidak menemukan jasad Pangeran Panji Tejo Laksono.

Seorang prajurit akhirnya menemukan lencana perak bergambar Candrakapala di dekat batu besar yang ada di samping sungai kecil. Dengan cepat ia menyerahkan lencana perak itu pada Tumenggung Ludaka.

Hemmmmmmm..

'Jasad Gusti Pangeran Panji Tejo Laksono tidak ada. Tidak ada tanda tanda binatang buas maupun darah berceceran. Ada kemungkinan besar Gusti Pangeran masih hidup, tapi dimana beliau sekarang?', batin Tumenggung Ludaka sambil mengernyitkan keningnya.

Setelah menguburkan mayat kusir kereta kuda, mereka segera bergegas meninggalkan tempat itu karena hari telah menjelang sore. Mereka memilih untuk menyusuri sungai kecil itu dengan harapan untuk dapat menemukan keberadaan Panji Tejo Laksono.

Sementara itu di ruang pribadi Raja di istana Katang-katang, seorang lelaki bertubuh tegap dengan kumis tipis nampak berdiri sambil mengepalkan tangannya di belakang pinggang. Sebagian rambutnya telah memiliki uban namun tidak mengurangi wibawa dan gurat ketampanan masa muda nya sebagai seorang Raja. Meski sedang tidak mengenakan mahkota raja, lelaki itu terlihat agung dengan tatapan mata tajamnya. Dia sedang gusar mendengar laporan Demung Gumbreg yang baru saja kembali dari Padepokan Padas Putih tempat putra sulungnya menempuh pendidikan dari para resi sebagai bekal nya menjadi pemimpin masa depan Kerajaan Panjalu.

"Jadi Tumenggung Ludaka masih mencari keberadaan putra ku di Jurang Menjing?", ujar lelaki bertubuh tegap itu tanpa menatap ke arah Demung Gumbreg.

Perwira tinggi prajurit Panjalu bertubuh tambun itu segera menghormat pada lelaki di hadapannya.

"Benar begitu adanya Gusti Prabu..

Kami berbagi tugas untuk menyampaikan berita ini langsung pada Gusti Prabu. Sedangkan Tumenggung Ludaka juga berpesan agar berita ini tidak boleh menyebar kepada siapa pun meski pada kerabat istana", Demung Gumbreg segera menundukkan kepalanya.

Hemmmmmmm...

'Musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang bersembunyi di dalam rumah kita sendiri. Tapi harus menemukan bukti kuat untuk mencari dalang dari semua ini', batin si lelaki bertubuh tegap yang tak lain adalah Panji Watugunung alias Pangeran Jayengrana yang terkenal dengan abhiseka nya Prabu Jitendrakara Parakrama Bhakta.

"Kau yakin mereka adalah orang-orang Kelompok Bulan Sabit Darah?", Panji Watugunung sedikit menoleh ke arah Demung Gumbreg yang masih duduk bersila di lantai ruang pribadi raja.

"Hamba yakin Gusti Prabu..

Para pengeroyok kami mengenakan kalung berliontin kayu berukir bulan sabit terbalik dengan warna merah. Itu adalah bukti tentang keterlibatan mereka", ujar Demung Gumbreg sambil merogoh sebuah liontin kalung dari kayu jati kecil dan mengangkat kedua tangan nya untuk menghaturkan benda itu pada Panji Watugunung.

Maharaja Panjalu itu langsung meraih liontin kalung dari tangan Demung Gumbreg. Lalu memperhatikan ukiran yang tergambar di sana.

"Tidak salah lagi. Mereka berani menantang ku. Akan ku tumpas mereka sampai ke akar-akarnya", Panji Watugunung segera meremas liontin kalung dari kayu jati itu. Tak berapa lama kemudian liontin kalung itu berubah menjadi abu. Panji Watugunung segera menoleh ke arah dua prajurit penjaga.

"Prajurit!

Panggil Senopati Warigalit kemari!".

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hai para penggemar kisah BNL..

Kali ini seri ketiga dari BNL hadir ya setelah seri kedua dengan judul PPP menemani dunia baca kalian semua di noveltoon...

Selamat membaca, jangan lupa untuk memberi dukungan kepada cerita ini dengan like, vote, komentar dan hadiahnya 😁😁✌️✌️✌️

Terpopuler

Comments

Mahayabank

Mahayabank

Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌

2024-03-24

1

Mahayabank

Mahayabank

/Good//Good//Good//Ok//Ok/

2024-03-24

0

aim pacina

aim pacina

💪🤲

2024-01-31

2

lihat semua
Episodes
1 Prahara Jurang Menjing
2 Begawan Ganapati
3 Samaran
4 Kota Pakuwon Palah
5 Gerombolan Serigala Abu-abu
6 Tanah Perdikan Lodaya
7 Pemuda Tampan Bercaping Bambu
8 Gending Pemikat Sukma
9 Pertarungan Di Tengah Sawah
10 Menuju Kadipaten Karang Anom
11 Makam Keramat Gunung Budeg
12 Makam Keramat Gunung Budeg 2
13 Kawan Baru
14 Hutan Jati Perbatasan
15 Sisa Kelompok Bulan Sabit Darah
16 Pertapaan Bukit Rance
17 Pertapaan Bukit Rance 2
18 Pakuwon Widoro
19 Akuwu Durjana
20 Akuwu Durjana 2
21 Rahasia Gayatri
22 Tantangan
23 Wiku Sesat dan Sepasang Pedang Pembunuh dari Gunung Wilis
24 Kidung Cinta Endang Patibrata
25 Mimpi
26 Tuduhan Mata-mata
27 Setan Gunung Wilis
28 Hasrat Terlarang Dewi Ambarwati
29 Panggil Aku Wiro
30 Guru Untuk Wiropati
31 Dendam Kesumat dari Tanah Blambangan
32 Salah Paham
33 Palupi dan Luh Jingga
34 Melawan Jerangkong Api
35 Pencuri
36 Istana Kotaraja
37 Ayah dan Anak
38 Pedang Naga Api
39 Bagian
40 Pertempuran Sungai Lawor
41 Pertempuran Sungai Lawor 2
42 Pertempuran Sungai Lawor 3
43 Pertempuran Sungai Lawor 4
44 Perayaan
45 Pangeran Dari Kadiri
46 Kembang Istana Kadipaten Kalingga
47 Iblis Picak dari Sungai Wulayu
48 Pengelana dari Jauh
49 Sama Gilanya
50 Perguruan Tapak Suci
51 Luh Jingga dan Gayatri
52 Akhir Hidup Kelelawar Mata Iblis
53 Utusan Istana Kadiri
54 Taruhan
55 Karena Arak
56 Setan Gendeng dari Lembah Kali Serang
57 Wasesodirjo dan Raden Sindupati
58 Kembar Tapi Beda
59 Kejutan Besar
60 Lelaki Tua Berjari Buntung
61 Pertarungan yang Melelahkan
62 Maling Hati
63 Tahanan
64 Istana Kadipaten Kalingga
65 Tantangan dari Danapati
66 Adu Jago Ilmu Beladiri
67 Tugas
68 Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 1)
69 Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 2)
70 Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 3)
71 Berangkat ke Tanah Tiongkok
72 Pelabuhan Tumasik
73 Perompak Bendera Hitam
74 Pangeran Suryavarman
75 Kecantikan Putri Champa
76 Malam Panjang
77 Kota Lin'an
78 Penginapan Musim Semi
79 Hadangan Perampok Gunung Lima Singa
80 Siapa Kau Sebenarnya?
81 Gumbreg Melawan Gu Heng
82 Pesta
83 Tubuh Emas
84 Dewa Pedang Wang Chun Yang
85 Putri Lan
86 Raja Serigala Gosong
87 Perayaan Danau Naga ( bagian 1 )
88 Perayaan Danau Naga ( bagian 2 )
89 Perayaan Danau Naga ( bagian 3 )
90 Stempel Giok Naga
91 Nona Besar Song
92 Pertarungan
93 Pencuri Angin
94 Pencuri Angin 2
95 Menuju ke Kota Kaifeng
96 Hati Tiga Wanita Cantik
97 Hua Mei dan Gui Wu
98 Sekte Lembah Hantu
99 Ayu Ratna Palsu
100 Tamu Tak Diundang
101 Melawan Hauw Tian
102 Melawan Hauw Tian 2
103 Lawan Lama Ayah
104 Pertarungan di Kuil Shaolin
105 Pertarungan di Kuil Shaolin 2
106 Tiga Pukulan
107 Kisah Pilu Sepasang Kekasih
108 Ilmu Semesta Yin Yang
109 Di Tepi Jurang Terjal
110 Masalah di Kota Luoyang
111 Pelajaran untuk Fan Zhong Yan
112 Sepasang Bandit Gunung Zhengzhou
113 Sepasang Bandit Gunung Zhengzhou 2
114 Rumah Makan Bunga Persik
115 Ilmu Sembilan Matahari
116 Dewi Topeng Waja
117 Ajian Gelap Sayuto
118 Melawan Luo Fan
119 Melawan Luo Fan 2
120 Kaisar Huizong
121 Bara Api Dendam dari Rajapura
122 Pendekar Berpedang Butut
123 Mapanji Jayagiri
124 Siluman Rawa Seribu Teratai
125 Siluman Rawa Seribu Teratai 2
126 Balada Penari Tledek
127 Jasa Pengawalan Bendera Naga
128 Si Ular Kecil
129 Cinta Tak Harus Memiliki
130 Sepasang Iblis Gagak Berkaki Tiga
131 Lawan Yang Sepadan
132 Pimpinan Pasukan
133 Salah Paham
134 Madu
135 Istana Kalingga
136 Ikatan Sepuluh Cincin
137 Ikatan Sepuluh Cincin 2
138 Ikatan Sepuluh Cincin 3
139 Kejutan Yang Tidak Terduga
140 Para Prajurit Penjaga Perbatasan
141 Suasana Kadipaten Rajapura
142 Bajak Laut Tsang
143 Bajak Laut Tsang 2
144 Gegabah
145 Benteng Pertahanan Karangwuluh
146 Tanah Jawadwipa, Aku Kembali..
147 Siapa Dia?
148 Persiapan di Kalingga
149 Bantaran Kali Comal
150 Rajapura adalah Lawan
151 Para Penantang
152 Akhir Hidup Sang Otak Pemberontakan
153 Pesona Putri China
154 Telik Sandi
155 Pengorbanan Nyi Kenikir
156 Penyerbuan Rajapura
157 Diatas Langit Masih Ada Langit
158 Apa Mau Mu?
159 Ilmu Pangiwa
160 Kematian Junggul Mertalaya
161 Pertempuran Sesungguhnya
162 Empat Calon Istri Panji Tejo Laksono
163 Rencana
164 Pilihan
165 Situasi Istana Kadipaten Rajapura
166 Pertarungan di Malam Buta
167 Rencana Selanjutnya
168 Membangun Kembali Rajapura
169 Pendekar Pedang Gading dari Pesisir Selatan
170 Prasangka
171 Adu Pedang di Depan Gerbang Istana
172 Menuju ke Kota Kalingga
173 Persiapan Pernikahan Panji Tejo Laksono dan Ayu Ratna
174 Resi Sanggabuana
175 Suara Tanpa Wujud
176 Kedatangan Prabu Jayengrana
177 Wejangan
178 Malam Pertama
179 Tanah Lungguh
180 Ajian Bayu Swara
181 Wasiat Terakhir Sang Adipati Sepuh
182 Kelompok Bulan Sabit Darah
183 Sebelas Bayangan
184 Ksatria Lama
185 Upacara Penyucian Jiwa
186 Persiapan Penobatan
187 Dukungan
188 Paksijandu dan Nalini
189 Pangeran Adipati Panji Tejo Laksono
190 Penjara
191 Hidup atau Mati
192 Jimat Keong Buntet
193 Lelaki Bertudung Hitam dan Si Tabib Putih
194 Panji Manggala Seta
195 Pakuwon Weling
196 Di Pertapaan Panumbangan
197 Tewasnya Sang Pimpinan Ketujuh
198 Nyi Dadap Segara dan Ki Pancatnyana
199 Tantangan Ki Pancatnyana
200 Pedang Tulang Iblis
201 Maharesi Padmanaba
202 Syarat dari Dyah Kirana
203 Dyah Kirana
204 Ajian Chanda Bhirawa
205 Istri Kelima
206 Kediaman Lurah Wanua Ranja
207 Perempuan Cantik Berkemben Hijau
208 Ki Kalawisesa dan Wigati
209 Tawon Raksasa
210 Akhir Sebuah Dendam
211 Iblis Gunung Kawi
212 Nawala dari Prabu Jayengrana
213 Kedewasaan Gayatri
214 Kroco
215 Dewa dari Kahyangan
216 Menuju Pakuwon Tumapel
217 Kawan Baru
218 Lelaki Di Dalam Kabut
219 Malam di Tepi Hutan
220 Titah Prabu Jayengrana
221 Pendekar Golok Angin
222 Sandyakala di Langit Seloageng
223 Sandyakala di Langit Seloageng 2
224 Racun Penghancur Hati
225 Situasi Genting
226 Mengejar Penculik Ayu Ratna
227 Padepokan Ular Siluman ( bagian 1 )
228 Padepokan Ular Siluman ( bagian 2 )
229 Padepokan Ular Siluman ( bagian 3 )
230 Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
231 Persiapan
232 Bantuan dari Lodaya
233 Saatnya Telah Tiba
234 Rencana Kedua
235 Senjata Cadangan Jenggala
236 Siapa Dia Sebenarnya?
237 Kemenangan di Selatan
238 Pasukan Gajah
239 Pimpinan Sementara
240 Mimpi Dewi Anggarawati
241 Orang-orang Wanua Karang Pulut
242 Orang-orang Wanua Karang Pulut 2
243 Perang Kota Kunjang
244 Perang Kota Kunjang 2
245 Perang Kota Kunjang 3
246 Perang Kota Kunjang 4
247 Perang Kota Kunjang 5
248 Akhir Perang Kota Kunjang
249 Akhir Perang Kota Kunjang 2
250 Benteng Pertahanan Wanua Sungging
251 Rencana Busuk Mapanji Jayawarsa
252 Bidadari Gunung Arjuna
253 Pangeran Ganeshabrata
254 Bantuan Yang Di Janjikan
255 Akhir Peperangan
256 Tabir Yang Mulai Tersingkap
257 Kembali ke Kotaraja Daha
258 Mulut Seorang Pelacur
259 Putri Akuwu
260 Sepasang Iblis Pemotong Kepala
261 Intrik Istana
262 Bukan Pendekar Sembarangan
263 Pulang ke Seloageng
264 Pasar Besar Kota Gelang-gelang
265 Permintaan Eyang
266 Utusan Padepokan Anggrek Bulan
267 Dewi Anggrek Bulan
268 Gerimis
269 Ki Jatmika
270 Kisah Kelam Anggrek Perak
271 Wangsit
272 Pertapaan Gunung Penanggungan
273 Rajah Smaradahana
274 Menuju Kotaraja Kahuripan
275 Putri Uttejana
276 Adu Jago
277 Bidadari Bertopeng Perak
278 Melawan Nini Raga Setan
279 Ajian Malih Rupa
280 Bahaya Besar
281 Ilmu Sembilan Matahari Tahap Kedelapan
282 Menantang Para Petinggi Kelompok Bulan Sabit Darah
283 Mpu Purwa
284 Keruwetan Demung Gumbreg
285 Warung Kembang Sore
286 Nyi Kembang Sore Sang Ratu Pemikat
287 Istana Perut Bumi
288 Istana Perut Bumi 2
289 Wanita Berambut Api
290 Jati Diri Dyah Kirana
291 Jati Diri Dyah Kirana 2
292 Pernikahan Panji Tejo Laksono dan Dyah Kirana
293 Pralaya Pertapaan Gunung Mahameru ( bagian 1 )
294 Pralaya Pertapaan Gunung Mahameru ( bagian 2 )
295 Dewi Lembah Wilis
296 Dewi Lembah Wilis 2
297 Dewi Lembah Wilis 3
298 Hutan Larangan
299 Wujud Yang Tidak Berjasad
300 Cerita Sepasang Kekasih
301 Para Penghadang
302 Adipati Arya Natakusuma
303 Misteri Hilangnya Dewi Sekar Kedaton
304 Sayembara Panjalu
305 Mencari Pujaan Hati
306 Pendopo Agung Istana Katang-katang
307 Setan Berwujud Manusia
308 Melawan Prabu Gendarmanik
309 Melawan Prabu Gendarmanik 2
310 Gayatri Hamil?
311 Lodaya Menagih Janji
312 Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 1 )
313 Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 2 )
314 Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 3 )
315 Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 4 )
316 Perubahan
317 Singgasana Panjalu
318 Lelaki Tua Berambut Merah
319 Demung Gumbreg
320 Rencana Busuk Para Pejabat
321 Kebimbangan Hati Adipati Anjuk Ladang
322 Ulah Rara Kinanti
323 Utusan dari Anjuk Ladang
324 Iblis Bukit Manoreh
325 Malam Pertama Rara Kinanti
326 Janda Sinting dari Lembah Selaksa Bunga
327 Janda Sinting dari Lembah Selaksa Bunga 2
328 Keangkuhan
329 Woro dan Wati
330 Menuju Ke Barat
331 Perbatasan Kadipaten Lewa
332 Rampok Kelabang Merah
333 Salah Masuk
334 Saatnya Memenggal Kepala Sang Iblis
335 Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 1 )
336 Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 2 )
337 Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 3 )
338 Suasana Kadipaten Anjuk Ladang
339 Rencana Selanjutnya
340 Mengorek Keterangan dari Mpu Klinting
341 Teka Teki
342 Putri Pertama
343 Murid Padepokan Padas Putih
344 Saudara Seperguruan
345 Bupati Baru Gelang-gelang
346 Hal Yang Ditunggu
347 Kadiri Kesaput Surup
348 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 1 )
349 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 2 )
350 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 3 )
351 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 4 )
352 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 5 )
353 Prahara Kotaraja Daha ( bagian 6 )
354 Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Parakrama Digjaya Uttunggadewa
Episodes

Updated 354 Episodes

1
Prahara Jurang Menjing
2
Begawan Ganapati
3
Samaran
4
Kota Pakuwon Palah
5
Gerombolan Serigala Abu-abu
6
Tanah Perdikan Lodaya
7
Pemuda Tampan Bercaping Bambu
8
Gending Pemikat Sukma
9
Pertarungan Di Tengah Sawah
10
Menuju Kadipaten Karang Anom
11
Makam Keramat Gunung Budeg
12
Makam Keramat Gunung Budeg 2
13
Kawan Baru
14
Hutan Jati Perbatasan
15
Sisa Kelompok Bulan Sabit Darah
16
Pertapaan Bukit Rance
17
Pertapaan Bukit Rance 2
18
Pakuwon Widoro
19
Akuwu Durjana
20
Akuwu Durjana 2
21
Rahasia Gayatri
22
Tantangan
23
Wiku Sesat dan Sepasang Pedang Pembunuh dari Gunung Wilis
24
Kidung Cinta Endang Patibrata
25
Mimpi
26
Tuduhan Mata-mata
27
Setan Gunung Wilis
28
Hasrat Terlarang Dewi Ambarwati
29
Panggil Aku Wiro
30
Guru Untuk Wiropati
31
Dendam Kesumat dari Tanah Blambangan
32
Salah Paham
33
Palupi dan Luh Jingga
34
Melawan Jerangkong Api
35
Pencuri
36
Istana Kotaraja
37
Ayah dan Anak
38
Pedang Naga Api
39
Bagian
40
Pertempuran Sungai Lawor
41
Pertempuran Sungai Lawor 2
42
Pertempuran Sungai Lawor 3
43
Pertempuran Sungai Lawor 4
44
Perayaan
45
Pangeran Dari Kadiri
46
Kembang Istana Kadipaten Kalingga
47
Iblis Picak dari Sungai Wulayu
48
Pengelana dari Jauh
49
Sama Gilanya
50
Perguruan Tapak Suci
51
Luh Jingga dan Gayatri
52
Akhir Hidup Kelelawar Mata Iblis
53
Utusan Istana Kadiri
54
Taruhan
55
Karena Arak
56
Setan Gendeng dari Lembah Kali Serang
57
Wasesodirjo dan Raden Sindupati
58
Kembar Tapi Beda
59
Kejutan Besar
60
Lelaki Tua Berjari Buntung
61
Pertarungan yang Melelahkan
62
Maling Hati
63
Tahanan
64
Istana Kadipaten Kalingga
65
Tantangan dari Danapati
66
Adu Jago Ilmu Beladiri
67
Tugas
68
Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 1)
69
Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 2)
70
Pertarungan di Istana Kalingga (bagian 3)
71
Berangkat ke Tanah Tiongkok
72
Pelabuhan Tumasik
73
Perompak Bendera Hitam
74
Pangeran Suryavarman
75
Kecantikan Putri Champa
76
Malam Panjang
77
Kota Lin'an
78
Penginapan Musim Semi
79
Hadangan Perampok Gunung Lima Singa
80
Siapa Kau Sebenarnya?
81
Gumbreg Melawan Gu Heng
82
Pesta
83
Tubuh Emas
84
Dewa Pedang Wang Chun Yang
85
Putri Lan
86
Raja Serigala Gosong
87
Perayaan Danau Naga ( bagian 1 )
88
Perayaan Danau Naga ( bagian 2 )
89
Perayaan Danau Naga ( bagian 3 )
90
Stempel Giok Naga
91
Nona Besar Song
92
Pertarungan
93
Pencuri Angin
94
Pencuri Angin 2
95
Menuju ke Kota Kaifeng
96
Hati Tiga Wanita Cantik
97
Hua Mei dan Gui Wu
98
Sekte Lembah Hantu
99
Ayu Ratna Palsu
100
Tamu Tak Diundang
101
Melawan Hauw Tian
102
Melawan Hauw Tian 2
103
Lawan Lama Ayah
104
Pertarungan di Kuil Shaolin
105
Pertarungan di Kuil Shaolin 2
106
Tiga Pukulan
107
Kisah Pilu Sepasang Kekasih
108
Ilmu Semesta Yin Yang
109
Di Tepi Jurang Terjal
110
Masalah di Kota Luoyang
111
Pelajaran untuk Fan Zhong Yan
112
Sepasang Bandit Gunung Zhengzhou
113
Sepasang Bandit Gunung Zhengzhou 2
114
Rumah Makan Bunga Persik
115
Ilmu Sembilan Matahari
116
Dewi Topeng Waja
117
Ajian Gelap Sayuto
118
Melawan Luo Fan
119
Melawan Luo Fan 2
120
Kaisar Huizong
121
Bara Api Dendam dari Rajapura
122
Pendekar Berpedang Butut
123
Mapanji Jayagiri
124
Siluman Rawa Seribu Teratai
125
Siluman Rawa Seribu Teratai 2
126
Balada Penari Tledek
127
Jasa Pengawalan Bendera Naga
128
Si Ular Kecil
129
Cinta Tak Harus Memiliki
130
Sepasang Iblis Gagak Berkaki Tiga
131
Lawan Yang Sepadan
132
Pimpinan Pasukan
133
Salah Paham
134
Madu
135
Istana Kalingga
136
Ikatan Sepuluh Cincin
137
Ikatan Sepuluh Cincin 2
138
Ikatan Sepuluh Cincin 3
139
Kejutan Yang Tidak Terduga
140
Para Prajurit Penjaga Perbatasan
141
Suasana Kadipaten Rajapura
142
Bajak Laut Tsang
143
Bajak Laut Tsang 2
144
Gegabah
145
Benteng Pertahanan Karangwuluh
146
Tanah Jawadwipa, Aku Kembali..
147
Siapa Dia?
148
Persiapan di Kalingga
149
Bantaran Kali Comal
150
Rajapura adalah Lawan
151
Para Penantang
152
Akhir Hidup Sang Otak Pemberontakan
153
Pesona Putri China
154
Telik Sandi
155
Pengorbanan Nyi Kenikir
156
Penyerbuan Rajapura
157
Diatas Langit Masih Ada Langit
158
Apa Mau Mu?
159
Ilmu Pangiwa
160
Kematian Junggul Mertalaya
161
Pertempuran Sesungguhnya
162
Empat Calon Istri Panji Tejo Laksono
163
Rencana
164
Pilihan
165
Situasi Istana Kadipaten Rajapura
166
Pertarungan di Malam Buta
167
Rencana Selanjutnya
168
Membangun Kembali Rajapura
169
Pendekar Pedang Gading dari Pesisir Selatan
170
Prasangka
171
Adu Pedang di Depan Gerbang Istana
172
Menuju ke Kota Kalingga
173
Persiapan Pernikahan Panji Tejo Laksono dan Ayu Ratna
174
Resi Sanggabuana
175
Suara Tanpa Wujud
176
Kedatangan Prabu Jayengrana
177
Wejangan
178
Malam Pertama
179
Tanah Lungguh
180
Ajian Bayu Swara
181
Wasiat Terakhir Sang Adipati Sepuh
182
Kelompok Bulan Sabit Darah
183
Sebelas Bayangan
184
Ksatria Lama
185
Upacara Penyucian Jiwa
186
Persiapan Penobatan
187
Dukungan
188
Paksijandu dan Nalini
189
Pangeran Adipati Panji Tejo Laksono
190
Penjara
191
Hidup atau Mati
192
Jimat Keong Buntet
193
Lelaki Bertudung Hitam dan Si Tabib Putih
194
Panji Manggala Seta
195
Pakuwon Weling
196
Di Pertapaan Panumbangan
197
Tewasnya Sang Pimpinan Ketujuh
198
Nyi Dadap Segara dan Ki Pancatnyana
199
Tantangan Ki Pancatnyana
200
Pedang Tulang Iblis
201
Maharesi Padmanaba
202
Syarat dari Dyah Kirana
203
Dyah Kirana
204
Ajian Chanda Bhirawa
205
Istri Kelima
206
Kediaman Lurah Wanua Ranja
207
Perempuan Cantik Berkemben Hijau
208
Ki Kalawisesa dan Wigati
209
Tawon Raksasa
210
Akhir Sebuah Dendam
211
Iblis Gunung Kawi
212
Nawala dari Prabu Jayengrana
213
Kedewasaan Gayatri
214
Kroco
215
Dewa dari Kahyangan
216
Menuju Pakuwon Tumapel
217
Kawan Baru
218
Lelaki Di Dalam Kabut
219
Malam di Tepi Hutan
220
Titah Prabu Jayengrana
221
Pendekar Golok Angin
222
Sandyakala di Langit Seloageng
223
Sandyakala di Langit Seloageng 2
224
Racun Penghancur Hati
225
Situasi Genting
226
Mengejar Penculik Ayu Ratna
227
Padepokan Ular Siluman ( bagian 1 )
228
Padepokan Ular Siluman ( bagian 2 )
229
Padepokan Ular Siluman ( bagian 3 )
230
Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
231
Persiapan
232
Bantuan dari Lodaya
233
Saatnya Telah Tiba
234
Rencana Kedua
235
Senjata Cadangan Jenggala
236
Siapa Dia Sebenarnya?
237
Kemenangan di Selatan
238
Pasukan Gajah
239
Pimpinan Sementara
240
Mimpi Dewi Anggarawati
241
Orang-orang Wanua Karang Pulut
242
Orang-orang Wanua Karang Pulut 2
243
Perang Kota Kunjang
244
Perang Kota Kunjang 2
245
Perang Kota Kunjang 3
246
Perang Kota Kunjang 4
247
Perang Kota Kunjang 5
248
Akhir Perang Kota Kunjang
249
Akhir Perang Kota Kunjang 2
250
Benteng Pertahanan Wanua Sungging
251
Rencana Busuk Mapanji Jayawarsa
252
Bidadari Gunung Arjuna
253
Pangeran Ganeshabrata
254
Bantuan Yang Di Janjikan
255
Akhir Peperangan
256
Tabir Yang Mulai Tersingkap
257
Kembali ke Kotaraja Daha
258
Mulut Seorang Pelacur
259
Putri Akuwu
260
Sepasang Iblis Pemotong Kepala
261
Intrik Istana
262
Bukan Pendekar Sembarangan
263
Pulang ke Seloageng
264
Pasar Besar Kota Gelang-gelang
265
Permintaan Eyang
266
Utusan Padepokan Anggrek Bulan
267
Dewi Anggrek Bulan
268
Gerimis
269
Ki Jatmika
270
Kisah Kelam Anggrek Perak
271
Wangsit
272
Pertapaan Gunung Penanggungan
273
Rajah Smaradahana
274
Menuju Kotaraja Kahuripan
275
Putri Uttejana
276
Adu Jago
277
Bidadari Bertopeng Perak
278
Melawan Nini Raga Setan
279
Ajian Malih Rupa
280
Bahaya Besar
281
Ilmu Sembilan Matahari Tahap Kedelapan
282
Menantang Para Petinggi Kelompok Bulan Sabit Darah
283
Mpu Purwa
284
Keruwetan Demung Gumbreg
285
Warung Kembang Sore
286
Nyi Kembang Sore Sang Ratu Pemikat
287
Istana Perut Bumi
288
Istana Perut Bumi 2
289
Wanita Berambut Api
290
Jati Diri Dyah Kirana
291
Jati Diri Dyah Kirana 2
292
Pernikahan Panji Tejo Laksono dan Dyah Kirana
293
Pralaya Pertapaan Gunung Mahameru ( bagian 1 )
294
Pralaya Pertapaan Gunung Mahameru ( bagian 2 )
295
Dewi Lembah Wilis
296
Dewi Lembah Wilis 2
297
Dewi Lembah Wilis 3
298
Hutan Larangan
299
Wujud Yang Tidak Berjasad
300
Cerita Sepasang Kekasih
301
Para Penghadang
302
Adipati Arya Natakusuma
303
Misteri Hilangnya Dewi Sekar Kedaton
304
Sayembara Panjalu
305
Mencari Pujaan Hati
306
Pendopo Agung Istana Katang-katang
307
Setan Berwujud Manusia
308
Melawan Prabu Gendarmanik
309
Melawan Prabu Gendarmanik 2
310
Gayatri Hamil?
311
Lodaya Menagih Janji
312
Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 1 )
313
Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 2 )
314
Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 3 )
315
Pemberontakan Adipati Arya Natakusuma ( bagian 4 )
316
Perubahan
317
Singgasana Panjalu
318
Lelaki Tua Berambut Merah
319
Demung Gumbreg
320
Rencana Busuk Para Pejabat
321
Kebimbangan Hati Adipati Anjuk Ladang
322
Ulah Rara Kinanti
323
Utusan dari Anjuk Ladang
324
Iblis Bukit Manoreh
325
Malam Pertama Rara Kinanti
326
Janda Sinting dari Lembah Selaksa Bunga
327
Janda Sinting dari Lembah Selaksa Bunga 2
328
Keangkuhan
329
Woro dan Wati
330
Menuju Ke Barat
331
Perbatasan Kadipaten Lewa
332
Rampok Kelabang Merah
333
Salah Masuk
334
Saatnya Memenggal Kepala Sang Iblis
335
Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 1 )
336
Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 2 )
337
Melawan Iblis Bukit Manoreh ( bagian 3 )
338
Suasana Kadipaten Anjuk Ladang
339
Rencana Selanjutnya
340
Mengorek Keterangan dari Mpu Klinting
341
Teka Teki
342
Putri Pertama
343
Murid Padepokan Padas Putih
344
Saudara Seperguruan
345
Bupati Baru Gelang-gelang
346
Hal Yang Ditunggu
347
Kadiri Kesaput Surup
348
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 1 )
349
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 2 )
350
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 3 )
351
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 4 )
352
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 5 )
353
Prahara Kotaraja Daha ( bagian 6 )
354
Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Parakrama Digjaya Uttunggadewa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!