Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 24
Tiga bulan sudah berlalu, Arselo dan Arsela sudah kembali ke kota. Hari ini hari pertama Arselo kembali bekerja di kantor pusat, seperti biasa ia akan di jemput oleh Sofyan sang asisten kepercayaannya. Tuan Ardan sudah mulai jarang datang ke kantor karena beliau sudah mulai mempercayai anak sulungnya itu.
"Silahkan tuan" ucap Sofyan yang sudah membukakan pintu mobil untuk Arselo.
"Terimakasih" ucap Arselo, ia pun masuk ke dalam mobil.
Sofyan merasa sedikit aneh dengan sikap tuannya, pasalnya ini baru pertama kalinya tuannya itu mengucapkan terimakasih atas hal sepele yang ia lakukan.
"Sofyan? Apa kau akan tetap berdiri mematung di situ?" tanya Arselo yang melihat Sofyan tak bergerak dari tempatnya ia berdiri setelah membukakan pintu mobil untuknya.
"Ah, maaf tuan. Kita berangkat sekarang" ucap Sofyan setelah sadar dari keterkejutannya. Ia pun segera masuk ke dalam mobil itu dan duduk di belakang kemudi.
"Bagaimana kabar mu dan perusahaan?" tanya Arselo saat mereka sudah mulai memasuki jalanan yang cukup padat meski di pagi hari.
"Kabar saya baik tuan, dan perusaan pun berjalan lancar" ucap Sofyan apa adanya.
"Syukurlah, sepertinya kau sangat bisa diandalkan mengurus perusahaan saat aku tidak ada di tempat" ujar Arselo
"Semua berkat bimbingan tuan Ardan yang menjadikan saya seperti saat ini" jawab Sofyan.
Ya, tuan Ardan yang sudah membantunya untuk bisa menjadi dirinya yang sekarang, jika bukan karena kemurahan hati tuan Ardan mungkin saat ini Sofyan masih tinggal di jalanan, Entahlah.
Sofyan masih teringat saat tuan Ardan mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri setelah ia di keroyok oleh preman pasar karena tak mendapatkan uang dari hasil mengamen.
Arselo hanya menepuk bahu pelan bahu Sofyan, ia juga mengetahui asal-usul Sofyan saat mereka mulai sekolah bersama. Usia mereka tak berbeda jauh, hanya selisih dua bulan. Tapi Sofyan terlihat lebih dewasa dari pada Arselo, bahkan Sofyan pun mengetahui asal mula sikap buruk Arselo.
Hening menyelimuti perjalanan mereka, Arselo fokus pada tab yang ada di tangannya, sedangkan Sofyan fokus mengemudi. Seperti biasa, mobil yang mereka bawa melewati bangunan sekolah TK yang bersebrangan dengan sebuah restoran viral yang baru buka beberapa bulan lalu.
Sofyan pun melihat Safira yang baru saja keluar dari gerbang sekolah TK. Sebelumnya Sofyan sudah menyelidiki latar belakang wanita yang nyaris ia tabrak. Sofyan mengetahui bahwa Safira sudah memiliki tiga anak kembar dan statusnya seorang janda nikah siri tapi ia tak tahu tentang suami masa lalunya, bahkan ia juga mengetahui tentang Abizar dan itu tidak membuatnya mengurungkan niat untuk mencoba mendekati Safira.
Tapi sampai saat ini dia belum sempat menemui Safira lagi karena jadwal pekerjaannya yang padat bahkan sering lembur dan ia juga jarang libur di akhir pekan. Sofyan merencanakan ia akan ambil cuti akhir pekan minggu ini untuk bertemu dengan Safira.
"Apa yang kau perhatikan?" tanya Arselo yang melihat arah tatapan mata Sofyan dan dia hanya melihat punggung seorang wanita yang sedang berjalan di trotoar menuju perempatan jalan.
"Tidak ada tuan" ucap Sofyan cepat.
Arselo hanya mengangguk-anggukan kepalanya pelan seraya matanya kembali menatap tab yang ada di tangannya.
Lampu lalu lintas sudah kembali berwarna hijau, Sofyan pun mulai menjalankan kembali mobil yang ia kendarai menuju kantor yang tinggal beberapa ratus meter lagi.
***
Safira setiap pagi selalu membantu Anisa untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah dan akan langsung pergi ke restoran tempatnya bekerja. Entah mengapa hari ini ia merasa ada seseorang yang mengawasinya, tapi saat ia melihat ke belakang tak ada siapa-siapa, yang ada hanya mobil-mobil yang tengah menunggu lampu hijau. Ia pun segera mengambil langkah seribu untuk menghindari kemungkinan memang ada orang yang memperhatikannya.
"Bu Fira kenapa ngos-ngosan gitu?" tanya Santi salah satu pelayan restoran itu.
"Gak ada apa-apa San, boleh tolong antarkan minuman dingin keruangan saya?" tanya Safira pada Santi.
"Ibu mau di buatkan apa?"
"Apa aja, yang penting minuman dingin ya, saya ke ruangan dulu" ucap Safira meninggalkan Santi.
Tok... tok... tok...
Suara pintu yang di ketuk.
"Masuk" ucap Safira.
"Ini bu minumannya" ucap Santi seraya menyimpan jus alpukat di meja Safira.
"Ya, terimakasih San, kamu boleh melanjutkan pekerjaan mu" ucap Safira.
"Baik bu, saya permisi dulu" pamit Sinta sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
Safira terus berkutat dengan kalkulator dan kertas-kertas di depannya, saat ini ia sedang menghitung pendapatan dan pengeluaran perbulan. Berhubung sebentar lagi akhir bulan jadi ia akan segera menyelesaikan pembukuan bulan ini.
Saat sedang fokus, ponsel milik Safira berdering dan menampilkan nomor sang pemanggil.
"Anisa, ada apa dia menelpon ku?" tanya Safira heran. karena ini pertama kalinya Anisa menelpon. Safira pun menggeser tombol warna hijau pada ponsel dan meletakkannya di sisi telinga.
"Assalamu'alaikium Nis, ada apa?"
"Wa'alaikum salam bu Fira, maaf ganggu. Saya ingin bertanya, apa anak-anak boleh menemui ibu? Mereka meminta untuk pulang ke restoran" jawab Anisa dari sebrang sana.
"Anak-anak mau ke sini?" tanya Safira memastikan.
"Iya bu, apa boleh?" tanya Anisa.
"Boleh, bawa saja ke sini. Tapi hati-hati saat membawa mereka menyebrang nanti" jawab Safira.
"Baiklah bu, kalau seperti itu nanti kami akan ke sana" ucap Anisa.
"Iya, saya tunggu. Apa sekarang anak-anak sudah mulai belajar lagi?" tanya Safira.
"Iya bu, mereka baru saja masuk kelas" jawab Anisa.
"Oh baiklah" ucap Safira.
Setelah menutup telpon itu Safira, kembali mengerjakan pekerjaannya. Tak terasa jam sudah menunjukan waktu makan siang, ia pun keluar dari ruangannya untuk sekedar membantu para pelayan yang sedang sibuk melayani pengunjung.
Saat ia keluar ruangan, sayup-sayup ia mendengar keributan yang berada di depan restoran. Safira pun datang untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini?" tanya Safira saat sudah sampai di kerumunan itu.
Betapa terkejutnya ia saat melihat dua wanita yang sedang marah-marah pada bawahannya.
"Wah wah wah, siapa yang kita temui hari ini? Sungguh mengejutkan" ujar wanita yang menatapnya remeh.
"Lama tidak berjumpa, Sarah, Devi?" tanya Safira pada kedua wanita yang ada di hadapannya.
"Pria mana lagi yang kau jadikan penompang finansial mu sampai kau punya restoran sebesar ini, seingat ku dulu kau bahkan hanya menjadi pelayan restoran kecil?" tanya Devi sarkas sambil meneliti penampilan Safira.
"Apa kalian tidak puas dengan menjebak ku dulu?" tanya Safira.
Tepat saat keributan itu masih berlangsung, Anisa datang dengan ketiga anaknya.
"Mama" panggil Qirani seraya berlari ke arah Safira dan memeluk pinggang mamanya.
"Kalian sudah datang sayang? Sebaiknya kalian masuk dulu ke ruangan mama ya?" tanya Safira pada anak-anaknya.
"Tapi mama?" tanya Raiyan.
"Nanti mama nyusul" ucap Safira sambil mengusap kepala ketiga anaknya bergantian.
"Nisa, tolong kamu bawa mereka ke dalam ya" perintah Safira pada Anisa. Anisa pun menuruti perintah Safira dan membawa anak-anak ke ruang kerja.
"Siap mereka?" tanya Sarah yang sedari tadi memperhatikan Devi dan Safira.
"Mereka anak-anakku"