Awalnya aku percaya kalau cinta akan hadir ketika laki laki dan wanita terbiasa bersama. Namun, itu semua ternyata hanya khayalan yang kubaca dari novel novel romantis yang memenuhi kamar tidurku.
Nyatanya, bertetangga bahkan satu sekolah hingga kuliah, tidak membuatnya merasakan jatuh cinta sedikit saja padaku.
"Aku pergi karena aku yakin sudah ada seseorang untuk menjagamu selamanya," ucap Kimberly.
"Sebaiknya kita berdua tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin Viera terluka dan menderita karena melihatmu."
Secara bersamaan, Kimberly harus meninggalkan cinta dan kehilangan persahabatan. Namun, demi kebahagiaan mereka, yang adalah tanpa dirinya, ia akan melakukannya.
"Tak ada yang tersisa bagiku di sini, selamat tinggal."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMUKUL BEGITU KERAS
"Kim." Kimberly menoleh ke asal suara.
King yang sedang berada di taman belakang itu juga akhirnya menoleh. Di sana berdiri William.
"Ada apa?" tanya Kimberly dengan nada biasa.
"Bisa kita bicara?"
"Di sini saja. Lagipula aku tidak pernah menyembunyikan apapun dari kakakku. Jadi bicaralah."
Deg ....
William tahu bahwa Kimberly sedang membalikkan perkataannya waktu itu. Tapi ia benar benar tidak bisa berbicara jika ada King. Ia perlu berbicara berdua saja dengan Kimberly.
Kimberly melihat sorot mata William yang sepertinya ingin membicarakan suatu hal yang penting. Belakangan ini, setiap kali Kimberly melihat dan berdejatan dengan William, jantungnya berdetak dengan cepat dan ia tahu bahwa ia memiliki perasaan khusus pada William. Meskipun bibirnya mengatakan bahwa ia membenci William, tapi hatinya bertolak belakang.
Akhirnya Kimberly mengajak William untuk berbicara di ruang duduk.
"Sekarang katakan ada apa?"
"Apa kamu menyukaiku?"
Deghh ...
"Apa maksud ia menanyakan itu? Apa jika aku menjawab ya, ia akan berpaling padaku?" batin Kimberly.
"Cepat katakan padaku! Kamu menyukaiku atau tidak?"
"Tentu saja aku menyukaimu. Kalau tidak, aku tidak akan mau menjadi temanmu," ucap Kimberly.
"Maksudku, apa kamu mencintaiku?"
"Untuk apa kamu menanyakan itu?"
"Jawab saja pertanyaanku. Setelah kamu menjawabnya, ada keputusan yang harus aku ambil," jawab William.
"Keputusan? Apa jangan jangan dia akan putus dengan Viera dan memilihku," seketika saja hati Kimberly begitu merasa gembira.
William menunggu jawaban dari Kimberly. Ia memandang Kimberly tepat di mata gadus itu, agar ia bisa menelisik kejujuran dalam matanya.
Dengan memantapkan hati, Kimberly akhirnya menjawab pertanyaan William.
"Ya, aku mencintaimu. Mungkin lebih dari rasa cinta Viera padamu. Dan aku yakin, setelah sekian lama kita bersama, bahkan setiap hari, kamu pun mencintaiku. Hanya saja cinta kita terhalang karena Viera yang terus mendekatimu," ucap Kimberly.
"Jadi benar ...," ucap William lirih.
"Maksudmu?"
"Ternyata benar. Kamu mencintaiku."
"Aku juga tahu kamu mencintaiku. Kamu menyayangiku kan, Wil?" tanya Kimberly.
* Flashback on *
"Vi, hentikan! Kenapa kamu selalu meminta putus dariku?"
"Tapi honey, ia mencintaimu. Aku bisa melihatnya. Aku takut ...," ucap Viera sambil menghapus air matanya.
"Honey, dengarkan aku. Aku tidak akan meninggalkanmu."
"Tapi bagaimana jika ia menyakitiku karena ingin memilikimu? Bukankah kamu melihat bagaimana sikapnya kepadaku."
"Aku akan memastikannya."
"Kalau ia mencintaimu, kamu akan bersamanya, huh?"
"Tidak honey. Jika memang dia mencintaiku, maka aku akan memutuskan hubunganku dengannya. Tidak mungkin aku terus berdekatan dengan seseorang yang mengharapkan cintaku tapi tidak bisa kubalas, itu justru akan menyakiti orang yang kucintai," ucap William sambil memeluk Viera.
"Dan nanti saat orang tuaku kembali dari perjalanan mereka, aku akan meminta mereka melamarmu. Aku akan mengikatmu dalam sebuah pertunangan," lanjut William.
Viera memeluk William dengan erat, kemudian tersenyum di balik punggung laki laki itu, "Aku akan menang selangkah lagi, jika William benar benar bertunangan denganku," batinnya.
* Flashback Off *
"Hentikan, Kim! Ntah mengapa mendengarmu mengatakan itu, jadi membuatku jijik kepadamu."
"Apa maksud perkataanmu?"
"Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Viera. Kamu mencintaiku. Bahkan ia meminta putus padaku karena tak ingin menyakitimu. Tapi sayangnya, aku sudah membuat keputusan. Mulai saat ini, detik ini, kita tidak ada hubungan apapun, Kimberly Harisson. Anggap kamu tidak mengenalku dan aku pun akan melakukan sebaliknya. Jangan sekali sekali kamu berani menyentuh atau mengganggu Viera, karena aku tidak akan segan segan padamu," William melangkahkan kakinya keluar dari rumah Keluarga Harisson.
Kimberly meneteskan air matanya, "Ternyata aku yang bodoh karena terlalu berharap kamu akan membalas perasaanku."
*****
Benar saja, keesokan harinya saat mereka berpapasan, Kimberly sempat berhenti untuk melihat. Namun, tanpa melihat ke arahnya, William hanya melewatinya. Menganggap dirinya hanya seperti angin yang tak terlihat.
Sakit, sangat sakit. Itulah yang dirasakan Kimberly. Sahabat selama 18 tahun, tapi kini hilang tak berbekas, hanya meninggalkan luka di dalam hatinya. Kembali kata kata terakhir William padanya terlintas di pikirannya.
Ia segera melangkahkan kakinya kembali, berusaha meninggalkan semuanya kini di belakang.
Sampai di perpustakaan yang kini akan menjadi tempat untuknya menyembunyikan diri, ia mulai mencari buku buku.
"Kak Hanna?" sapanya saat ia melihat Hanna yang sedang duduk dan membolak balik buku.
"Kim ..., kamu disini?"
"Iya Kak. Kayaknya aku mau saingan sama kakak deh beberes perpustakaan," goda Kimberly.
"Hei anak junior, kamu sedang menggoda kakak seniormu ya? Apa menyalin 10 kali belum cukup?" Hanna menggoda balik.
"Tidak, tidak Kak. Aku tidak mau menyalin lagi, ampun ... ampun ...."
Hanna kembali menyalin beberapa buku yang ia anggap penting. Sementara Kimberly hanya memperhatikan dengan seksama.
"Han, kamu di sini?"
"An," sapa Hanna pada Anthony saat ia menoleh. Namun kemudian ia melanjutkan catatannya.
"Kak, kakak sudah lebih baik?" tanya Kimberly.
"Aku tidak apa apa, Kim," jawab Anthony.
"Maaf, kakakku memukulmu begitu keras. Aku tidak tahu kalian ada masalah apa, tapi sekali lagi aku minta maaf mewakili kakakku."
Anthony sangat khawatir Hanna akan mendengar pembicaraan itu, meskipun suara Kimberly tidak terlalu kencang.
Hanna yang memang duduk tidak jauh dari sana sebenarnya mendengar pembicaraan itu, hanya saja ia berpura pura terus menulis. Selang 5 menit, ia menutup semua buku bukunya dan membereskan barang barangnya.
"Kim, An, aku duluan ya. Aku harus ketemu dosen dulu buat minta jadi pembimbing aku semester depan," Hanna pun pergi meninggalkan perpustakaan.