NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 23 : Wonyoung’s Vulnerability

Hujan gerimis membasahi aspal Incheon, menciptakan pantulan lampu kota yang terlihat seperti kepingan kaca pecah di jalanan. Di dalam van taktis yang diparkir tiga blok dari Kompleks Riset S.I.G.M.A, suasana sangat hening. Hanya terdengar suara ketikan cepat dari laptop Jake dan desis halus dari radio komunikasi.

Wonyoung duduk di pojok van, memegang busur karbonnya. Namun, kali ini jari-jarinya bergetar. Ia mencoba mengatur napas, namun dadanya terasa sesak. Di depannya, sebuah cermin kecil memperlihatkan wajahnya yang pucat. Tidak ada lagi pendar perak di matanya, hanya pantulan seorang gadis yang tampak sangat kelelahan.

Ia mencoba menarik tali busurnya untuk mengecek ketegangan, namun di tengah tarikan, tangannya lemas. Tali itu terlepas dengan suara plak yang keras, memukul pergelangan tangannya hingga memerah.

"Sial," bisik Wonyoung. Air mata frustrasi mulai menggenang di pelupuk matanya.

Sunghoon yang sedang memeriksa belati perak hasil rampasannya kemarin, menoleh. Ia segera mendekat dan duduk di samping Wonyoung. "Wonyoung-ah, ada apa?"

"Aku tidak bisa melakukannya, Sunghoon-ssi," ucap Wonyoung, suaranya bergetar. "Tanganku lemah. Tanpa energi Genesis, busur ini terasa beratnya seperti satu ton. Aku merasa... tidak berguna."

"Jangan bicara begitu..."

"Aku jujur!" potong Wonyoung. "Dulu, aku bisa melihat menembus dinding. Aku bisa merasakan pergerakan musuh dari jarak satu kilometer. Sekarang? Aku bahkan tidak bisa mendengar langkah kaki staf agensi di lorong. Jika kita masuk ke sana, aku hanya akan menjadi beban bagimu dan Jay."

Ini adalah titik terendah Wonyoung. Selama ratusan tahun, identitasnya dibangun di atas fondasi sebagai Star Enchanter—pilar cahaya bagi klannya. Kehilangan kekuatan bukan hanya kehilangan kemampuan bertarung baginya, tapi kehilangan definisi tentang siapa dirinya.

Sunghoon meraih tangan Wonyoung yang memerah akibat pukulan tali busur tadi. Ia menggenggamnya erat, mencoba menyalurkan kehangatan manusianya. "Dengarkan aku. Kau bukan beban. Kau adalah alasan kenapa aku masih berdiri di sini. Kau pikir aku tidak takut? Aku kehilangan kemampuan regenerasiku. Luka di pipiku ini perihnya minta ampun. Tapi ketakutanku hilang saat aku melihatmu."

"Tapi aku rapuh sekarang, Sunghoon-ssi. Aku sangat rapuh," rintih Wonyoung.

"Kerapuhan bukan berarti kelemahan, Wonyoung-ah," suara Han terdengar dari kursi depan. "Kerapuhan adalah bukti bahwa kau memiliki sesuatu yang berharga untuk dilindungi. Vampir tidak punya kerapuhan, itulah sebabnya mereka tidak punya hati. Tapi kau punya keduanya sekarang."

Operasi Infiltrasi : Pukul 03:00 AM.

Meskipun mentalnya masih terguncang, Wonyoung tetap memaksakan diri untuk ikut. Rencananya adalah menyusup melalui saluran ventilasi laboratorium bawah tanah tempat Pecahan Kesembilan disimpan.

Jake berhasil meretas protokol biometrik pintu samping selama 60 detik. Sunghoon, Wonyoung, dan Jay melesat masuk ke dalam koridor putih yang dingin. Arsitektur tempat ini sangat berbeda dengan Museum Louvre; SIGMA menyukai kebersihan yang steril dan cahaya lampu neon yang menyilaukan.

"Sektor C aman. Kalian punya 10 menit sebelum patroli otomatis lewat," lapor Jake melalui earpiece.

Mereka bergerak dalam formasi segitiga. Jay di depan dengan tameng taktis, Sunghoon di tengah, dan Wonyoung menjaga bagian belakang. Namun, saat mereka melewati sebuah koridor panjang dengan sensor laser yang tidak terlihat, indra manusia Wonyoung gagal menangkap frekuensi peringatan yang biasanya ia dengar.

BEEP! BEEP! BEEP!

"Sensor terpicu! Keluar dari sana sekarang!" teriak Jake.

Tiba-tiba, gerbang baja jatuh menutup di depan dan belakang mereka, memisahkan Wonyoung dari Sunghoon dan Jay.

"Sunghoon!" teriak Wonyoung sambil memukul gerbang baja tersebut.

"Wonyoung! Mundur! Jangan dekat-dekat gerbangnya, ada aliran listrik!" balas Sunghoon dari seberang.

Dari langit-langit koridor tempat Wonyoung terjebak, dua robot penjaga berbentuk laba-laba turun. Mereka dilengkapi dengan senapan peluru perak isotop.

Wonyoung berdiri sendirian. Ia menarik busurnya, namun rasa takut kembali melumpuhkannya. “Aku tidak bisa melihat titik lemah mereka... aku tidak punya sihir...”

Salah satu robot melepaskan tembakan. Wonyoung berguling ke samping, namun peluru itu menyerempet bahunya. Rasa perih yang luar biasa menjalar. Ia teringat peringatan Jake: peluru ini akan menghancurkan selnya jika ia tidak segera bergerak.

"Wonyoung! Gunakan insting manusiamu! Jangan cari energi, cari polanya!" teriak Jay dari balik gerbang.

Wonyoung memejamkan mata sesaat. Ia berhenti mencoba mencari cahaya perak. Sebaliknya, ia mendengarkan suara mekanis kaki robot tersebut. Klik, klik, klik. Ia memperhatikan pantulan lampu neon pada lensa kamera sang robot.

Di detik itu, Wonyoung menyadari sesuatu. Tanpa sihir yang mengaburkan pandangannya dengan kilau cahaya, ia bisa melihat hal-hal kecil yang dulu ia abaikan: sebuah kabel kecil yang longgar di dekat sendi kaki robot, dan ritme jeda antara satu tembakan ke tembakan lain.

Kerapuhannya justru membuatnya lebih waspada.

Wonyoung menarik busurnya. Kali ini, ia tidak menarik dengan paksa, tapi dengan teknik pengungkit yang diajarkan Yujin. Ia membidik bukan ke tubuh robot, melainkan ke refleksi sensor di dinding yang memantul ke sirkuit terbuka di kaki robot itu.

Syuuut... TAK!

Anak panah karbonnya menghantam kabel tersebut. Robot pertama mengalami korsleting dan meledak kecil.

Robot kedua mendekat, bersiap menembakkan gas air mata. Wonyoung tidak menghindar. Ia justru berlari ke arah robot itu, menggunakan berat tubuhnya untuk melompat di atas punggung mekanisnya, lalu menusukkan belati peraknya tepat ke modul komunikasinya.

Robot itu tumbang.

Gerbang baja terbuka setelah Jake berhasil meretas sistem darurat. Sunghoon langsung berlari memeluk Wonyoung. "Kau tidak apa-apa? Kau terluka?"

Wonyoung meringis memegang bahunya, namun ia tersenyum. Sebuah senyuman yang penuh kemenangan atas dirinya sendiri. "Aku... aku bisa melakukannya. Tanpa sihir. Aku melihat polanya, Sunghoon-ssi."

"Kau hebat, Wonyoung," bisik Sunghoon bangga.

Mereka melanjutkan perjalanan ke ruang terdalam. Di sana, di dalam tabung kaca anti-peluru, melayang Pecahan Kesembilan. Berbeda dengan pecahan lainnya, pecahan ini dikelilingi oleh ribuan sensor yang menyedot energinya untuk diubah menjadi peluru isotop.

"Itu penderitaan klan kita yang mereka jadikan senjata," desis Jay.

Tiba-tiba, suara tepuk tangan bergema dari pengeras suara ruangan.

"Sangat mengesankan. Eksperimen 01 (Sunghoon) dan Eksperimen 02 (Wonyoung) menunjukkan adaptasi yang luar biasa terhadap kondisi manusia mereka."

Sesosok pria mengenakan jas lab putih bersih muncul di layar raksasa. Wajahnya dingin, tanpa emosi. "Nama saya Dr. Aris, kepala riset SIGMA. Kalian datang untuk mengambil ini? Silakan. Tapi ketahuilah, pecahan ini sudah kami program ulang. Begitu ia keluar dari tabung ini, ia akan mengirimkan sinyal pemanggil ke seluruh monster Void yang tersisa di dunia untuk menuju lokasi kalian."

"Kau gila?" bentak Jay. "Kau akan menghancurkan kota ini!"

"Ilmu pengetahuan butuh pengorbanan," jawab Dr. Aris. "Kami ingin melihat bagaimana 'pahlawan manusia' kalian menangani bencana tanpa kekuatan super. Jika kalian berhasil, kalian akan kami biarkan hidup. Jika gagal... kalian hanyalah sampah evolusi."

Wonyoung menatap piringan perak di tangannya, lalu menatap pecahan di dalam tabung. Ia menyadari bahwa kerentanannya tadi hanyalah ujian awal. Ujian yang sebenarnya adalah tetap menjadi manusia di tengah dunia yang dikendalikan oleh monster—baik yang berwujud asap hitam, maupun yang mengenakan jas lab putih.

"Ambil pecahannya," perintah Wonyoung.

"Wonyoung, tapi monsternya..."

"Kita punya satu sama lain, Jay," Wonyoung menoleh ke arah kamera Dr. Aris. "Dan Dr. Aris, terima kasih telah mengingatkanku bahwa aku rapuh. Karena hanya orang yang tahu rasanya hancur yang tahu cara untuk bertahan."

Sunghoon menghancurkan tabung kaca dengan hantaman palu godam taktis. Pecahan kesembilan jatuh ke tangan Wonyoung. Seketika, alarm seluruh kota Incheon berbunyi. Di luar sana, langit mulai menghitam. Monster-monster mulai bermunculan dari bayang-bayang gedung.

Mereka keluar dari gedung riset SIGMA saat fajar mulai pecah, namun bukan matahari yang mereka lihat, melainkan ribuan bayangan yang menanti di cakrawala.

Wonyoung berdiri di garis depan. Bahunya masih berdarah, kakinya lemas, dan ia tidak punya sihir. Namun, saat ia menggenggam tangan Sunghoon, ia tidak lagi merasa tidak berguna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!