NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#22

Happy Reading...

.

.

.

Pukul delapan pagi, suara ketukan halus terdengar dari balik pintu. Rania yang sedang merapikan tas kerjanya menoleh cepat. Beberapa detik kemudian, pintu kamar terbuka dan Sonya masuk dengan langkah teratur seperti biasanya. Penampilannya rapi dengan tablet berisi agenda kerja sudah siap di tangan.

“Selamat pagi, Bu Rania. Saya datang untuk menjemput Ibu.” ucap Sonya.

Rania mengangguk pelan. “Pagi.”

Tanpa membuang waktu, Sonya mulai membacakan seluruh agenda yang sudah tersusun. “Pukul sembilan ada rapat dengan divisi keuangan, lalu pukul sebelas Ibu ada sesi presentasi dengan tim marketing. Setelah makan siang, Ibu juga ada jadwalkan bertemu dengan beberapa klien baru. Dan...”

“Sonya…” panggil Rania tiba-tiba, suaranya terdengar ragu.

Sonya berhenti berbicara. Ia mendongakkan kepala dan menatap Rania. “Iya, Bu?”

“Apa aku boleh bertanya sesuatu?” Rania kembali bertanya dengan hati-hati.

Sonya menatap atasannya itu dengan ekspresi yang tidak dapat ia sembunyikan lagi. Ada rasa bingung, kaget dan sedikit ketakutan. Baginya, sikap Rania kali ini sangat berbeda dari biasanya. Selama bertahun-tahun bekerja dengan Rania, perempuan itu selalu berbicara blak-blakan tanpa peduli apakah lawan bicaranya siap menerima jawabannya atau tidak. Tidak pernah ada yang namanya meminta izin terlebih untuk sekedar bertanya.

Sekarang, Rania tampak seperti orang yang takut karena menyinggungnya.

“Sonya...” panggil Rania sekali lagi sambil melambaikan tangan tepat di depan wajah sekretarisnya itu.

“Oh! Iya bu, maaf. Ibu mau bertanya apa?” tanya Sonya cepat.

Rania menelan ludahnya. “Apa waktu kamu pertama kali bekerja denganku ada Bu Hana, Bu Anastasia dan Pak Ridwan?” tanyanya perlahan.

Tubuh Sonya menegang seketika. Tatapannya berubah, meski ia mencoba untuk menyembunyikannya.

“Ada, Bu...” jawabnya lirih.

“Lalu kemana mereka? Kemarin saat rapat divisi aku tidak melihat mereka.” Rania bertanya lagi, alisnya bertaut.

Sonya menatap Rania beberapa detik, seolah ingin memastikan apakah atasannya itu benar-benar lupa.

“A.. apa.. Ibu lupa?” Sonya membalas hati-hati. “Ibu yang sudah memecat mereka. Kecuali Bu Hana. Pangkat beliau Ibu turunkan... Tapi kemudian beliau memutuskan untuk resign.”

Rania terpaku.

“Aku.” Ucap Rania terkejut. Kedua matanya membesar. “Aku berbuat seperti itu kepada mereka?”

Sonya mengangguk pelan.

Dalam hati, Rania merasa seolah seluruh dunianya berputar. Ia mencoba memahami dirinya yang dulu. Sosok dirinya yang tidak bisa ia ingat sama sekali. Seberkuasa itu kah aku? batinnya. Apa aku sehebat itu? Atau.. apakah aku begitu buruk sampai tega memecat orang- orang yang sudah menyakitinya?

Untuk pertama kalinya, ia merasakan kekagetan terhadap dirinya sendiri. Ada rasa takjub, tapi juga ada perasaan asing. Seolah ia sedang mendengar kisah tentang orang lain, bukan tentang dirinya.

“Andai aku bisa mengingat seperti apa kejadiannya waktu itu.” gumam Rania.

“Lalu Jordi?” tanya Rania lagi, wajahnya berubah semakin bingung sekaligus penasaran.

Sonya kini tidak hanya gugup. Ia mulai benar-benar curiga. Sikap Rania sangat tidak biasa. Terlalu banyak pertanyaan yang seharusnya sudah sangat ia ketahui.

“Pak Jordi Ibu pindahkan ke anak cabang di Bandung, Bu,” jawab Sonya akhirnya.

Rania menutup mulutnya dengan kedua tangan. Bandung. Anak cabang yang paling sibuk. Salah satu dari lima anak cabang perusahaan yang hampir tidak pernah sepi proyek.

Jika itu masih sama seperti dulu, memindahkan Jordi ke sana sama saja dengan memberikan hukuman kerja nonstop selama berbulan-bulan.

Tapi kenapa aku tidak memecat Jordi juga? pikirnya. Kenapa justru memindahkannya ke tempat itu?

Rania terdiam. Tatapannya kosong menatap lantai.

Semua keputusan yang pernah ia buat terdengar seperti keputusan orang yang tidak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi. Bukan seperti dirinya. Bukan perempuan yang bahkan merasa takut menatap masa lalu sendiri.

Sonya menunduk sedikit.

“Apa Ibu baik-baik saja?” tanyanya hati-hati.

Rania terdiam lama sebelum akhirnya menarik napas dalam.

“Aku tidak tahu,” jawabnya pelan. "Aku hanya merasa sedikit takjub dengan apa yang sudah aku lakukan."

Rania semakin sadar bahwa ia benar-benar tidak mengenal dirinya. Dan itu jauh lebih menakutkan daripada apa pun yang sudah ia dengar sejak hari pertama ia kembali membuka kedua matanya.

.

.

.

Hari ini pekerjaan Rania berjalan dengan begitu lancar. Ia bahkan sempat terkejut dengan betapa mudahnya ia memahami berbagai laporan, angka- angka dan detail proyek yang sebelumnya terasa asing. Ternyata, meski ia melupakan beberapa memorinya selama hampir lima tahun ini tapi kecerdasan dan ketangkasannya tetap melekat kuat dalam dirinya. Ia cepat belajar, cepat membaca situasi dan mudah memahami semuanya.

Tidak heran jika dulu teman-temannya sering memanfaatkannya dan Rania menyadari hal itu kini dengan lebih jelas. Dulu dirinya terlalu baik, terlalu tidak enakkan dan terlalu ingin diakui. Dan orang-orang yang mengambil kesempatan atas kebaikannya itu masih sangat jelas di ingatannya. Namun kini, melihat bagaimana dirinya mampu bekerja di posisi yang begitu tinggi, Rania merasa seolah menatap dua versi dirinya yang berbeda, diri yang lemah di masa lalu dan dirinya yang kuat lima tahun kemudian.

Selesai meeting siang itu, Rania tidak langsung kembali ke ruangannya. Ia melangkah perlahan menuju lantai tempat divisi lamanya berada. Ada rasa penasaran dan kerinduan aneh yang membuatnya ingin melihat tempat itu lagi.

Saat lift terbuka, aroma familiar langsung menyambutnya. Rania berdiri beberapa detik sebelum akhirnya melangkahkan kakinya melewati divisi lamanya.

Dan benar saja, ruangan itu hampir tidak ada yang berubah.

Meja-meja masih tertata seperti dulu. Kursi tempat ia dulu duduk masih berada di posisi yang sama. Bahkan tanaman plastik di pojok ruangan tetap dengan daun-daun berdebu yang seolah tidak pernah diganti.

Beberapa orang yang dulu sering memanfaatkan kebaikannya juga masih ada di sana. Dulu mereka sering memintanya mengerjakan deadline mereka, meminta bantuannya menyelesaikan laporan bahkan beberapa kali membiarkan Rania disalahkan atas kesalahan yang bukan miliknya.

Kini, mereka melihat Rania. Dan reaksi mereka jauh dari apa yang ia bayangkan. Satu per satu mereka menundukkan kepala. Tanpa suara... Tanpa sapaan... Tanpa senyuman.

Jika dulu mereka begitu berani mengambil keuntungan dari dirinya, kini tak satu pun dari mereka berani menatap matanya.

Rania berhenti sejenak. Ia ingin tersenyum, ingin mengatakan "sudah lama tidak bertemu", ingin melontarkan sapaan ramah seperti dulu saat ia masih berada di level yang sama dengan mereka.

Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Semua orang menunduk lebih dalam saat Rania berjalan melewati mereka. Ada yang pura-pura sibuk mengetik. Ada yang memegangi berkas tanpa alasan. Ada pula yang bahkan tidak berani untuk bernapas.

Rania tersenyum miris. “Apa Rania lima tahun ini semenakutkan itu?” gumamnya lirih pada dirinya sendiri.

Hatinya menghangat dan terasa pedih bersamaan. Ada rasa bangga melihat dirinya mampu berdiri setinggi ini. Berhasil naik ke posisi yang bahkan tidak pernah ia impikan sebelumnya.

Tapi... Apa mencapai posisi tinggi harus dibayar dengan berubah menjadi seseorang yang ditakuti semua orang?

Rania berjalan perlahan melewati deretan meja, membiarkan matanya menelusuri wajah-wajah yang dulu sangat angkuh kepadanya. Namun hari ini, mereka semua tampak seperti orang asing yang ketakutan seolah bertemu dengan Rania adalah sebuah kesalahan.

Beberapa karyawan berbisik lirih setelah ia lewat.

“Jangan bicara keras-keras, nanti Bu Rania dengar...”

“Dia kelihatan berbeda hari ini..”

“Apa ada masalah? Biasanya dia langsung ke ruangannya, bukan ke sini..”

Rania memejamkan mata sejenak.

Ia membuka kedua matanya lagi, menarik napas panjang, lalu berbalik. Ketika ia berjalan kembali ke lift, langkahnya terasa lebih berat. Ada sesuatu yang mengganjal dalam dadanya. Sesuatu yang tidak ia mengerti, namun yang pasti sedikit menyakitkan.

Apa selama lima tahun ini aku benar-benar hidup seperti ini? Ditakuti, dihormati tapi tanpa ada kehangatan?

Saat pintu lift menutup, Rania melihat pantulan dirinya di cermin lift. Tatapan matanya terlihat sedikit kosong namun tajam. Dan Rania kembali menyadari sesuatu. Ia bukan hanya kehilangan ingatan. Ia juga kehilangan dirinya.

.

.

.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK...

1
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!