Rabella membenci Alvaro, adik angkatnya!
Semua orang tau itu, tapi apa jadinya kalau Rabella malah jadi istri kedua Alvaro karena kecerobohannya sendiri? Setelahnya, Rabella harus menanggung nasib paling buruk yang tak pernah dia impikan!
Apa yang terjadi sebenarnya?
Yuk simak cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alnayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana yang Bocor?
Brak
Brakk
Tak peduli berapa kali Rabella menggedor-gedor pintu kamarnya yang dikunci sang papa dari luar.
Ponselnya juga disita, tak ada yang membantunya sama sekali.
Putri? Rabella tak tahu ke mana perempuan itu sekarang.
Tak peduli bagaimana dengan kondisi tubuhnya yang benar-benar buruk.
Jejak percintaannya dengan Alvaro masih terlihat jelas, walau Rabella sudah mengenakan bajunya lagi.
Ah, jangan lupakan bagaimana kukunya patah karena berusaha melawan Alvaro tadi malam. Walau pada akhirnya, dia tetap kalah.
Dikalahkan adik angkatnya sendiri.
Jelas itu membuat harga diri Rabella terluka.
Sejujurnya, sekujur tubuh Rabella benar-benar sakit saat ini.
Mengingat berapa lama, Alvaro melakukannya semalam sampai pagi hari.
"BUKAA.. SIALAN!! GUE MAJIKAN KALIAN, CEPET BUKA PINTU INI.... ATAU KALIAN MAU GUE PECAT HAH??"
"SIALAN... SIALAN..."
Entah sudah berapa lama Rabella memaki di depan pintu. Yang dia harapkan adalah keluar dari rumah ini, entah pergi kemana. Kalau bisa, dia juga ingin membatalkan pernikahannya dengan Alvaro.
Menikah dengan laki-laki itu? Tidak akan!! Rabella tidak sudi.
Apalagi menjadi istri kedua!!
Rabella tak habis pikir, bagaimana bisa papanya setuju dengan semua yang diucapkan Alvaro?? Kenapa??
Sejak kedatangan Alvaro ke rumah ini, tak ada yang berjalan sempurna bagi Rabella.
Alvaro adalah bencana.
Alvaro adalah parasit.
Rabella benci Alvaro, sangat!! Jika dirinya tak punya akal sehat, mungkin sudah sejak lama Rabella memilih untuk melenyapkan adik angkatnya itu.
Ya, meskipun kalaupun itu benar-benar terjadi, akan tetap sulit. Karena Felix, papa kandung Rabella selalu menjaga Alvaro dengan baik.
Seolah-olah, takdir mereka tertukar begitu saja.
Alvaro hanya anak angkat di keluarga ini, tapi kepedulian orang-orang mengalahkan fakta tersebut.
Sebaliknya, Rabella yang merupakan anak kandung di keluarga ini malah dikalahkan oleh anak angkat yang tak jelas asal usulnya ini.
Tubuh Rabella merosot, masih di depan pintu. Tenaganya benar-benar sudah hampir habis saat ini, nafasnya terengah. Ingin sekali Rabella menangis, tapi dia tidak ingin dianggap menyedihkan oleh orang lain.
Tidak akan. Rabella tidak akan menangis.
Dia merasa harus kuat untuk menghadapi Alvaro.
Tok tok...
Suara ketukan dari luar.
Siapa itu? Rabella berharap, orang yang mengetuk pintu kamarnya ini bukan lah papanya atau Alvaro.
Ya, meskipun Rabella tahu bahwa acara pernikahan Alvaro dan Mika diselenggarakan di hotel. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau balingan kecil itu kembali lebih cepat, bukan?
"N-nona.. Apa anda ada di dalam? I-ini saya Putri, Nona." Suara selanjutnya, membuat Rabella duduk tegak.
"Putri? Kamu... Cepat buka pintu ini, sekarang!!" seru Rabella cepat.
"Ba-baik, Nona. Saya akan segera membukanya," jawab Putri dari balik pintu.
Detik selanjutnya, pintu kamar Rabella benar-benar terbuka. Pelakunya tak lain adalah Putri, bawahan Rabella yang paling setia selama ini.
Atau bisa saja, Putri dianggap sebagai teman bermain Rabella sejak kecil.
Terlepas dari status sosial mereka. Putri benar-benar tulus berteman dengan Rabella. Baginya, Rabella adalah bidadari yang menutupi kebaikannya dengan tingkah jahatnya pada Alvaro.
"Hah.. Sialan!! Gara-gara lo, hidup gue jadi hancur!!! Kemana aja lo tadi malam hah? Kenapa lo ga ada di kamarnya Alva?? Jawab gue, Putri!!"
Brak...
"AAAAAA... AMPUN NONA, saya salah. Sakit, Nona... Tolong dengarkan penjelasan saya dulu. Huhuuuu..."
Rabella dengan emosi memuncak, langsung menarik rambut Putri.
Membawa bawahan setianya itu masuk ke dalam kamar, tak peduli dengan kondisi tubuhnya sendiri.
Rabella saat ini membutuhkan pelampiasan untuk amarahnya
"Atau lo udah lupa, kalau nasib adik lo sekarang ada di ujung tanduk? Lo pengen adik lo itu cepet mati, gitu hah??"
Tapi, Rabella abai dengan permohonan Putri yang sudah menjerit kesakitan, bahkan sampai menangis karena tak tahan betapa sakitnya saat rambutnya dijambak Rabella tanpa perasaan.
"Ampuuunnn, Nona... Saya sudah melakukan apa yang Nona minta, Saya sudah memberikan obat itu... Tapi setelahnya Saya tidak tahu, Saya baru bangun di gudang tadi pagi. Saya benar-benar minta maaf, Nonaaa.. Saya tidak tahu kalau Anda akan berakhir dengan Tuan Alvaro."
Brakkk
Rabella mendorong kepala Putri, sampai mengenai ujung ranjang.
Mengabaikan tangisan keras yang keluar dari Putri.
Perempuan itu mencoba menghentikan tangisannya, merangkak lagi ke arah Rabella yang terduduk di tepi ranjang.
Seolah Putri tak takut, jika Rabella akan melakukan hal yang sama lagi.
Putri tahu, bagaimana hancurnya Rabella saat ini.
Dirinya juga tak tahu, bahwa rencana semalam akan gagal bahkan sampai kacau seperti ini.
Putri sudah mengenal Rabella sejak kecil, ibunya juga bekerja di rumah ini dan dirinya memang pernah jadi teman bermain Rabella semasa kecil.
Dia juga tahu, bagaimana pilih kasihnya Felix Wilson pada Alvaro, ketimbang pada Rabella yang merupakan putri kandungnya sendiri.
Putri tahu, semua hal-hal menyakitkan yang dialami Rabella selama ini. Putri tahu bagaimana perjuangan Rabella untuk bisa mengungguli Alvaro, baik dari segi apapun.
Jadi, dia benar-benar tidak tahu bagaimana rencana semalam bisa gagal seperti ini.
Bagaimana bisa dirinya juga terbangun di gudang? Padahal jelas-jelas Putri ingat, bahwa dirinya ada di kamar Alvaro. Menunggu efek obat yang diberikan Rabella muncul dan melakukan tugasnya dengan baik.
"N-nonaaa.. Jari anda..." Sekarang, fokus Putri malah tertuju pada jemari cantik milik Rabella yang sekarang benar-benar mengenaskan. Banyak luka, bahkan masih ada bekas darah di sana.
Seolah menandakan bahwa, luka tersebut benar-benar belum diobati sama sekali.
"Sa-saya akan membantu Anda mengobati luka ini," ucap Putri, segera berdiri, walau agak terseok-seok, karena kakinya sedikit cedera karena Rabella menariknya tiba-tiba dan cukup keras tadi.
Rabella terdiam sejenak.
Wajahnya masih datar, tapi matanya masih menatap tajam pada Putri yang kembali dengan membawa kotak obat.
Perempuan itu sama sekali tak ada takut-takutnya mendekati Rabella. Tak peduli bagaimana perangai Rabella yang buruk dan suka main tangan, jika hatinya sedang tidak baik seperti saat ini.
Padahal Putri bisa saja meninggalkan Rabella, sama seperti pelayan lainnya yang ketakutan dan tidak pernah berniat mendekati Rabella.
“Kenapa bisa lo ada di gudang?” tanya Rabella datar, tapi dia membiarkan Putri mengobati luka-lukan yang ada di tubuhnya.
“M-maaf, saya juga tidak tahu bagaimana saya bisa berakhir di sana, Nyonya. Jika anda tidak percaya, Anda bisa bertanya pada tukang kebun. Dia yang membangunkan saya di gudang,” jawab Putri jujur.
“Lo… atau lo yang udah bocorin rencana gue ke Alvaro?”
Sontak, Putri mendongak. Air mata kembali menetes dari sudut matanya, padahal dirinya sudah jujur. Tapi majikannya ini masih curiga.
“Demi Tuhan, Nona… saya tidak berpikir seperti itu, Nona tahu sendiri saya selama ini bersama dengan Nona… saya tidak akan berpihak pada Tuan Alvaro. Anda juga tahu, bahwa saya membutuhkan uang untuk adik saya… bagaimana mungkin saya mengabaikan nyawa adik saya, Nona?”